HUBUNGAN EKONOMI KELUARGA DENGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Masalah Ekonomi Keluarga
Sebelum berbicara mengenai ekonomi keluarga maka akan
penulis jelaskan tentang pengertian ekonomi.
1. Pengertian
ekonomi
- Ekonomi
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia baik secara
individu maupun kelompok masyarakat (dapat berbentuk badan hukum maupun tidak
serta dapat pula berbentuk penguasaan/ pemerintah) dalam memenuhi kebutuhan
hidup baik kebutuhan material maupun spiritual (jasmani dan rohani) dimana
kebutuhan tersebut cenderung mengarah menjadi tidak terbatas, sedangkan sumber
pemenuhan kebutuhan tersebut sangat terbatas.[1]
- Ekonomi
adalah sesuatu yang membahas tentang kebutuhan-kebutuhan manusia dan
sarana-prasarana pemenuhannya (ilmu yang membahas tentang produksi dan kualitasnya
serta bagaimana menentukan dan memperbaiki sarana-prasarananya).[2]
- Ekonomi
adalah ilmu yang pada dasarnya mempelajari tentang upaya manusia baik sebagai
individu maupun masyarakat dalam rangka melakukan pilihan penggunaan sumber daya
yang terbatas guna memenuhi kebutuhan (yang pada dasarnya bersifat tidak
terbatas) akan barang dan jasa.[3]
- Ekonomi
adalah ilmu yang membahas masalah manusia dan sistem sosial yang
mengorganisasikan aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dasar (yaitu
pangan, papan dan sandang) dan keinginan non material (seperti pendidikan,
pengetahuan dan pemuasan spiritual).[4]
- Ekonomi
adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan dengan upaya
manusia secara perseorangan (pribadi), kelompok (keluarga, suku bangsa,
organisasi) dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada
sumber yang terbatas.[5]
Untuk menapak uraian lebih lanjut ada tiga macam
definisi yang dipandang merupakan definisi-definisi terpenting, diantaranya
menurut para ahli atau tokoh yaitu :
a). Adam Smith, berpendapat bahwa
ilmu ekonomi adalah ilmu kekayaan atau ilmu yang khusus mempelajari
sarana-sarana kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus
terhadap sebab-sebab material dari kemakmuran, seperti hasil-hasil industri,
pertanian dan sebagainya.
b). Marshall
berpendapat bahwa ekonomi adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha individu dalam
ikatan pekerjaan dalam kehidupannya sehari-hari. Ilmu ekonomi membahas bagian
kehidupan manusia yang berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapat dan
bagaimana pula ia mempergunakan pendapat itu.
c). Ruenez
mendifinisikan bahwa ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhannya dengan sarana-sarananya yang terbatas
yang mempunyai berbagai macam fungsi.[6]
2. Pengertian
keluarga
Keluarga diartikan sebagai suatu masyarakat terkecil
yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Hubungan antara
individu dengan kelompok disebut primari group. Kelompok yang melahirkan
individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat dan
fungsi keluarga tidak hanya sebatas sebagai penerus keturunan. Namun masih
banyak hal mengenai kepribadian yang dapat diruntut dari keluarga.
Dalam sebuah keluarga biasanya terdiri dari seorang
individu (suami) dan individu lainnya (istri dan anak-anaknya) yang selalu
menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala rasa baik suka
maupun duka dalam kehidupan dimana menjadikan keeratan dalam sebuah ikatan
luhur hidup bersama.
