REMAJA DAN AKHLAK
A. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Dalam
membahas pengertian tentang remaja, para ahli mempunyai asumsi dan pandangan
yang berbeda beda. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan dan disiplin ilmu yang bebas dan mereka alami, walaupun pada sisi
tertentu memiliki kesamaan.
Menurut
Zakiyah Daradjat mendefinisikan remaja adalah tahap umur yang datang setelah
masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat.[1]
Orang
barat menyebut remaja dengan istilah “puber”, sedangkan orang Amerika
menyebutnya “adolesensi”. Keduanya merupakan transisi dari masa
anak-anak menjadi dewasa. Bila ditinjau dari segi perkembangan biologis, yang
dimaksud remaja adalah mereka yang berusia 12 sampai 21 tahun. Usia 12 tahun
merupakan awal pubertas bagi seorang pemuda ketika ia mengalami mimpi yang
pertama, yang tanpa disadarinya keluar sperma.[2]
Ditinjau
dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan
fisik di mana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya.[3]
Jadi
yang dimaksud masa remaja adalah suatu tingkatan yang ditempuh oleh seseorang
dari masa anak-anak menuju dewasa dengan perubahan-perubahan perkembangan baik
fisik maupun psikis yang berlangsung antara 12 tahun dan berakhir pada usia 21
tahun.
2. Remaja dan Permasalahannya
Berbicara
mengenai problem atau persoalan remaja bertitik tolak dari pendapat Zakiyah
Daradjat yang membagi persoalan remaja menurut larangannya kepada empat macam
yaitu:
a. Persoalan
dengan dirinya.
b. Persoalan
dengan keluarganya.
c. Persoalan
dengan pekerjaannya.
d. Persoalan
dengan masyarakat.[4]
Adapun
persoalan dengan dirinya sendiri, kita bisa mendapatinya kadang-kadang tampak
gembira, kadang-kadang kelihatan murung, kadang kala ia berfikir tentang
lingkungan secara luas dan kadang pula dengan pikiran sempit. Remaja sedang
mengalami perubahan jasmani, mental dan perasaan. Perubahan tersebut terjadi
dengan kecepatan yang tidak sama, terganggulah keseimbangannya dan
kadang-kadang gejolak jiwanya reda-reda diam.
Masa
remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang kadang-kadang
bertentangan satu sama lain misalnya rasa ketergantungan kepada orang tua belum
dapat dihindari. Mereka tidak ingin orang tua banyak campur tangan dalam urusan
pribadinya.
Diantara
sebab atau sumber kegoncangan emosi pada remaja adalah konflik atau
pertentangan yang terjadi dalam kehidupan, baik yang terjadi dalam dirinya
sendiri maupun yang terjadi dalam masyarakat umum atau di sekolah. Diantara
sumber kegelisahan remaja yang penting pula adalah tampak adanya perpedaan
antara nilai ke nilai moral dan kelakuan orang-orang dalam kenyataan hidup.
Misalnya ia mendapat didikan bahwa berdusta itu tidak baik, tapi ia melihat
banyak orang yang berdusta dalam pergaulan hidup ini.[5]
Berbagai
konflik yang dialami oleh remaja menurut Zakiyah Daradjad adalah :
1. Konflik antara
kebutuhn untuk pengendalian diri dan kebutuhan untuk bebas, dan merdeka. Remaja
membutuhkan penerimaan sosial dan penghargaan serta kepercayaan orang lain
kepadanya.
2. Konflik antara
kebutuhan akan kebebasan dan kebutuhan akan ketergantungan kepada orang tua.
3. Konflik antara
kebutuhan seks dan ketentuan agama serta nilai sosial.
4. Konflik antara
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dipelajari oleh remaja ketika ia kecil
dulu dengan prinsip dan nilai yang dilakukan oleh orang dewasa di lingkungannya
dalam kehidupan sehari-hari.
5. Konflik
menghadapi masa depan.[6]
Masalah-masalah
dan transisi (peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang
sebelumnya didahului oleh berbagai peristiwa dan perkembangan dan perubahan,
baik dari segi fisik maupun psikisnya.
3.
Perlunya Pembinaan Remaja
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (indistrialisasi dan modernisasi) menyebabkan
masyarakat berubah pula terutama remaja, kerusakan yang ditimbulkannya tidak
sedikit, sehingga moral pada remaja, moral orang dewasa bahkan moral anak telah
di rusaknya, terutama bagi mereka yang kurang mendapat pendidikan agama sejak
kecil.
