PENDIDIKAN ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN SISWA

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN SISWA


 

A.    LATAR BELAKANG PENDIDIKAN ORANG TUA

1.      Pengertian Pendidikan

Pendidikan sebagai sesuatu kekuatan yang dinamis dalam setiap kehidupan indidvidu maupun kehidupan sosial merupakan suatu proses, baik berupa pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki untuk mencapai perkembangan yang optimal serta pemberdayaan manusia melalui proses transformasi dan transmisi nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.[1]
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian pendidikan, penulis akan mengemukakan beberapa batasan tentang pendidikan menurut para ahli, antara lain:
a.         Menurut  Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.[2]
b.         Dalam Ensiklopedia Pendidikan, Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap memberikan pengertian pendidikan, bahwa dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi hidupnya, baik jasmani maupun rohani.[3]
c.         Prof. H. Zahara Idris, M.A. memberikan pengertian bahwa pendidikan ialah serangkaian kegiatan interaksi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka dengan menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa. Potensi disini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral, pengetahuan dan ketrampilan.[4]
d.        Sedangkan Dr. Ahmad Tafsir, membedakan pengertian pendidikan kedalam dua pengertian, yakni :
1)        Pengertian Pendidikan secara sempit adalah bimbingan yang sadar oleh seorang (pendidik) kepada orang lain (anak didik) agar ia menjadi orang yang lebih baik.
2)        Pengertian pendidikan secara luas adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal dan hati.[5]
e.       Menurut Mustafa Al-Ghulayani pendidikan adalah :







Artinya : “Pendidikan adalah penanaman etika yang mulia pada anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasehat sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kompetensi jiwa yang mantap yang dapat menumbuhkan sifat-sifat yang bijak, baik, cinta, kreasi dan berguna bagi tanah airnya”.[6]

f.       Menurut Khursid Ahmad dalam Principles of Islamic Education, bahwa : Education is a mental, phisical and moral training and it’s a objective is to produce highly  cultured men and women fit to dischange their duties as good human being and as worthy citizens of a state.[7] 

Artinya : “Pendidikan adalah latihan mental, fisik dan moral tujuannya adalah menghasilkan manusia yang berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas-tugas mereka sebagai makhluk hidup yang baik dan sebagai warga negara yang berguna (bermanfaat)”.

Dari beberapa batasan pendidikan seperti tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dari orang dewasa kepada anak didik untuk membantu dirinya. Dalam hal ini berupa tindakan-tindakan riil, disengaja dan berencana serta memiliki tujuan berupa bimbingan yang kontinue yang dapat membentuk adat kebiasaan sehingga pendidikan akan membantu individu menjadi manusia yang memiliki identitas dan eksisitensi, serta  kepribadian yang baik. Dengan demikian maka, dalam proses pendidikan tidak hanya berupa transfer of knowledge tetapi juga dibarengi dengan transfer of value.

2.      Jenis Pendidikan

Dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan  Nasional  bab IV tentang Satuan, Jalur dan Jenis Pendidikan pasal 10 ayat 1-5 disebutkan bahwa:
a           Penyelenggaraan Pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
b          Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
c           Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan.
d          Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan ketrampilan.
e           Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[8]

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan  Nasional bab IV pasal 10 ayat 1-5 diatas maka jenis pendidikan dapat di bedakan menjadi 2, yakni pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah.
a.        Pendidikan Sekolah
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pendidikan sekolah dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang SPN bab VI pasal 12 ayat 1-3 disebutkan bahwa:
1)        Jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
2)        Selain jenjang pendidikan sebagaimana termaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan pendidikan pra sekolah.
3)        Syarat-syarat dan tata cara serta bentuk, satuan, lama pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[9]

Penjelasan lebih lanjut tentang pendidikan sekolah akan diuaraikan dalam bagian lain dalam skripsi ini, yakni dalam bagian Jenjang Pendidikan.