Kewajiban keluarga sebagai kelompok pertama yang
dikenal keluarga hendaknya :
a). Selalu
menjaga dan memperhatikan cara pandang individu terhadap kebutuhan-kebutuhan
pokoknya, baik itu bersifat organik maupun yang bersifat psikologis.
b). Mempersiapkan
segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pendidikan artinya keluargalah yang
mempunyai tanggungjawab moral pada pendidikan anggota keluarga.
c). Membina
individu kearah cita-cita dan menanamkan kebiasaan yang baik dan benar untuk
mencapai cita-cita tersebut.
d). Sebagai
modal dalam mesyarakat yang menjadi acuan baik untuk ditiru dan menjadi
kebanggaan masyarakat setempat.[7]
Adapun fungsi keluarga yang lain adalah berkembang biak
mensosialisasikan atau mendidik anak, menolong, melindungi atau merawat orang
tua/ jompo.[8]
Pendapat lain mengatakan fungsi keluarga meliputi pengaturan seksual,
reproduksi, sosialisasi, pemeliharaan dan kontrol sosial.[9]
Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi keluarga adalah
suatu kajian tentang upaya manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang bertanggungjawab
atas kebutuhan dan kebahagiaan bagi kehidupannya (sekelompok komunitas dari
masyarakatnya).
Bila fungsi keluarga dapat terlaksana dengan baik
dalam kehidupan dan kemakmuran tercapai, maka kesejahteraan hidup kelurga akan
terwujud. Adapun kemakmuran yang dicapai keluarga dibidang ekonomi dapat
menaikkan tingkat kemampuan, memiliki sesuatu yang dihargai dalam kehidupan
masyarakat dan melahirkan lapisan sosial yang mempunyai kedudukan tingkat/
atas. Dengan adanya perbedaan tingkatan atau lapisan sosial ekonomi yang
terdapat disetiap keluarga mempunyai gaya
berbeda dan bervariasi sesuai kemampuan pendapatan setiap keluarga sendiri.
Menurut Teery Page dan Jib Thomas mengatakan bahwa “socio economic status, persons position in
any given group society or culture, as determined by wealth occuption and
social class”, artinya status sosial ekonomi merupakan posisi atau kedudukan
seseorang pada kelompok sosial yang diberikan atau yang ada sebagaimana
dibatasi oleh kekayaan, tempat tinggal, pendidikan dan tingkat sosial lainnya.[10]
Dengan demikian status sosial yang dimiliki keluarga
atau seseorang merupakan suatu identitas yang sangat besar pengaruhnya dalam
masyarakat. Dengan status itu pula terkadang menyangkut derajat seseorang atau
keluarga. Namun dapat juga sebaliknya, dengan status yang dimiliki tersebut
akan dapat menurunkan derajat seseorang. Itulah pandangan dunia materialistis.
Dari realitas itulah dapat dipahami bahwa betapa
pentingnya syari’at Islam yang memberikan pedoman, tuntunan dan menunjukkan
jalan hidup dan kehidupan kearah kemaslahatan, terhindar dari kemelaratan
(kemadhorotan). Ada
pun yang dimaksud kemaslahatan adalah segala sesuatu yang menjadi hajat hidup,
dibutuhkan dan menjadi kepentingan yang berguna dan mendatangkan kebaikan bagi
seseorang manusia.[11]
Ajaran Islam menginginkan dan menjamin terwujudnya
kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Dalam arti bahwa ajaran Islam menghendaki
agar menusia menjalani dan menikmati suatu kehidupan yang sejatera dan bahagia
terhindar dari derita dan nista baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Ekonomi berperan sebagai upaya dalam membebaskan
manusia dari cengkrama kemelaratan. Dengan ekonomi yang cukup atau bahkan
tinggi, seseorang akan dapat hidup sejahtera dan tenang, sehingga orang yang
jiwanya tenang akan berpeluang secara baik untuk meraih kehidupan akherat yang
lebih baik pula. Hal tersebut ditandai adanya orang yang tenang dapat melakukan
ibadah dengan tenang dan dari hartanya pula seseorang melakukan amal jariyah,
dimana orang mengharapkan pahala dari Allah untuk kebahagiaannya kelak di
yaumul qiyamah (sebagaimana kewajiban seorang hamba yang beriman dan bertaqwa
kepad Tuhan).
Jadi jelas bahwa sosial ekonomi keluarga dari suatu masyarakat
sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan dari anggota keluarga
itu sendiri serta masyarakat lingkungan.