Serangan
dan wabah kerusakan moral yang masuk bersama kebudayaan asing yang bertentangan
dengan pancasila itu mudah menyerang dan menimpa masyarakat kita yang memang
sudah mengalami goncangan jiwa dan kehilangan ketentraman batin.
Yang
paling pertama yang menjadi korbannya adalah para remaja, yang dalam diri
mereka sedang berkecamuk segala persoalan dan pertentangan batin, yang tumbuh
akibat pertumbuhan dirinya yang mengalami perubahan dari segi disertai pula
kegoncangan yang sangat berat itu mencari saluran untuk mendapatkan tempat
untuk menumpahkan kegelisahan dan ketegangan batin. Setelah ketegangan yang
bersifat semantara itu mereka rasakan, mereka akhirnya akan bertambah gelisah
dan goncang, lalu mencari sasaran yang lebih hebat lagi demikian seterusnya
sampai akhirnya sengsara batin.
Menghadapi
perilaku remaja yang cenderung untuk mencoba-coba terhadap hal-hal yang baru
tanpa adanya pemikiran dan penghayatan yang mendalam maka perlu sekali diadakan
pengawasan, pengarahan terhadap remaja. Prinsip dasar pembinaan dan
pengembangan generasi muda adalah melalui lingkungan keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Dalam
usaha pembinaan remaja ini menurut Zakiyah Daradjad harus dimulai dari keluarga
yaitu pembinaan ketentraman batin, dalam hal ini dapat ditempuh dengan berbagai
cara antara lain :
a. Orang tua bisa
menjaga kebutuhan dan ketentraman keluarganya.
b. Orang tua bisa
membimbing sejak kecil.
c. Seorang guru
ikut serta membimbing dalam pembinaan mental.
d. Suasana
masyarakat dapat mendukung perkembangan agama.[7]
Sedangkan
menurut Singgih D. Gunarsa dalam rangka pembinaan remaja ini langkah awal mencegah
terhadap perbuatan-perbuatan mungkar, dalam usaha ini menggunakan beberapa cara
antara lain :
a. Tindakan preventif,
segala tindakan yang bertujuan untuk mencegah timbulnya kenakalan.
b. Tindakan represif,
tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja.
c. Tindakan kuratif
dan rehabilitatif yaitu usaha untuk memperbaiki akibat perbuatan nakal terutama
individu yang telah melakukan perbuatan tersebut.[8]
Sedangkan
sistem pendekatannya yaitu :
a. Pendekatan
secara langsung yaitu diberikan secara langsung kepada pribadi remaja itu
sendiri.
b. Memberikan
pendidikan bukan hanya pengetahuan saja, tatapi harus meliputi pendidikan
mental pribadi melalui pengajaran agama.
c. Menyediakan
sering-sering guna menciptakan suasana optimal dari perkembangan pribadi
melalui pengajaran agama.
d. Usaha
memperbaiki lingkungan sekitar, sosial, keluarga, masyarakat, dimana banyak
terjadi kenakalan remaja.[9]
4.
Fungsi Agama bagi Remaja
Pada
pokoknya remaja itu sangat membutuhkan agama dalam hidupnya, terutama untuk
menghadapi kegoncangan jiwanya yang terjadi akibat perkembangan dan berbagai
faktor yang harus mereka hadapi dalam umur yang sangat banyak dihadapkan kepada
berbagai tantangan itu.[10]
Mereka
sangat membutuhkan agama karena agama mempunyai fungsi yang sangat penting
yaitu untuk penenang jiwa dan untuk mengembalikan ketenangan dan keseimbangan
jiwanya .[11]
Memang
sangatlah tepat kalau remaja yang mengalami kegoncangan itu berpegang teguh
kepada agama sebagai pedoman dalam hidupnya, kerena dengan begitu akan dapat
mengatasi kegoncangan yang dialaminya, timbullah kesadaran akan keagungan Tuhan
Yang Maha Esa berkehendak dan berkuasa atas segala sesuatu, sehingga akan
terciptalah anak muda yang berpribadi ikhlas dalam berbuat dan berakhlak mulia.
B. AKHLAK
1.