b.        Pendidikan Luar Sekolah
Abad terakhir ini, kemajuan bidang pendidikan mencapai puncaknya dengan timbulnya konsepsi pendidikan baru yang berbeda dengan konsep pendidikan yang sudah ada dan telah lama berlangsung. Dalam kosep tersebut diketengahkan tentang pendidikan luar sekolah yang merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan.
Pembahasan mengenai pendidikan luar sekolah memang merupakan hal yang menarik karena :
1)        Pendidikan luar sekolah merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang bentuk dan pelaksanaannya berbeda dengan sistem sekolah yang sudah ada.
2)        Dalam pendidikan luar sekolah terdapat hal-hal yang sama pentingnya bila dibandingkan dengan pendidikan sekolah, seperti bentuk pendidikan, tujuan, sasaran pelaksanaanya dan sebagainya.[10]

Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, punya tujuan mengembangkan tingkat ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.[11]
Di dalam PP No. 73 th 1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang PLS BAB I tentang ketentuan umumpasal 1 ayat 1-4 disebutkan bahwa. Dalam PP ini yang dimaksud dengan :
1)     PLS adalah pendidikan yang diselengarakan di luar sekolah baik dilembagakan atau tidak.
2)     Warga belajar adalah setiap anggota masyarakat yang belajar dijalur PLS.
3)     Kelompok belajar adalah satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat. Yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupan.
4)     Kursus adalah satuan PLS yang terdiri dari sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan dan keterampilan dan sikap mental tertentu bagi warga belajar.[12]  

Adapun tujuan dari PLS adalah:
1)     Melayani warga belajar supaya sifat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya  guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.
2)     Ketrampilan dan sikap mental di perlukan untuk mengembang diri, bekerja mencari nafkah / melanjutkan ke tingkat dan atau ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi .
3)     Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat di penuhi dalam jalan pendidikan sekolah.[13]

Sedangkan mengenai jenisnya, PLS terdiri dari Pendidikan Umum, Pendidikan Keagamaan, Pendidikan Jabatan Kerja, Pendidikan Kedinasan Pendidikan Kejuruan .[14]

3.      Jenjang Pendidikan

            Di dalam UU No.2 th 1989 Bab V tentang pendidikan pasal 12 ayat 1 sampai 3 disebutkan :
1)        Jenjang Pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri dari Pendidikan Dasar ,Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi.
2)        Selain jenjang pendidikan sebagaimana termaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan pendidikan Pra sekolah.
3)        Syarat-syarat dan tata cara serta bentuk ,satuan,lama pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.[15]

Dari uraian tersebut dapat penulis ambil suatu kesimpulan bahwa jenjang pendidikan termasuk jalur pendidikan sekolah ada 3 yaitu:
¨         Jenjang Pendidikan Dasar
¨         Jenjang Pendidikan Menengah
¨         Jenjang Pendidikan Tinggi
Untuk lebih jelasnya, ketiga jenjang pendidikan tersebut akan penulis uraikan satu persatu.
a.        Pendidikan Dasar.
Berbicara masalah pendidikan dasar, orang kadang-kadang mengidentikannya dengan sekolah dasar. Padahal pendidikan dasar itu tidak sama atau tidak identik dengan SD, tetapi SD merupakan bagian dari pendidikan dasar. Karena pendidikan dasar meliputi SD dan SLTP.
UU no 2 th 1989 tentang SPN menetapkan bahwa Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.[16]
Oprasioanalisasi dari UUSPN tentang pendidikan dasar ini dijelaskan dalam PP no 28 th 1990 diyatakan dalam bab I pasal 1 bahwa pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di SD dan tiga tahun di SLTP atau  satuan pendidikan yang sederajat.[17] SLTP dimaksud bukan merupakan jenjang dalam pendidikan dijalur sekolah tetapi merupakan bagian dalam jenjang pendidikan dasar. Sedangkan tujuan pendidikan dasar sebagaimana diyatakan dalam bab II pasal 3 adalah untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan pserta didik untuk mengetahui pendidikan menengah.[18]

b.        Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan kelanjutan dari pendidikan dasar yang diselenggarakan untuk melanjutkan dan meneruskan pendidikan dasar. Sebagaimana termaktub dalam UU no 2 th 1989 tentang SPN bab V pasal 15 disebutkan bahwa :
1)          Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan melangkah pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau perguruan tinggi.
2)          Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan.
3)          Lulusan pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. [19]

