ZIARAH DAN STUDY WISATA 2016
MA MATHOLI’UL HUDA
Sahabat Maha,
Alhamdulillahirabbil ‘Aalamiin atas Rahmat Allah SWT program kegiatan Ziarah dan Study Wisata setiap tahun rutin dilaksanakan, disamping program kegiatan pilihan II yaitu Gerakan Cinta
Perpustakaan bagi siswa kelas XI MA Matholi’ul Huda Pucakwangi.
Kegiatan Ziarah dan Studi Wisata ini dilaksanakan pada Hari Sabtu s.d. Ahad, 16 s.d. 17 April 2016 adapun Obyek Wisata yang akan dikunjungi adalah Makam Sunan Kalijaga Demak, Pantai Indrayanti Gunung Kidul Jogyakarta, Gua Pindul dan Malioboro
Kemudian sesuai dengan amanat Visi dan Misi Madrasah, kali ini
kegiatan study Tour dikemas dalam bentuk Islami yang berciri khas Ahlussunah
Waljama’ah yaitu ziarah ke makam para Wali serta belajar mengagumi keindahan
alam ciptaan Allah. Sebagimana motto yang kami angkat “ BERIBADAH, BELAJAR DAN BEREKREASI “.
Selanjutnya sebagai kelengkapan kami susun buku panduan Ziarah dan
Study Wisata 2016 untuk bahan informasi sekaligus lembar kerja siswa guna
melaporkan setiap kegiatan yang dilaksanakan dilokasikan Ziarah dan Obyek
Wisata.
1.
SUSUNAN PANITIA
No
|
Nama
|
Jabatan
|
Bus
|
Ket.
|
|
Dinas
|
Kepanitiaan
|
||||
1
|
Drs. Abdul Aziz, M.Pd.I
|
Ka. MA
|
Pelindung
|
||
2
|
Drs. Sujarwo
|
Wakasis
|
Ketua
|
||
3
|
Ali Muthohar, S.Pd.I
|
Pembina OSIM
|
Sekretaris
|
||
4
|
Prasetiyawati, S.Pd
|
Bendahara OSIM
|
Bendahara
|
||
5
|
Suatmadi, S.Pd.I
|
TU
|
Sie. Perlengkapan
|
||
6
|
Moh. Syafi’I, S.Pd.I
|
Guru
|
Sie. Perlengkapan
|
||
7
|
Imam Taufiq S, S.Pd.
|
Guru
|
Sie. Perlengkapan
|
||
8
|
Ulil Hikam, SH.I
|
Guru
|
Sie.PPPK
|
||
9
|
Sokip, M.Pd.I
|
Guru
|
Sie. PPPK
|
||
10
|
Suswiyana, S.Pd
|
Guru
|
Sie.Konsumsi
|
||
11
|
Erna Nurdaningsih
|
TU
|
Sie.Konsumsi
|
||
12
|
Naim Matur Radiyah, S.Pd.
|
Guru
|
Sie.Konsumsi
|
||
13
|
Syaiful Amri, S.Pd
|
Guru
|
Sie. PPPK
|
||
14
|
Moh. Ali Ridlo, S.Pd.I
|
Guru
|
Sie.Ibadah
|
2. JADWAL KEGIATAN
No
|
Hari, Tanggal
|
Jam
|
Jenis Kegiatan
|
1
|
Sabtu,
16 April 2016
|
19.00 – 20.00
|
Chek in peserta
|
20.00 – 22.00
|
Berangkat ke Makam Sunan Kalijaga Demak
|
||
22.00 – 23.30
|
Ziarah Sunan Kalijaga
|
||
23.30 – 04.00
|
Perjalanan ke Pantai Indrayanti Gunung Kidul
|
||
2
|
Ahad,
17 April 2016
|
04.00 – 05.00
|
Shalat Jamaah Subuh
|
05.00 – 09.00
|
Wisata di Pantai Indrayanti
|
||
09.00 – 10.00
|
Perjalan ke Gua Pindul
|
||
10.00 – 13.00
|
Wisata di Gua Pindul dan Makan Siang
|
||
13.00 – 14.00
|
Shalat Jamaah Zuhur
|
||
14.00 – 15.00
|
Perjalanan ke Malioboro
|
||
15.00 – 17.30
|
Wisata di Malioboro
|
||
17.30 – 19.00
19.00 – 01.00
01.00 -
|
Ishoma
Perjalanan Pulang
Perkiraan sampai rumah
|
3.
TATA TERTIB PESERTA
a.
Peserta
Ziarah dan Study Wisata 2016 wajib hadir 15 menit sebelum Bus diberangkatkan.
b. Selama
kegiatan siswa wajib menjaga nama baik Madrasah Matholi’ul Huda Sokopuluhan –
Pucakwangi
c.