Pengertian Akhlak
Dalam
kehidupan sehari-hari, istilah akhlak ini sering disamakan pengertiannya dengan
kata budi pekerti, sopan santun, moral dan kesusilaan. Bila dilihat dari segi
bahasa (etimologi) perkataan akhlak (bahasa Arab) adalah bentuk jamak
dari kata khulk dalam kamus al-Munjid berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.[12]
Sedang
pengertian secara istilah banyak sekali ahli di bidang akhlak ini yang
mendefinisikannya. Seperti Imam Ghazali dalam kitab Ihya-nya, mendefinisikan
akhlak adalah :
الحلق عبا رة عن هيئة في النفس راسحة عنها تصدر الإ نفعال بسهو لة
ويسر من غير حاجة الى فكر ورأية. [13]
Artinya
: “Al-Khulk ialah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memrlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Senada
dengan itu, Ibnu Maskawaih dalam bukunya “Tahdhibul Akhlaqi wa Tathrul A’raqi”
mengartikan akhlak sebagai berikut: “Keadaan jiwa seseorang yang mendorong
kepada melakukan perbuatan tanpa pemikiran dan pertimbangan”.[14]
Di
dalam “al-Mu’jim al-Wasit” disebutkan definisi akhlak sebagai berikut:
Artinya
: “Akhlak ialah sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah brrmacam-macam perbuatan, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.
Sedang
Ahmad Amir mengatakan bahwa akhlaq ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa
kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu, maka kebiasaannya itu disebut
akhlak. Contohnya bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu
ialah akhlak dermawan.[16]
Artinya sebuah perbuatan itu dilakukan secara sadar, tidak terpaksa dan
berulangkali sehingga perbuatan itu telah mapan dan mudah mengerjakannya tanpa
pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.
Jadi khulk
(budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbul berbagai macam
perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
terlebih dahulu. Apabila kondisi jiwa (sifat) tadi menimbulkan perbautan baik
dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka disebutlah budi
pekerti yang tercela.[17]
2. Macam-macam Akhlak
Berdasarkan
baik dan buruknya perbuatan yang dilahirkan oleh sifat atau kondisi jiwa
menurut pandangan syari’at dan akal pikiran tersebut. Maka akhlakpun ada 2
macam yaitu :
a. Akhlak yang terpuji
Yang termasuk dalam
akhlak yang terpuji ini antara lain :
1) Maaf, kata maaf
berasal dari bahasa Arab, yaitu al-afw. Al-afw sebagai istilah ajaran akhlak
dalam Islam berarti bahwa seseorang menghapus kesalahan atau membatalkan
melakukan pembalasan terhadap orang yang berbuat jahat atas dirinya.[18]
2) Tawakkal atau
tawakkul (bahasa Arab) berasal dari kata kerja (fi’il) W-K-L, yang berarti
mewakilkan atau menyerahkan. Jika dilihat dari segi istilah, tawakkal berarti
berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil
suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan. Imam Ghozali
merumuskan definisi tawakkal itu sebagai berikut : “tawakkal ialah menyandarkan
kepada Allah Subhanahu Wata’ala tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar
kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana, dengan
jiwa yang terang dan hati tentram.[19]
3) Sabar, secara
etimologi sabar berarti teguh hati tanpa mengeluh ditimpa bencana. Yang dimaksud
dengan sabar menurut pengertian Islam ialah tahan menderita sesuatu yang tidak
disenangi dengan ridho dan ikhlas serta berserah diri kepada Allah.[20]
4) Merasa cukup
(Qonaah) artinya suka menerima apa yang ada, maksudnya rela dengan pemberian
yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada dirinya, karena merasa bahwa memang
itulah yang sudah menjadi pembagiannya.[21]
5) Dan masih
banyak lagi akhlak terpuji ini, seperti: bersyukur, jujur, amanah, at-taubah,
asy-syaja’ah dan sebagainya.
b. Akhlak yang tercela
Yang termasuk akhlak
yang tercela ini antara lain :
1) Dengki (hasad)
yaitu menginginkan orang lain kehilangan sesuatu yang baik.[22]
2) Dendam (hiqd)
yaitu keadaan jiwa di mana rasa permusuhan seorang pemarah mencekam kukuh dalam
jiwanya.[23]
3) Kesombongan
yaitu keadaan jiwa yang memandang tinggi diri sendiri (izza) dan rasa
diri hebat (ta’azhushum).[24]
4) Dan masih ada
lagi seperti riya’, bakhil, laba, bohong, amarah, kianat dan sebagainya.
3.