Dari UU tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa pendidikan menengah merupakan kelanjutan pendidikan dasar. Pendidikan ini diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta untuk meningkatkan kemepuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya.[20]
Adapun bentuk satuan pendidikan menengah terdiri atas :
1)     Sekolah Menengah Umum
2)     Sekolah Menengah Kejuruan
3)     Sekolah Menengah Keagamaan
4)     Sekolah Menengah Kedinasan
5)     Sekolah Menengah Luar Biasa

c.         Pendidikan Tinggi
     Prinsip pendidikan seumur hidup yang umurnya mendasari pandangan tentang pendidikan khususnya di indonesia, pada dasarnya tidak tidak mendapatkan kedewasaan sebagai satu pembentukan pribadi seseorang. Oleh karena itu bagi anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikan menenah, terbuka kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yakni masuk ke perguruan tinggi.
     Dalam UU no.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional ke V pasal 17 bahwa:
1)     perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang di selenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau provesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
2)     Suatu pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, sekolah tinggi,institut atau universitas.[21]

Dari UU tersebut dapat di ketahui bahwa perguruan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah yang yang diselenggarakan dengan tujuan untuk. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau provesional yang dapat menerapkan mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan teknologi atau kesenian serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya pendidikan nasional.[22]
                
Adapun bentuk pendidikan tinggi terdiri atas:
1)     Akademi
2)     Politeknik.
3)     Sekolah Tinggi.
4)     Institut.
5)     Universitas[23].

B.       KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA

1.         Pengertian Kedisiplinan

Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri sesorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Peraturan dimaksud dapat ditentukan oleh orang yang bersangkutan maupun berasal dari luar.[24] Selanjutnya pengertian disiplin menunjuk kepada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena di dorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya.[25]

Kedisiplinan siswa di sekolah mempunyai pengertian suatu tingkat tata tertib tertentu untuk mencapai kondisi yang lebih baik guna memenuhi fungsi pendidikan.[26] Dalam kamus bahasa Indonesia disiplin diartikan sebagai latihan baik dan watak dengan maksud supaya segala sesuatu mentaati tata tertib.[27] 
Sementara itu James Drever menjelaskan tentang disiplin, menyatakan bahwa kedisiplinan semula sinonimkan dengan education (pendidikan), dalam pemakaian modern pengertiannya adalah kontrol terhadap kelakuan baik oleh sesuatu kekuasaan luar maupun individu itu sendiri.[28]
Sedangkan menurut Charles Schaefter kata disiplin mempunyai arti yang luas, yaitu disiplin dalam mendidik, menuntun, dan mengarahkan anak dalam masa pertumbuhan serta perkembangannya. Tujuan utamanya adalah membuat kedisiplinan dengan memberikan pola tingkah laku yang baik dan benar juga untuk mengembangkan kontrol dan arah. Misalnya berbuat sesuatu tanpa harus di arahkan oleh orang lain (kontrol eksternal).[29]

Berdasarkan pengertian diatas maka kedisiplinan belajar siswa di sekolah dapat dikatakan sebagai kesungguhan jiwa dan raga serta ketaatan dan kepatuhan siswa untuk melaksanakan tata tertib belajar dan tata tertib sekolah dalam tugasnya sebagai pelajar demi keberhasilan dan kebahagiaan dirinya di kehidupan mendatang yaitu mencapai kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidupnya khususnya dalam belajar.