Masalah yang berhubungan dengan ekonomi keluarga yang
tidak kalah penting adalah masalah kesejahteraan kelurga. Apakah yang disebut
dengan keluarga sejahtera atau bahagia ? karena ukuran kebahagiaan seseorang
tidaklah sama (relatif) meskipun demikian dapatlah ditinjau dari kebutuhan
pokok manusia yang mendatangkan kebahagiaan atau kesejahteraan tersebut.
Sebagaimana Firman Allah : (Al-Qhasas : 77)
وا بتغ فيما اتك الله الدارالا خرة ولا تنس نصيبك من
الد نيا........
Artinya : “Cariah
kehidupan kaherat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu dan kamu tidak
boleh melupakan kehidupan dunia”.[12]
Adapun yang dinamakam sejahtera, aman, tentram dan
bahagia ialah apabila keluarga itu dapat terpenuhi semua
kebutuhan-kebutuhannya.[13]
Sedangkan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia yang mendatangkan kesejahteraan ada
2 hal, yaitu :
a) Kebutuhan jasmani yang meliputi : makanan, pakaian, perumahan,
kesehatan dan tata laksana rumah tangga.
b) Kebutuhan rohani yang meliputi : rasa aman, ketentraman, rasa
puas, rasa harga diri, rasa tanggungjawab, dihormati, disayangi dan lain-lain.[14]
Dalam Islam juga mengarahkan manusia untuk
berkehidupan yang berkualitas dan bermutu, baik barang, pekerjaan, kondisi
badan yang berkualitas akan dapat membuahkkan
hasil yang maksimal, dari Tuhan yang menjadi harapan seseorang.
Kehidupan yang demikian tentunya berpangkal dari keselamatan
yang berkembang menjadi kesejahteraan, kecukupan, kemudahan dan kenyamanan yang
bermuara pada kebahagiaan.
3. Tingkat
Sosial Ekonomi Keluarga
Proses terjadinya pelapisan sosial atau penggolongan
status sosial dalam masyarakat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun
untuk mengajar sesuatu tujuan bersama. Penggolongan ststus sosial ekonomi
keluarga antara satu dengan yang lain berbeda dimana dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan yaitu tinggi, menengah dan rendah.[15]
Dengan adanya tingkat sosial ekonomi keluarga tersebut
maka sangat berpengaruh terhadap gaya
hidup tingkah laku mental seseorang dalam masyarakat (tempat tinggalnya). Perbedaan
itu akan tampak pada pendidikan, cara hidup keluarga, jenis pekerjaan, tempat
tinggal/ rumah dan jenis barang yang dimiliki setiap keluarga baik bagi orang
tua maupun anaknya.
Anak yang berasal dari keluarga yagn tingkat sosial
ekonomi tinggi secara otomatis tidak mengalami hambatan dan kesulitan dalam
memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Dengan
terpenuhinya kebutuhan seseorang dapat bertambah semangat dan bergairah untuk
hidup dalam usahnya untuk memperoleh prestasi yang baik dan berkualitas
sebagaimana yang dicita-citakan, sebab alat atau sarana untuk mendapatkan
kebutuhan tersebut telah terfalitisasi.
Sebaliknya seorang anak dari keluarga yang sosial
ekonominya sedang atau menengah sudah barang tentu pemenuhan kebutuhannya tidak
dapat terfasilitasi sebagaimana mereka yang berasal dari keluarga ekonomi atas.
Ekonomi sedang atau pas-pasan biasanya masing-masing anggota keluarga dibatasi
agar dapat melangsungkan kebutuhan dengan kemampuan yang ada, disini diperlukan
perencanaan yang baik dengan pelaksanaan dan kontrol yang tetap.
Adapun anak yang sangat memperhatikan dan perlu
mendapatkan perhatian adalah anak-anak sosial ekonominya rendah, dimana segala
kebutuhan serba terbatas dan kekurangan bahkan anak di tuntut untuk membantu
bekerja orang tuannya atau bekerja untuk biaya sekolahnya dan kebutuhan
hidupnya.