Materi Akhlak
Yang
dimaksud dengan materi akhlak disini adalah isi dari ajaran akhlak itu sendiri.
Pada pokoknya materi akhlak itu adalah meliputi akhlak terpuji yang harus
dimiliki dan akhlak yang tercela yang harus dijauhi dalam hubungannya kepada
Allah, diri sendiri, sesama manusia dan makhluk lain atau alam sekitar. Dan
dalam pembahasan ini hanya mengenai akhklak manusia terhadap Allah dan sesama
manusia.
a.
Akhlak manusia terhadap Allah
Manusia
sebagai makhluk Allah memiliki tugas dan kewajiban untuk beriman kepada-Nya dan
sebagai kesempurnaan iman yaitu dengan merealisasikannya dalam bentuk amal
(taqwa). Yang dimaksud disini adalah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya sifat-sifat yang merupakan manifestasi iman dan taqwa itu antara
lain adalah syukur atas nikmat yang Allah berikan dan sabar atas bencana yang
Allah timpakan.[25]
Ikhlas dalam setiap perbuatan, mohon ampun pada-Nya atas segala dosa dan
kesalahan yang telah diperbuat, baik lahir maupun batin, selalu bertawakal atas
segala doa dan usaha yang telah dilakukan. Dan dengan kekuatan iman inilah
sesungguhnya manusia mampu menghadapi segala persoalan hidup dengan akhlak yang
mulia, tidak mudah terpancing oleh hal-hal yang tidak baik.
b.
Akhlak terhadap sesama manusia
Mengenai
akhlak manusia terhadap sesama manusia ini, meliputi akhlak kepada kedua orang
tua, guru, saudara, teman, tetangga dan anak yatim serta fakir miskin. Untuk
lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
1) Akhlak terhadap
kedua orang tua
Islam
telah mewajibkan kepada umatnya untuk berbakti kepada kedua orang tua. Secara
garis besar perintah untuk berbakti kepada orang tua ini antara lain terdapat
dalam surat Luqman ayat 14 sebagaimana berikut :
ووصّينا الأنسان بوالديه ج حملته امّه وهنا على وهن
وفصله فى عامين ان اشكر لى ولوا لديك قلى الىّ المصير (لقمان : 14)
Artinya
: “Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua ( ibu bapakmu ), ibunya yang
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua ( ibu bapakmu ),
hanya kepada-Kulah kembalimu”.[26]
Adapun
cara berbakti kepada kedua orang tua tersebut di antaranya adalah :
a) Mematuhi ibu
bapak dalam setiap perilakunya kecuali jika anak diperintahkan berbuat maksiat,
ini tidak perlu dipatuhi.
b) Banyak
mendoakan dan meminta ampun bagi mereka.
c) Tidak boleh
keluar rumah jika mereka tidak mengizinkan.
d) Segera
mengindahkan panggilan mereka jika mereka memanggilnya.
e) Mendoakan
mereka lebih-lebih setelah mereka wafat. Banyak mengulang firman Allah “Ya
Allah, kasihinilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku waktu kecil”.[27]
2) Akhlak terhadap
guru
Guru
adalah orang yang sangat berjasa bagi umat manusia di muka bumi ini, karena
lewat gurulah manusia mengetahui rahasia-rahasia alam (ilmu pengetahuan), maka
Nabi SAW berwasiat agar siswa itu memiliki adab terhadap gurunya antara lain
sebagai berikut :
a) Seorang murid
hendaknya bersikap tawadhuk (rendah hati) kepada gurunya.
b) Seorang murid
hendaknya memandang gurunya dengan penuh hormat.
c) Seorang murid
hendaknya duduk di depan gurunya dengan sopan, tenang, merendah diri dan
hormat, mendengarkan, memperlihatkan dan menerimanya tanpa menoleh
kesana-kemari kecuali jika perlu, tidak gelisah karena mendengar kegaduhan,
terutama saat guru mengajar.[28]
3) Akhlak terhadap saudara
Yang
dimaksud saudara di sini adalah saudara kandung. Terhadap saudara kandung
hendaklah memiliki sifat mencintai mereka sehingga dapat berbuat lembut dan
baik kepada mereka, menghormati yang lebih dewasa, menyayangi yang lebih kecil,
ikut merasakan duka cita mereka, serta siap memberikan pertolongan dan bantuan.[29]
4) Akhlak terhadap teman
Yang
dimaksud teman di sini adalah saudara muslim yang kita sering bergaul
dengannya. Islam telah mengajarkan tata cara dan kewajiban terhadap sesama
teman, yaitu antara lain :
a) Mengucapkan
salam jika ketemu, sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu
Hurairah, yang artinya: “Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman.