  1. Teori Tentang Belajar
Pada mulanya teori-teori tentang belajar itu dikembangkan oleh para ahli psikologi dan di-Kembangkan oleh para ahli psikologiu dan dicobakan tidak langsung kepada manusia di sekolah, melainkan mengunakan percobaan dengan binatang. Mereka beranggapan bahwa hasil percobaannya akan dapat diterapkan pada proses belajar mengajar untuk manusia.
Pada tingkat perkembangan selanjutnya  baru para ahli mencurahkan perhatiannya pada proses belajar mengajar untuk manusia di sekolah. Penelitian-penelitiannya yang tertuang dalam berbagai teori yang berjenis-jenis, ada yang mereka sebut dengan Programmed text, Teaching machiness, Association theory dll. Teori-teori ini kemudian berkembang pada suatu stadium yan berdasar atau prinsip conditioning yakni pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.

Sehubungan dengan uraian di atas maka kegiatan belajar itu cenderung diketahui sebagai suatu proses psikologis, terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu sulit diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya. Karena prosesnya beitu kompleks, maka timbul beberapa teori belajar. Dalam hal ini secara global ada tiga teori yakni : teori ilmu jiwa daya, ilmu jiwa Gestalf dan ilmu jiwa assosiasi.[30]

a.        Teori belajar menurut ilmu jiwa daya.

Menurut teori ini jiwa manusia itu terdiri dari bermacam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya itu dapat dipergunakan berbagai cara atau bahan sebagai contoh : untuk melatih daya ingat dalam belajar misalnya dengan menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing. Begitu pula untuk daya-daya yang lain. Yang penting dalam hal ini bukan penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dari daya-daya itu. Kalau sudah demikian maka seseroang yang belajar itu akan berhasil.

b.        Teori belajar menurut ilmu jiwa Gestalt
Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Sebab keberadaan keseluruhan itu juga lebih dulu, sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Pengamatan itu penting dilakukan secara menyeluruh. Faktor penting yang merumuskan penerapan dari kegiatan pengamatan ke kegiatan belajar itua adalah Koffka. Dalam mempersoalkan belajar Koffka berpendapat bahwa hukum-hukum organisasi dalam pengamatan itu berlaku atau bisa diterapkan dalam kegiatan belajar.[31] Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa belajar itu pada pokoknya yang terpenting adalah penyeseuaian pertama, yakni mendapatkan respon yang tepat. Karena penemuan respon yang tepat tergantung pada kesediaan dini si subjek belajar dengan segala panca inderanya. Dalam kegiatan pengamatan keterlibatan semua panca indera itu sangat diperlukan. Menurut teori ini memang mudah atau sukarnya suatu pemecahan masalah itu tergantung pada pengamatan.[32]
Menurut aliran belajar ini seseorang belajar jika mendapatkan insting. Insting ini diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu sementara berbagai unsur dalam situasi tertentu.
Dari aliran ilmu jiwa Gestalt ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting antara lain :
1)      Manusia bereraksi dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual tetapi juga secara fisik, emosional, sosial dan sebagainya.
2)      Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3)      Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4)      Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas.
5)      Belajar hanya berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight. 
6)      Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motifasi memberikan dorongan yang menggerakkan seluruh organisme.
7)      Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8)      Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
c.         Teori belajar menurut ilmu jiwa assosiasi.
Ilmu jiwa assosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dari aliran ini ada dua teori yang sangat terkenal yakni : teori Konektionisme dari Thorndike dan teori Conditioning dari Pavlov.
1)      Teori Konektionisme
Menurut Thorndike dasar dari belajar itu adalah assosiasi antara kesan panca indera (sence inpression) dengan impuls untuk bertindak (impuls to action). Assosiasi yang demikian ini dinamakan “connecting”. [33] Dengan kata lain belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi terbiasa atau otomatis.
2)      Teori Conditioning
Kalau seseorang mencium bau sate, air liurpun mulai keluar. Demikian juga kalau seseorang naik kendaraan di jalan raya begitu lampu merah, berhenti. Bentuk kelakuan itu pernah dipelajari berkat conditioning. Bentuk kelakuan semacam itu pernah dipelajari oleh Pavlov dengan mengadakan percobaan dengan anjing. Tiap kali anjing itu diberi makan, lampu dinyalakan. Karena melihat makanan maka air liurnya keluar. Begitu seterusnya, hal itu dilakukan berkali-kali dan sering diulangi sehingga menjadi kebiasaan. Karena sudah menjadi kebiasaan maka pada suatu ketika lampu dinyalakan tetapi tidak diberi makanan, air liur anjingpun keluar. [34]
Dalam praktek kehidupan sehari-hari pola seperti itu banyak terjadi. Seseorang itu akan melakukan suatu kebiasaan karena adanya sesuatu tanda. Misalnya anak sekolah mendengar lonceng kemudian berkumpul. Permainan sepakbola itu akan terhenti kalau mendengar bunyi peluit dll.
Melihat ketiga teori belajar yang dikemukakan menurut ilmu jiwa daya, Gestalt maupun assosiasi ternyata memang berbeda-beda. Namun demikian sebagai teori yang berkait dengan kegiatan belajar belajar ketiganya ada beberapa persamaannya. Persamaan itu antara lain mengakui adanya prinsip-prinsip :
a)        Dalam kegiatan belajar, motifasi merupakan faktor yang sangat penting.
b)       Dalam kegiatan belajar selalua da halangan atau kesulitan.
c)        Dalam belajar memerlukan aktifitas
d)       Dalam menghadapi kesulitan sering terdapat kemungkinan bermacam-macam respon.[35]