Adapun perbedaan tingkat sosial ekonomi kelurga di masyarakat,
maka standar kehidupan setiap keluarga tidak sama karena standar kehidupan
setiap keluarga merupakan suatu tingkatan hidup yang telah dipilih oleh
keluarga dan pada tingkatan inilah keluarga berusaha menempatkan dirinya dan
standar kehidupan menentukan batasan-batasan yang diakui seseorang dalam
usahanya mencapai tujuan hidup.
Standart kehidupan (patokan tentang ukuran terhadap
sesuatu) yang dipandang layak sesuai ukuran yang ditetapkan (pribadi,
masyarakat, bangsa, negara dan dunia). Jika stndart kehidupan itu akan tercapai,
maka orang akan emrasa puas, begitu pula sebaliknya bila yang telah ditetapkan
dan dicita-citakan tidak tercapai akan mengalami ketidakpuasan dan kekecewaan.
Dari kegagalan yang dialami akan mengakibatkan suatu rasa ketidak senangan dan
ketidak tengangan jiwa. Bahkan dapat mendorong seseorang untuk bertindak nekat
kearah yang negatif merugikan diri sendiri dan orang lain atau merusakkan,
meresahkan masyarakat.
Pencapaian standar kehidupan perlu dilakukan dengan
cara yang dapat diterima oleh orang lain atau kelompok, sesuai dengan
nilai-nilai/ norma yang berlaku di masyarakat. Dalam mencapai standar kehidupan
untuk memenuhi kebutuhan setiap keluarga harus sesuai dengan kemampuan. Sebab
dalam kenyataan keadaan ekonomi keluarga atau masyarakat dan standar kehidupannya
tidak sama, ada yang tergolong tinggi/ kaya serba kemewahan, ada yang menengah/
sedang atau cukup dan rendah/ miskin.
Dalam relaita kehidupan bahwa besar kecilnya
penghasilan mempunyai hubungan erat dengan standar kehidupan dan tingktan
sosial ekonomi serta besar kecilnya penghasilan dapat menentukan terhadap
tercapai tidaknya kebutuhan dan keinginan anggota keluarga.
4. Faktor
yang memperngaruhi sosial ekonomi keluarga
a). Faktor-faktor
ekonomi
- Kemiskinan
- Pengangguran
- Tidak
adanya tempat tinggal
- Terlalu
banyak penghuni rumah dan tidak ada cara untuk istirahat[16]
Sebagai pelaku ekonomu, rumah tangga
keluarga berfungsi sebagai pemakai barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
b). Adapun
dalam rumah tangga keluarga dipengaruhi oleh 2 faktor (yaitu intern dan
ekstern).
1). Faktor
intern, adalah faktor faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi (memakai
benda/ jasa untuk memenuhi kebutuhan) rumah tangga yang berasal dari rumah
tangga itu sendiri.
- Sikap
: kebiasan hidup hemat
- Kepribadian
: keprbadian seseorang berbeda dengan kepribadian orang lain
- Motivasi
: dorongan dalam memenuhi kebutuhan berbeda-beda
2). Faktor
ekstern adalah faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi (memakai barang/ jasa
untuk memenuhi kebutuhan) rumah tangga yang berasal dari luar rumah tangga itu
sendiri.
- Kebudayaan
: kebudayaan sesuatu suku bangsa
- Kelas
sosial : berpengaruh terhadap kebiasaan
- Keluarga :
pertalian keluarga yang erat akan berpengaruh terhadap penditribusian
pendapatan[17]
5. Unsur yang
mendukung dan mengahambat sosial ekonomi keluarga
Upaya dalam mewujudkan cita-cita harus ada unsur dan
faktor yang mendukung sehingga akan tercapai dengan baik dan memuaskan. Namun
untuk mengejar, meningkatkan sesuatu pasti ada tantangan atau kendala yang
menghambat akan keberhasilannya.
a). Unsur yang mendukung
sosial ekonomi keluarga
Dalam ilmu ekonomi dijelaskan bahwa : “Unsur-unsur
yang ada dalam ekonomi keluarga adalah penghasilan, pengeluaran dan cara
mengatur ekonomi keluarga”.[18]
Penghasilan keluarga merupakan sumber untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga
yang dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain.