Kalian tidak beriman sebelum kalian mencintai. Maukah kalian kutunjuki sesuatu
yang jika kalian lakukan akan menimbulkan rasa saling cinta? Sebarkanlah ucapan
assalamu’alaikum diantara sesamamu”
b) Menjenguk jika
teman sakit, sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori dari
Abu Musa, yaitu :
عودوا
المريض واطعموا الجائع وفكّو العانى.
Artinya
: “Jenguklah orang sakit, berilah makan
orang lapar, dan bebaskanlah orang ditahan”.[30]
c) Mendoakan jika
bersin, dengan “Alhamdulillah” (orang yang bersin) dan mendengar “Yarhamukallah”
serta “Yahdikumullah” bagi yang bersin.
d) Memenuhi
undangannya, jika saudara kita (teman) memberi undangan untuk menghadiri
hajatnya maka kita wajib menghadirinya.
5) Akhlak terhadap
tetangga
Yang
dimaksud tetangga disini adalah orang yang hidup dalam lingkungan kita atau
yang lebih luas lagi, sering kita sebut masyarakat. Dalam hal ini ada beberapa
kewajiban yang harus diperhatikan oleh masing-masing, antara lain :
a) Menunjukkan
wajah yang jernih terhadap mereka.
b) Tidak menyakiti
mereka, baik yang lesan maupun perbuatan.
c) Menghormati dan
tenggang rasa terhadap mereka.
d) Memberi
pertolongan apabila mereka membutuhkan.[31]
6) Akhlak terhadap fakir miskin dan anak yatim
piatu
Terhadap
fakir miskin dan anak yatim piatu hendaklah bersikap :
a) Menyayangi dan menghormati mereka sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Dhuha ayat 9 – 10 yaitu sebagai berikut :
فامّااليتيم فلا تقهر وامّا السّا ئل فلا تنهر.
Artinya
: “Adapun terhadap anak yatim, maka
jangan kau paksakan, dan terhadap peminta-minta jangan kau bentak-bentak”.[32]
b) Memberi bantuan kepada mereka
Rasulullah
telah memberikan tuntunan dalam sabdanya, yang artinya: “Abu Hurairah berkata,
bersabda Nabi Muhammad SAW orang yang usaha membantu janda dan orang miskin,
bagaikan orang yang berjihad fi sabilillah, bahkan bagaikan orang yang tidak
pernah berhenti puasa dan bangun sembahyang malam”.[33]
4. Dasar dan Tujuan Pembinaan Akhlak
a.
Dasar pembinaan akhlak
Sebagai
dasar pembinaan akhlak ini adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dalam surat Ali
Imron Ayat 104 yang berbunyi :
ولتكن منكم امّة يدعون الى
الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر واولئك هم المفلحون.(ال عمران : 104)
Artinya
: “Dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”.[34]
Dan dalam haditspun
dinyatakan :
اكرموا اولاد كم واحسنوا اديهم, فانّ اولاد
كم هدية اليكم.(رواه ابى ماجه)
Artinya
: “Hormatilah anak-anakmu sekalian dan
perbaikilah pendidikan mereka, karena anak-anakmu sekalian adalah karunia
(Allah) kepadamu sekalian”. (HR. Ibnu Majah)[35]
Adanya
perintah-perintah itu menunjukkan bahwa akhlak itu ada kemungkinan untuk
berubah. Imam al-Ghazali sendiri berpendapat andaikata akhlak itu tidak
berubah, maka tidak ada arti pesan-pesan, petunjuk-petunjuk dan
pendidikan-pendidikan, dan mengapa Rasulullah SAW bersabda : “perbaikilah budi
pekertimu sekalian”.[36]
b. Tujuan Pembinaan Akhlak
Karena
pembinaan mengandung unsur pendidikan, sedang akhlak (budi pekerti) adalah
jiwa dari pendidikan Islam, maka tujuan pembianaan
akhlak sama dengan tujuan pendidikan Islam yaitu pembentukan akhlak dan budi
pekerti yang sanggup mengahasilkan
orang-orang yang bermoral, laki-laki
maupun wanita, jiwa yang bersih, kemaauan yang keras, cita-cita yang
benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya,
menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk dengan baik, memilih suatu
fadhilah karena cinta fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela dan
mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang mereka lakukan.[37]
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak
Untuk
tercapainya pembinaan akhlak ini, ada 2 faktor yang mempengaruhi, yaitu pertama faktor dari dalam diri manusia itu
sendiri, maksudnya adalah adanya kemauan menahan diri (mujahadah) dan
melatih diri (riyadhah), yakni bersusah payah melakukan amal perbuatan
yang bersumberkan akhlak yang baik, sehingga menjadi kebiasaan dan sesuatu yang
menyenangkan.[38]
Dan yang kedua adalah faktor dari luar diri manusia tersebut.