3.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan Siswa.

Kedisiplinan yang dilakukan anak tidak akan muncul begitu saja. Kedisiplinan itu tumbuh di dalam jiwa anak dan akhirnya diwujudkan dengan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor yang  masing-masing mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membenuk kedisiplinan siswa atau anak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan anak (siswa) diantaranya adalah:

a.         Faktor Keluarga

Keluarga merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan seorang istri atau dengan kata lain, keluarga adalah perkumpulan yang halal antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersifat terus menerus, dimana yang satu merasa tenteram dengan yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama  dan masyarakat. Dan ketika kedua orang suami-istri itu dikaruniai anak , maka anak-anak menjadi unsur utama ketiga pada keluarga, disamping dua unsur yang sebelunya.[36] 

Seorang  anak,  pertama-tama tumbuh dan berkembang di dalam keluarganya, sehingga keluarga-lah yang pertama mendidik dan mengenalkan kepada anak tentang norma-norma yang baik dan sebaliknya. Baik itu yang berlaku didalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat, termasuk didalamnya tentang kedisiplinan. 

Sebagai orang tua, maka ia berkewajiban untuk mendidik tingkah laku, watak dan kepribadian anak-anaknya. Hal ini karena pendidikan  didalam keluarga  merupakan pijakan bagi anak-anaknya untuk meraih masa depannya. Penanaman watak, kepribadian dan tingkah laku ini, tidak dapat dilaksanakan sekali jadi, tetapi harus dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit, sesuai dengan perkembangan dan pertumguhan anak.

b.         Faktor Sekolah.

Setelah anak dididik didalam lingkungan keluarga oleh orang tuanya dan mungkin oleh anggota keluarga yang lain, maka seiring dengan bertambahnya usia, selanjutnya anak akan memasuki dunia sekolah.

Walaupun pendidikan dalam keluarga merupakan suatu persiapan yang sangat baik umtuk kehidupan moral anak, namun manfaatnya, sangat terbatas, utamanya yang berkaitan dengan kedisiplinan.[37]

Suatu hal yang sangat esensial dalam semangat disiplin yaitu hormat pada peraturan, dimana jarang dapat dikembangkan dalam lingkungan keluarga. Keluarga, khususnya dewasa ini, merupakan kelompok kecil orang–orang  yang satu sama lain saling mengenal dengan baik dan saling berhubungan dengan erat. Karenanya hubungan mereka tidak tunduk pada aturan-aturan umum, impersonal, tak terbatas, tetapi sebaliknya mereka selalu dan biasanya memiliki kebebasan yang menyenangkan, yang membuat mereka menolak setiap pengaturan yang ketat.[38]