(1). Wiraswasta
sebagai pedagang, pengusaha
(2). Bekerja
di Industri/ pabrik sebagai pegawai, pegawai negeri, pengawai swasta atau
buruh.
(3). Penghasilan
dari tanah atau sawah, kebun atau rumah atau tempat tinggal.
Menurut pendapat seorang ahli bahwa yang dimaksud
dengan penghasilan adalah gaji, hasil pertanian pekerjaan dari anggota
keluarga.[19]
Jadi penghasilan merupakan sumber pemasukan baik yang
berupa uang, barang-barang dan kepuasan yang dapat dipakai oleh keluarga untuk
memnuhi kebutuhan dan keinginannya.
b). Unsur yang menghambat
sosial ekonomi keluarga
Dalam hal ini penulis meninjau dari empat masalah,
yaitu :
(1). Sumber
Penghasilan
Penghasilan keluarga dapat diperoleh dari beberapa
sumber untuk memenuhi kebutuhan keluarga, diantaranya sumber penghasilan tetap
sebagai imbalan jasa dari pekerjaan tatap dan sumber penghasilan tambahan yang
merupakan hasil usaha sampingan.
(2). Besarnya
Penghasilan
Dalam hal ini yang dimaksud adalah besarnya pemasukan
uang, barang-barang atau harta kekayaan yang dapat diketahui oleh seluruh
anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga itu sendiri, sebagaimana
dijelaskan dalam suatu teori bahwa unsur-unsur dan faktor-faktor
yangmempengaruhi sosial ekonomi keluarga adalah sumber penghasilan, besarnya
penghasilan, besarnya atau jumlah anggota keluarga dan penggunaan penghasilan
keluarga, baik penghasilan tetap maupun penghasilan sampingan/ tambahan yang
erat hubungannya dengan pekerjaan. Sumber-sumber tersebut tidak sama pada
tiap-tiap keluarga sehingga dalam masyarakat dikenal dengan adanya pegawai
negeri, pegawai swasta, pegawai pabrik atau buruh pabrik, pegawai bangunan
(buruh bangunan) dan lain sebagainya. Dari masing-masing pekerjaan mempunyai
hasil atau gaji/ upah yang berbeda dengan atauran yang telah ditetapkan atau
disepakati. Sehingga besarnya penghasilan dari setiap keluarga juga berbeda dan
sangat mempengaruhi dari setiap keluarga juga berbeda dan sangat mempengaruhi
seberapa banyak kebutuhan keluarga dapat terpenuhi.
(3). Besarnya
jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungjawab
sebuah keluarga atau rumah tangga untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya. Makin
banyak jumlah anggota keluarganya berarti makin banyak pula kebutuhan yang
harus dicapai atau nilai kebutuhan bertambah besar.
(4). Penggunaan
Penghasilan Keluarga
Untuk mengatur ekonomi keluarga agar kebutuhan dari
masing-masing keluarga terpenuhi, maka harus teliti memilah dan memilih antara
kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder serta pelengkap yang lain. Semuanya itu
harus disesuaikan dengan kemampuan atau penghasilan keluarga yang diperoleh,
sehingga tidak terperosok dalam pemborosan, kesombongan atau bahkan sebaliknya
kesengsaraan atau mendorong berlakunya penyimpangan dari hukum atau peraturan
dan bertindak cukup curang serta jahat.
Yang dimaksud kebutuhan primer atau produk bagi
manusia adalah pangan, sandang, seks dan kesehatan. Maka apabila
kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan terganggu atau hilangnya
keseimbangan fisik jasmaninya. Menurut pandangan dan juga diakui bahwa semua
mahluk akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhinya, sebab kalau tidak
terpenuhi seseorang akan merasa cemas dan gelisah. Maka Allah SWT menjamin
bahwa tidak ada suatu mahluk hidupnya yang tidak ada rizkinya.