Ada 4
lingkungan yaitu lingkungan keluarga, Madrasah (sekolah), masyarakat (mujtama’)
dan masjid (maqomul ibadah), yang keempat lignkungan pendidikan
inididi dalam konsep pendidikan Islam biasanya disebut dengan istilah “catur pusat pendidikan Islam”
a. Lingkungan
Keluarga
Para
ahli ilmu pendidikan Islam sepakat mengakui bahwa lingkungan keluarga sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak didik. Maka sudah semestinyalah
setiap keluarga muslim berusaha untuk menciptakan lingkungan keluarganya
masing-masing menjadi lingkungan yang paedagogis
religius, lingkungan yang penuh
nilai-nilai pendidikan dan keagamaan yang indah.
b. Lingkungan
Madrasah (sekolah)
Lingkungan
madrasah (sekolah) menjadi sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan anak-anak didik, karena memang
sekolah/ madrasah dibuat dalam rangka untuk mempengaruhi anak didik. Oleh
karena itu, maka menjadi kewajiban umat Islam untuk menyelenggarakan madrasah/
sekolah yang Islami.
c. Lingkungan
Masyarakat (Mujtama’)
Lingkungan
masyarakat besar pula pengaruhnya terhadap perkembangan anak didik, karena
dalam kenyataannya, lebih-lebih setelah anak memasuki Murahiq (remaja),
anak akan menghabiskan sebagaian besar
waktunya utnuk berada di lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu menjadi
tugas para orang tua dan pendidik untuk memulihkan teman-teman pergaulan
anak-anaknya dengan teman-teman yang baik budi pekertinya, dan menjauhkan
mereka bergaul dengan teman-teman yang
buruk budi pekertinya.
d. Lingkungan
Masjid (Maqamul Ibadah)
Berdasarkan
sunah Rasulullah, masjid bukanlah hanya sekedar pusat aktifitas peribadahan
hanya sekedar pusat aktifitas peribadahan didalam Islam tapi juga sebagai pusat
sosial dan budaya, serta aktifitas-aktifitas umat Islam lainnya. Walaupun saat
ini terlihat ada pengurangan fungsi masjid, namun msih tetap sebagai pusat
berbagai aktifitas umat Islam. Dan tidak mungkin umat Islam dalam hidup
kesehariannya dapat terlepas dari masjid dan tempat-tempat iabadah lainnya.[39]
- Metode
Pembinaan Akhlak
Rasulullah
sebagai pembawa ajaran tentang tingkah laku, memang diutus Allah untuk membina
dan menyempurnakan akhlak yang mulia terhadap umat manusia. Menurut Fatkhur
Rahman, metode-metode yang beliau pergunakan adalah sebagai berikut :
a. Nasehat/
ceramah dengan segala variasinya untuk membantu dalam memberikan pelajaran.
b. Tanya jawab
dengan segala tipenya.
c. Mengambil i’tibar dari kisah.
d. Tasybih bisy-syahid ‘aril ghoib
(mengkonkritkan masalah yang bersifat abstrak).
e. Memberikan
tugas atau resitasi.
f.
Tahbiqiyah
(peragaan).
g. Musyawarah
(diskusi).
h. Tamsiliyah (memberikan perumpamaan yang
konkrit kepada yang lebih faktuil)
i.
Rihlah
ilmiah (kunjungan ilmiah).
j.
Muhatabah
(korespondensi).
k. Hafadah (hafalan).
l.
Faham (pemahaman).
m. At-tathbiqil ‘amali
(pengamalam mempraktekkan).
n. At-taisiry (mempermudah).