Siswa wajib
berbusana yang sopan dan tidak melanggar susila berbusana (tidak boleh memakai celana seper empat atau Celana pendek) wajib celana panjang. Khusus bagi siswa putri (tidak boleh
memakai celana pensil atau ketat)
d.
Siswa Putri wajib
membawa (Mukena) atau peralatan Ibadah sendiri.
e.
Siswa wajib
menghormati dan menghargai guru pendamping.
f.
Selama dalam
ziarah dan Obyek wisata, siswa wajib mentaati peraturan yang berlaku di tempat
tersebut.
g.
Selama dalam
Ziarah dan Obyek Wisata, siswa diharapkan tidak berjalan sendirian (nguluyur
sendiri).
h.
Siswa tidak
diperkenankan mengucapkan kata-kata kotor (Jorok) maupun
kata-kata yang tidak sopan kepada siapapun.
i.
Siswa tidak
diperkenankan membawa perhiasan yang mencolok.
j.
Siswa tidak
diperkenankan membawa dan menggunakan rokok baik dalam maupun diluar bus.
k.
Siswa tidak
diperkenankan membawa senjata tajam.
l.
Pada saat
didalam bus, siswa harus duduk dikursi sebagaimana harusnya (tidak boleh
duduk diatas sandaran kursi bus).
m.
Siswa diharapkan
mempersiapan penjemputan pada saat pulang.
n.
Hal-hal yang
belum diatur dan sekiranya diperlukan akan diputuskan kemudian oleh Panitia.
o.
Bus berangkat
dari Madrasah pukul 20.00 WIB.
4. SEKILAS OBYEK WISATA
a.
Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak
Masjid
Agung Demak merupakan Masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau
Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ± 26 km dari
Kota Semarang, ± 25 km dari Kabupaten Kudus, dan ± 35 km dari Kabupaten Jepara.
Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.
Struktur bangunan Masjid mempunyai
nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya
megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung
Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.
Penampilan atap limas piramida
masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1)
Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun
1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden Patah bersama
Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa
bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating
Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka.
Gambar bulus terdiri atas kepala
yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus
berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini
diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini
didirikan pada tanggal 1 Shofar.
Soko Majapahit, tiang ini
berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari
Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika
menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.
Pawestren, merupakan bangunan yang
khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat menggunakan konstruksi kayu
jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati.
Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran
motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m.
Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari
bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.
Surya Majapahit , merupakan gambar
hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli purbakala
menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di
Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M.
Maksurah , merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Maksurah , merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Pintu Bledheg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir
ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan
prasasti “Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun
1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
Dampar Kencana , benda arkeologi
ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah
Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak
tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal
wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah
Mada.
Soko Tatal / Soko Guru yang
berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang
bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata
letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin.
Yang berada di barat laut
didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian
tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur laut karya Sunan
Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai
Soko Tatal.
Situs Kolam Wudlu . Situs ini
dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk
berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun
sudah tidak dipergunakan lagi.
Menara, bangunan sebagai tempat
adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus
menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para
ulama, seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto,
H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.
b.
Pantai Indrayanti
Pantai Indrayanti
Gunungkidul, inilah satu lagi wisata pantai di Yogyakarta
yang patut Anda kunjungi dari Kabupaten Gunungkidul. Pantai Indrayanti, begitu
masyarakat lokal ataupun kalangan wisatawan menyebut pantai yang indah dan
romantis ini.
Nama pantai ini terdengar sedikit aneh, sebab namanya
lebih mirip nama wanita Jawa. Pantai yang terletak di Dusun Ngasem, Desa Tepus,
Gunungkidul ini berdekatan juga dengan destinasi populer lainnya di Gunungkidul Jogja,
seperti Pantai Baron dan Pantai Krakal.
Lokasi Pantai Indrayanti Gunungkidul terletak tepat di
sisi timur Pantai Sundak. Keduanya dibatasi oleh perbukitan karang. Pantai
Indarayati menawarkan keindahan panorama yang unik dibanding pantai-pantai lain
di Gunungkidul. Tidak hanya bentang pasir putih yang mempesona atau megahnya
perbukitan batuan karang, jernihnya air laut yang terlihat biru bersih seolah
mengajak para wisatawan untuk berenang dan berbaur di dalamnya.
Air laut di Pantai Indrayanti ini
memang sungguh bersih, jernih, dan alami karena belum terkontaminasi oleh aneka
limbah. Inilah sebab para penikmat perjalanan selalu menyukai untuk berenang
dan bermain-main air di Pantai Indrayanti tersebut.
Alamat Pantai Indrayanti: Desa Tepus, Kecamatan Tepus, Kab. Gunungkidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta
c.