Seperti dalam Firman Allah SWT : (Hud : 6)
وما
من دابة فى الارض الا على الله رز قها
Artinya : “Dan tidak ada suatu binatang melata
(mahlik bernyawa dimuka bumi) yang tidak disediakan Allah rizkinya”.[20]
B. Pendidikan
Agama Islam
1. Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Sebelum berbicara mengenai pengertian
pendidikan Agama Islam, maka perlu diketahui pengertian pendidikan secara umum
sebagai titik tolak pengertian pendidikan Islam.
Bila kita mengartikan pendidikan dari
segi bahasa, maka perlu melihat kepada kata arab karena ajaran Islam pertama
kali diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata pendidikan yang umum kita gunakan
sekarang dalam bahasa arabnya adalah “tarbiyah” dengan kata kerja “raba” kata
pengajaran dalam bahasa arabnya adalah “ta’lim” dengan kata kerjanya “’allama”.[21]
Pendidikan secara istilah ada
beberapa pendapat diantaranya :
a). UU.
RI No, 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam Bab 1 pasal 1 ayat
(1) disebutkan, bahwa “pendidikan adalah usaha sadar menyediakan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya dimasa yang
akan datang”.[22]
b). Sutari Imam Burnadib mengutip pedapat M.J. Langeveld
bahwa pendidikan adalah pemberian bimbingan dan bantuan rohani bagi yang masih
memerlukan.[23]
c). Fuad Ihsan
mengatakan pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada didalam masyarakat dan kebudaannya.[24]
d). Ahmad
D. Marimba mengatakan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.[25]
e). Chalijah
Hasan mengatakan adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang
dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak
agar mempunyai sifat dan tabi’at sesuai dengan cita-cita pendidikan.[26]
g). Ahmad
Tafsir mengatakan pendidikan adalah usaha mengembangkan seseorang agar terbentuk
perkembangan yang maksimal dan positif.[27]
Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut diatas
menunjukkan bahwa pengertian pendidikan itu mempunyai penekanan yang sama yakni
usaha sadar untuk mempersiapkan anak didik menuju kedewasaan baik jasmani
maupun rohani dan kepribadian luhur.
Adapun pengertian agama adalah keyakinan dan
penyembahan pada satu Tuhan atau hanya Tuhan atau keyakinan pada berbagai
sistem keyakinan dan sistem peribadahan.[28]
Pendidikan agama (religius) merupakan proses yang
dimanfatkan oleh badan sosial dan badan agama. Misalnya keluarga, gereja,
pesantren, Sunday school, padepokan dan lain-lain guna melatih dan mengajar
anak, orang muda dan orang dewasa untuk hidup beragama yaitu hidup lurus dan baik
dijalan Tuhan.[29]
Senada dengan hal itu Nasiruddin Rozak mengatakan
sebagaimana yang dikutib Abudin Nata “bahwa Islam berasal dari bahasa Arab
terampil dari kata salima yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa
dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat kepada Allah SWT
orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya di dunia dan akherat.[30]
Ali Ashraf memberi pengertian tentang pendidikan Islam
sebagai berikut :
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih
sensibilitas murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilkau mereka
terhadap kehidupan, langkah-langkah dan kepatuhan. Begitu pula pendekatan
mereka terhadap ilmu pengetahuan, mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam
yang sangat dirasakan. Mereka terlatih tidak hanya dari segi jasmaniyah saja,
tetapi mereka juga memiliki tidak sekedar kebanggaan dan rasa ingin tahu dalam
rangka memenuhi kebutuhan intelektualnya tetapi juga tumbuh sebagai makhluk
rasional berbudi dan emnghasilkankesejahteraan spiritual, moral dan fisik
keluarga mereka, masyarakat dan umat manusia.[31]
Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam, oleh para
ahli berbeda pendapat dalam merumuskannya.