Akan tetapi, disatu sisi seorang anak harus belajar menghormati aturan, harus belajar melaksanakan sesuatu yang menjadi tugasnya, karena ia merasa wajib berbuat demikian, sekalipun mungkin tugasnya itu tidak mudah untuk dikerjakan. Pembiasaan semacam itu yang tidak akan dipenuhi secara lengkap didalam keluarga dan harus dibebankan kepada lembaga lain yang disebut sekolah.

Dalam sekolah, seorang anak sangat membutuhkan suri tauladan yang dilihatnya secara langsung dari gurunya yang mendidiknya, sehingga dia merasakan kepastian dengan apa yang dipelajarinya.[39]  Pada perilaku dan perbuatan guru-gurunya, seorang anak akan dapat melihat langsung bahwa perilaku utama yang diharapkan mereka melakukannya adalah hal yang tidak mustahil dan memang dalam batas kewajaran untuk dapat dilaksanakan. Hal itu penting, karena seorang guru mempunyai fungsi ganda dalam pendidikan, yakni selain bertugas untuk memberikan pengetahuan kepada anak didiknya juga bertugas untuk menanamkan nilai-nilai moral yang baik.

Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah peraturan atau tata tertib yang diberlakukan di sekolah. Dalam kenyataannya, memang telah ada sistem aturan menyeluruh di sekolah diantara seorang anak didik harus masuk kelas tepat pada waktunya. Tidak boleh berbuat gaduh di kelas, dan sebagainya. Manakala peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan dikenakan snksi bagi siapa saja yang melanggarnya, niscaya akan terbinalah sikap disiplin pada diri anak.

c.         Faktor Lingkungan Masyarakat

Lingkungan sosial atau masyarakat ialah semua orang (manusia lain) yang mempengaruhi kita.[40] Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung, misalnya dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga, dengan teman-teman, kawan sekolah, kawan sepekerjaan dan sebagainya. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung diantaranya melalui radio, televisi, buku, majalah, surat kabar dan sebagainya.[41]

Tiap-tiap masyarakat mempunyai kebudayaan, sedangkan tiap kebudayaan memiliki norma yang mengatur kepentingan anggota masyarakat agar terpelihara ketertibannya. Dari sinilah terlihat bahwa tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan masayarakatnya.[42]

Demikianlah pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang, termasuk didalamnya pembentukan sikap disiplin. Jadi, jelasnya bahwa lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap disiplin pada diri seseorang khususnya anak didik.                                          

Dalam hal tersebut Sumadi Suryabrata menerangkan secara rinci bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah sebagai berikut :
a.         Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri si pelajar, yang dapat digolongkan lagi menjadi dua golongan, yaitu :
1)        Faktor-faktor fisiologis;
Faktor-faktor fisiologis masih dapat lagi dibagi menjadi dua macam yaitu, “Keadaan jasmani pada umumnya dan kedaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.”[43]
Keadaan jasmani pada umumnya dapat dikatakan yang melatarbelakangi aktivitas belajar, keadaan jasmnai yang dicapek atau lelah akan lain pengaruhnya dengan yang tidak lelah. Dan keadaan jasmani yang segar akan lain pengaruhnya dengan yang kurang segar. Ada dua macam contoh yang perlu dikemukakan kaitannya dalam masalah kedaan jasmani, yaitu :
(a)      Nutrisi.
Nutrisi harus cukup, karena kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan kelesuan, lekas mengantuk dan lekas lelah.
(b)      Beberapa penyakit kronis yang menganggu belajar, seperti pilek, sakit gigi, batuk dan sejenisnya. Kesemuannya sangat menganggu aktivitas belajar.
Keadaan fungsi-fungsi yang dimaksudkan merupakan fungsi-fungsi panca indra. Panca indra merupakan pintu gerbang masuknya pengaruh ke dalam individu. Dengan panca indra orang dapat mengenal dunia luar. Jadi, fungsi panca indra merupakan syarat belajar dapat berlangsung dengan baik.
2)        Faktor-faktor psikologis.
Faktor-faktor ini meliputi beberapa aspek kejiwaan dan aspek yang bersifat ;
-            Intelektual; taraf intelegensi, kemampuan belajar dan cara belajar.
-            Non Intelektual; motivasi, sikap, perasaan, minat, kondisi psikis, kondisi akibat keadaan sosio kultural. [44]