Kemudian
dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi :
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن
كان ير جوا الله واليوم الاخير وذكرالله كثيرا (الحزاب : 21)
Artinya
: “Sesungguhnya telah ada pada (dia) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah, dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.[41]
Dari
situ dapat dimengerti bahwa dalam diri Rasulullah itu terdapat suri tauladan
yang baik, yang berarti juga merupakan suatu cara beliau dalam membina akhlak
umat yaitu dengan memberikan contoh berakhlak mulia.
[1]Zakiyah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan,
Cet. 2, Ruhama, Jakarta, 1995, hal. 8.
[2]Zulkifli, Psikologi Perkembangan, Rosda Karya,
Bandung, 1989, hal. 63.
[3]Sunarto dan Agung Hartono, Perkembangan Peserta
Didik, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal 53.
[4]Zakiyah Daradjat, Memahami Persoalan Remaja,
Bulan Bintang, Jakarta, 1983, hal. 11.
[5]Zakiyah Darodjad, Remaja Harapan dan Tantangan,
Cet. 2, Op Cit, Hal 41.
[6]Zakiyah Daradjad, Remaja Harapan dan Tantangan,
Cet. 2, Op Cit, hal 60.
[7]Zakiyah Daradjad, Pembinaan Remaja, Bulan
Bintang, Jakarta, 1982, hal 47.
[8]Singgih D. Gunarsa dan Singgih Gunarsa, Psikologi
Remaja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1991, hal 161.
[9] Singgih D Gunarsa dan Singgih Gunarsa, Op. Cit,
hal 162.
[10]Zakiyah Daradjad, Pembinan Remaja, Jakarta,
Bulan Bintang, 1975, hal. 81.
[11]Zakiyah Daradjad, Peranan Agama dalam Kesehatan
Mental, Jakarta, Gunung Agung, 1982, hal 90.
[12]Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta,
Raja Grafindo, 1994, hal. 1.
[13]Ibid, hal.
3.
[14]Djarnawi Hadikusumo, Ilmu Akhlak Teori dan Praktek,
Yogyakarta, Penerbit Persatuan, Yogyakarta, 1980, hal. 4.
[15]Asmaran AS, Op. Cit, hal. 2.
[16]Ibid.
[17]Ibid, hal.
3.
[18]Ibid, hal.
213.
[19]Ibid, hal
223.
[20]Ibid, hal.
228.
[21]Ibid, hal.
233.
[22]M.Abdul Quasen dan Kamil, Etika al-Ghazali,
Bandung, Penerbit Pustaka, 1988, hal. 136.
[23]Ibid, hal.
Hal. 133.
[24]Ibid, hal.
154.
[25]Ibid, hal.
16.
[26]Al-Qur’an, Surat Luqman Ayat 14, Yayasan Penyelenggara
Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI,
1989. hal. 654.
[27]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Sosial Anak,
Bandung, Remaja Rosda Karya, 1992, hal. 49.
[28]Ibid, hal.
71-74.
[29]Ibid, hal.
51.
[30] Bukhori, Shohih Bukhari, Dar al-Fikr, Beirut, 1994,
hal 60.
[31]Asmaran AS, Op. Cit, hal. 179.
[32]Al-Qur’an, Surat Adh-Dhuhaa ayat 9–10, yayasan Penyelenggara
penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama,
1989, hal 1071.
[33]Salim Bahreisj, Op. Cit, hal. 266.
[34]Al-Qur’an, Surat Ali Imron Ayat 104, Yayasan
Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen
Agama, 1989. hal. 93.
[35]Ibnu Majah Khafid bin Abdullah, Dar al-Fikr, Beirut,
1994, hal 36.
[36]Imam Ghazali, Keajaiban Hati, Jakarta, Tinta
Emas, 1984, hal. 147.
[37]Athiyah al-Abrasyi, Op. Cit, hal. 103.
[38]Abdul Quasem dan Kamil, Op. Cit, hal. 93.
[39]Abu Tauhied, Beberapa Aspek Pendidikan Islam,
Yogyakarta, Sekretariat Ketua Jurusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga,
1990, hal. 130-136.
[40]Muhammad Zein, Metodologi Pengajaran Agama,
Yogyakarta, PN. AK. Group bekerja sama dengan indra buana, 1995, hal. 253.
[41]Al-Qur’an, Surat Al-Ahzab Ayat 21, Yayasan
Penyelenggara Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen
Agama RI, 1989. hal.
0 Response to "REMAJA DAN AKHLAK"
Post a Comment