a). Zakiah
Daradjat
Pendidikan agama Islam adalah “pendidikan dengan
melalui ajaran Islam yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memenuhi, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakini secara menyeluruh
serta menjadikan ajaran Islam sebagai suatu pandangan hidupnya (way of life)
dan keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun di akhirat kelak”.[32]
b). Zuhairini
Pendidikan agama Islam adalah usaha-usaga sistematis
dan pragmatis dalam membantu anak agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran
Islam.[33]
c). Muhaimin
Pendidikan agama Islam adalah upaya mendidik agama
Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan
dan sikap hidup) seseorang.[34]
d). Omar
Muhammad al-Taumy al-Syaibani
pendidikan agama Islam sama dengan pendidikan Islam,
yaitu proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat
dan alam sekitarnya dengan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai
profesi asasi dalam masyarakt.[35]
e). Pendidikan
agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa terhadap anak didik
menuju tercapainya manusia beragama (manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.[36]
Dari beberapa pengertian pendidikan agama Islam
tersebut diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan agama
Islam adalah “suatu usaha untuk mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses
setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan yakni menanamkan taqwa
dan akhlak dalam menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang
berkepribadian dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran Islam.
2. Dasar
Pendidikan Agama Islam
Dasar pendidikan agama Islam merupakan dasar pegangan
bagi anak yang digunakan dalam proses kegiatan pendidikan. Fungsi dan kegiatan
pendidikan Islam adalah menjamin sehingga bangunan pendidikan itu teguh
berdirinya. Agar usaha-uasah yang terlingkup didalam kegiatan pendidikan
mempunyai sumber kateguhan, suatu sumber keyakinan, agar jalan menuju tujuan dapat
tegas terlihat,tidak mudah disampingkan oleh pengaruh-pengaruh luar.[37]
Menurut pendapat Zuharini, dalam bukunya “Metode
Khusus Pendidikan Agama”, dijelaskan bahwa dasar pendidikan agama dapat
ditinjau dari 3 segi, yaitu :
a). Yuridis
atau hukum
b). Religius
c). Sosial
psycologis
3. Faktor-faktor
Pendidikan Agama Islam
Yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan proses
pendidikan agama adalah faktor-faktor pendidikan yang mana dapat menentukan keberhasilan
atau kegagalan pendidikan agama tersebut.
Adapun faktor pendidikan terdapat lima macam, antara faktor yang satu dengan
yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Faktor tersebut adalah tujuan,
pendidik, anak didik, alat-alat dan alam sekitar (milliu).[38]
a). Tujuan
Pendidikan Agama Islam
Tujuan pendidikan adalah gambaran sarana yang harus
dicapai oleh pendidikan sebagai suatu sistem. Tujuan pendidikan merupakan suatu
unsur yang sangat menentukan sistem pendidikan itu sendiri, karena itu
pendidikan diartikan sebagai rumusan kualifikasi pengetahuan, kemampuan dan
sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah penyelesaian suatu program
pengajaran disekolah.[39]
Tujuan pengajaran agama yaitu membina manusia beragama,
artinya manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan baik dan
sempurna, sehingga tercermin dalam sikap dan tindakan dalam seluruh kehidupannya
dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan hidup dunia dan akhirat.[40]
Menurut Zuharsimi, tujuan umum pendidikan agama adalah
membimbing anak agar mereka menjadi muslim sejati, beriman teguh beramal saleh
dan berakhlak mulia serta berguna masyarakat, agama dan negara.[41]
Dari berbagai rumusan tujuan pendidikan agama diatas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah
“mempersiapkan anak didik supaya mempunyai kecakapan dan kedewasaan jasmani dan
rohani sehingga terbentuk keperibadian yang dijiwai oleh ajaran Islam”.
b). Pendidik
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh prestasi anak didik, baik potensi kognitif, afektif dan
psikomotorik.[42]
Orang yang pertama dan paling utama dalam mendidik
anak adalah orang tua sendiri dimana harus bertanggungjawab penuh atas kemajuan
dan perkembangan anak kandungnya. Karena tuntutan dan kesibukan orang tua
semakin banyak, maka anak diserahkan kepada lembaga pendidikan formal maupun
non formal, sehingga pendidik yang dimaksud disini adalah mereka yang
memberikan pelajaran pada anak didik yang memegang suatu pelajaran tertentu di lembaga
pendidikan tersebut.