b.        Faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar, dan ini masih dapat digolongkan yaitu :
1)        Faktor-faktor non sosial;
Faktor ini meliputi alam dan benda-benda yang ada disekililing kita selain manusia. Faktor ini tidak terbilang jumlahnya, seperti letak, sosiografi, keadaan udara, iklim, suasana / cuaca, waktu, peralatan belajar dan sebagainya.
Ini semua harus diatur sedemikian rupa, sehingga dapat m,embantu proses belajar secara maksimal. Misalnya, alat-alat pelajaran harus diusahakan untuk memenuhi syarat menurut pertimbangan didaktis, psikologis dan pedagogis.
2)        Faktor-faktor sosial.[45]
Faktor ini meliputi manusia, yaitu kehadiran manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.. Kehadiran seseorang atau orang lain pada waktu seorang belajar, tentu akan menggangu orang yang sedang belajar itu. Sedangkan kehadiran seseorang yang tidak langsung misalnya, potret, suara nyanyian lewat radio, lukisan dan sebagainya.
Faktor-faktor sosial diatas pada umumnya menggangu aktivitas belajar, sehingga perhatian tidak terfokus pada hal-hal yang dipelajari. Dengan berbagai cara faktor tersebut harus diatur, supaya proses belajar berlangsung dengan baik.

C.    Latar Belakang Pendidikan Orang Tua  dan Kedisiplinan Belajar Siswa

Keluarga adalah kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia atau merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan mungkin anggota keluarga yang lain. Disamping itu kelurga juga merupakan salah satu dari Tri pusat pendidikan yang meletakkan dasar pembentukan dan perkembangan pribadi anak.
Orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dan utama dalam hidup anak. Status orang tua sebagai pendidik merupakan konsekuensi logis atas dasar hubungan darah dan amanat Allah. Sejak anak dilahirkan mulailah anak menerima didikan dari orang tua yang dimaksudkan sebagai pembentukan pribadi anak. Kepribadian, sikap dan cara hidup orang tua merupakan unsur-unsur pendidikan yang langsung mungkin tidak langsung dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu.
Jadi dalam hal ini pengetahuan dan pengalaman orang tua akan sangat berpengaruh dalam usaha mendidik anak-anaknya. Semakin banyak atau tinggi pengalaman dan pendidikan orang tua diharapkan akan semakin baik dalam mendidik anak-anaknya, karena setiap orang tua pasti berkeinginan agar anak-anaknya lebih baik dari pada dirinya baik itu dalam bidang pendidikan maupun penghidupannya.
Keluarga akan berjalan dengan harmonis apabila kedua orang tua bekerja sama dalam memberi bimbingan atau pendidikan pada anak-anaknya. Orang tua yang bijaksana akan selalu menanamkan dan menampakkan sikap disiplin dalam segala hal terhadap kegiatan anak-anaknya baik itu yang berhubungan dengan pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang adalah kedisiplinan dakam pelaksanaannya yakni disiplin dalam belajar maupun dalam mengerjakan tugas yang berkaitan dengan sekolah secara kontinue sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. Seseorang yang telah memiliki sikap disiplin, maka secara langsung kesadaran dalam dirinya telah tumbuh.
Seorang anak sebagai pelajar tentunya mempuyai kewajiban untuk belajar. Belajar yang baik adalah belajar yang disertai dengan sikap disiplin dalam pelaksanaannya, karena tanpa adanya sikap disiplin kemungkinan besar tujuan yang diinginkan tidak akan dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Atau mungkin dapat tercapai tetapi tidak maksimal.