Gua Pindul
Dari Yogyakarta – Jalan Raya Wonosari
– Piyungan – Bukit Patuk – Hutan Bunder – Jalan Raya Wonosari (Patuk-Playen) –
Lapangan Gading – Pertigaan lampu merah ambil jalan ke kiri (lurus)
– Jalan Raya Wonosari (Playen-Wonosari ambil menuju kota Wonosari) –
Bundaran Siyono (Perempatan yang ada air mancur ditengahnya) ambil arah ke kiri
– Ikuti jalan aspal yang lebar (ada pertigaan belokan ambil kanan) – lurus
hingga lampu merah – Perempatan lampu merah lurus – Ada pertigaan yang sebelah
kiri ada gerbang Desa Bejiharjo belok kiri – Ikuti jalan aspal terus hingga
sampai lokasi yang banyak terdapat tulisan Pindhul/Pindul.
Gua Pindul memiliki panjang sekitar
350 m, lebar hingga 5 m, jarak permukaan air dengan atap gua 4 m, dan kedalaman
air sekitar 5-12 m. Goa ini memiliki 3 zona. zona terang, zona remang, dan zona
gelap. waktu tempuh sekitar 45 menit.
Cavetubing hampir sama dengan rafting.
Jika rafting (arung jeram) adalah kegiatan menyusuri aliran sungai dengan
menggunakan perahu, maka cavetubing adalah kegiatan menyusuri gua menggunakan
ban dalam. Karena aliran air di Gua Pindul ini tenang maka melakukan cavetubing
di Gua Pindul ini juga bisa dilakukan oleh pemula maupun anak kecil bahkan
wanita hamil pernah.
Ditengah Gua, ada sebuah ruangan yang
agak besar, dengan lubang diatasnya yang warga setempat menyebut sumur
terbalik, sinar matahari yang masuk melalui lubang ini membuat suasana semakin
indah. Lubang diatas gua inilah dimana seringkali digunakan sebagai jalan
masuk vertikal oleh anggota TIM SAR atau latihan.
d.
MALIOBORO
Matahari bersinar terik saat ribuan orang
berdesak-desakan di sepanjang Jalan Malioboro. Mereka tidak hanya berdiri di
trotoar namun meluber hingga badan jalan. Suasana begitu gaduh dan riuh. Tawa
yang membuncah, jerit klakson mobil, alunan gamelan kaset, hingga teriakan
pedagang yang menjajakan makanan dan mainan anak-anak berbaur menjadi satu.
Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya rombongan kirab yang ditunggu pun muncul.
Diawali oleh Bregada Prajurit Lombok Abang, iring-iringan kereta kencana mulai
berjalan pelan. Kilatan blitz kamera dan gemuruh tepuk tangan menyambut saat
pasangan pengantin lewat. Semua berdesakan ingin menyakasikan pasangan GKR
Bendara dan KPH Yudhanegara yang terus melambaikan tangan dan menebarkan senyum
ramah.
Itulah pemandangan yang terlihat saat
rombongan kirab pawiwahan
ageng putri bungsu Sultan
Hamengku Buwono X lewat dari Keraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan.
Ribuan orang berjejalan memenuhi Jalan Malioboro yang membentang dari utara ke
selatan. Dalam bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena
pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan
dipenuhi karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah,
posisi Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan
perayaan tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg,
dan Titik Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari
gelaran Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta,
Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai,
Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan
kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau
kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng
Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung
Agung), maupun Loji Setan. Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo
di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan
lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa
menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang
awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara
hingga Stasiun Tugu.
Melihat Malioboro yang berkembang pesat
menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa
Malioboro merupakan baby talk dari "mari yok borong". Di
Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik
cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah
tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang
asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh
pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan
lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit,
blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci
semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut
bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Selain menjadi pusat perdagangan, jalan
yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai
Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini
pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro
pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di
trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan
Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari
mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik
Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati.
Malioboro adalah rangkaian sejarah, kisah,
dan kenangan yang saling berkelindan di tiap benak orang yang pernah
menyambanginya. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme
Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta
memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada
dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku
betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap
Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.
Keterangan: Karnaval dan acara
yang berlangsung di Kawasan Malioboro biasanya bersifat insidental dengan waktu
pelaksanaan yang tidak menentu. Namun ada beberapa kegiatan yang rutin
diselenggarakan setiap tahun seperti Festival Kesenian Yogyakarta pada bulan
Juni hingga Juli, serta Pekan Kebudayaan Tionghoa yang dilaksanakan berdekatan
dengan perayaan tahun baru China (Imlek).
0 Response to "ZIARAH DAN STUDY WISATA MA MATHOLI’UL HUDA 2016"
Post a Comment