[1] Drs. M. Chabib Thoha, Ilmu Pendidikan, Badan Penerbit Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1985/1986, hal. 16.
[2] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung, 1989, hal. 19.
[3] Prof. Dr. R. Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta, 1976, hal. 257.
[4] Prof. H. Zahari Idris, M.A., Dasar Pendidikan, Angkasa Raya, Padang, 1987, hal. 9.
[5] Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Rosda Karya Remaja, Bandung, 1996, hal. 26.
[6] Mustafa Al Ghulayani, Idhatun Nasyi’in, Maktabah Raja Murah, Pekalongan, t.th., hal. 189.
[7] Khurshid Ahmad, Principles of Islaic Education, Islamic Publication Limited, Lahore Pakistan, t.th., hal. 2.
[8] UU RI Nomor 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal. 5-6.
[9] Ibid, hal. 7.
[10] Prof. Drs. Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, hal. 49.
[11] Ibid, hal. 50
[12] PP RI NO. 73 Th 1991 tentang PLS dalam UU No 2 Th 1985 tentang SPN, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal.231
[13] Ibid, hal. 231-232
[14]Ibid, hal. 232
[15] UU No.2 th 1989 tentang SPN, Op.Cit,  hal. 7
[16] Ibid.
[17] PPRI No 28 th 1990, Tentang pendidikan dasar dalam UU no 2 th 1989 tentang SPN , Sinar Grafika, Jakarta, hal. 63-64
[18] Ibid, hal. 64
[19] UU No 2 th 1989 tentang SPN, Op. Cit, hal. 8
[20] Peraturan Pemerintah RI No 29 th 1990 Tentang Pendidikan Menengah, dalam UU No 2 th 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1999, hal. 90
[21] UU No.2 tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Op.Cit. hal..9.
[22] PRI No.30 tahun 1990 tentang pendidikan tinggi dalam UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sinar Grafika, Jakarta 1999 hal..119
[23] Ibid. hal. 121
[24] Drs. Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 114.
[25] Ibid.
[26] prof. Dr. Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap, Op. Cit, hal. 81.
[27] W.J.S. Poerwadarminta, KUBI, Balai Pustaka, Jakarta, 1981, hal. 735.
[28] James Drever, Kamus Psikologi, terj. Nancy Simanjuntak, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 110.
[29] Charles Schaefter, Bagaimana Mempengaruhi Anak, terj. A. Sutardi, Dahara Prize, Semarang, 1989, hal. 11.
[30] Sardiman AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Edisi I cet. ke-7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 30.
[31] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan,  Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1984, hal.,  296.
[32] Sardiman AM., Op. Cit, hal., 32.
[33] Sumadi Suryabrata, Op. Cit., hal. 265.
[34] Ibid., hal. 282.
[35] Sardiman AM. Op. Cit., hal. 37.
[36] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Op. Cit, hal. 346
[37] Emile Durkheim,  Pendidikan Moral, terj. Drs. Lukas Ginting, Erlangga, Jakarta, 1990, hal. 106.
[38] Ibid.
[39] Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, peny. Prof. Dr. H.M.D. Dahlan dan Dr. H.M.I. Soelaiman, CV. Diponegoro, Bandung, 1982, hal. 366.
[40] Drs. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2000, hal. 73.
[41] Ibid.
[42] Drs. B. Simandjuntak, S.H, Latar Belakang Kanakalan Remaja, Alumni, Bandung, 1984, hal. 123.
[43] Ibid., hal. 251.
[44] W. S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Gramedia, Jakarta, 1983,  hal. 43.
[45] Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., MA., S., Ph.D., Psikologi Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta, 1984, hal. 249.

0 Response to "PENDIDIKAN ORANG TUA DAN KEDISIPLINAN SISWA"

Post a Comment