Adapun tugas pendidikan agama adalah :
(1). Mengajarkan
ilmu pengetahuan agama Islam
(2). Menanamkan
keimanan dalam jiwa anak
(3). Mendidik
anak agar taat menjalankan agama
(4). Mendidik
anak agar berbudi pekerti yang mulia.[43]
Seorang guru dituntut benar-benar berpotensi tinggi,
dimana seorang pendidik memiliki kemampuan dan kualitas dalam profesinya, maka
orang tersebut dapat dikatakan profesional. Adapun kompetensi-kompetensi yang
harus dimiliki seorang pendidik, diantaranya :
(1). Kompetensi
kepribadian
(a). Mengenal
dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarnya.
(b). Membina
suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajar mengajar sehingga amat
bersifat menunjang secara moral (batiniyah) terhadap murid bagi terciptanya
kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru.
(c). Membina
suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggungjawab dan saling percaya
mempercayai antara guru dan murid.
(2). Kompetensi penguasaan atau bahan pengajaran.
(a). Menguraikan
ilmu pengetahuan/ kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkan ke dalam bentuk
komponen-komponen dan informasi-informasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu
atau kecakapan yang bersangkutan.
(b). Menyusun
komponen-komponen atau informasi-informasi sedemikian rupa sehingga akan
memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya.
(3). Kompotensi
dalam cara mengajar
(a). Merencanakan
atau menyusun setiap program satuan pelajaran, merencanakan atau menyusun
keseluruhan kegiatan untuk satu- satuan waktu (catur wulan/ semester/ tahun
ajaran)
(b). mempergunakan
dan mengembangkan media pendidikan bagi murid dalam proses belajar yang
diperlukannya.
(c). Mengembangkan
dan mempergunakan semua metode-metode mengajar sehingga terjadilah
kombinasi-kombinasi dan variasi yang efektif.[44]
Dari ketiga aspek kompetensi tersebut diatas harus
berkembang selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru, untuk mengarahkan
segala kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar secara profesional dan
efektif.
c). Anak didik
Anak didik adalah tiap orang atau sekelompok orang
yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan, atau dengan kata lain anak didik adalah orang yang belum dewasa
serta orang yang menjadi tanggungjawab pendidik.[45]
Dalam pendidikan Islam yang menduduki tempat sebagai
terdidik (anak didik) adalah orang-orang yang belum dewasa dan orang yang telah
dewasa. Dengan kata lain seseorang itu selama hidupnya selalu untuk mempunyai
kedudukan sebagai si terdidik.
Seorang pendidik dalam proses pembelajaran (belajar
mengajar) harus memenuhi hakekat anak didiknya sebagai obyek pendidikan.
Kegagalan dalam memahami hakekat anak didik akan menjadikan kendala sebuah
kesuksesan, dimana pendidik belum dapat memberikan sebuah terapi yang tepat
untuk berbagai macam karakter yang berbeda baik dari sisi kemampuan atau daya
tangkap (pola pikir) anak.
(1). Anak
didik adalah orang yang belum dewasa yang mengalami perkembangan jasmani dan
rohani.
(2). Jasmani
yang dimiliki belum mencapai kematangan baik bentuk ukuran maupun perimbangan
bagian-bagian.
(3). Dalam
rohaninya terdapat bakat yang harus dikembangkan mempunyai kehendak, perasaan
serta pikiran yang belum matang.[46]
d). Alat-alat
pendidikan
Yang dimaksud dengan alat adalah segala sesuatu atau
apa yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan (pendidikan).
Alat-alat pendidikan dapat terbagi atas :
(1). Alat
langsung, yaitu alat yang bersifat menganjurkan sejalan dengan maksud usaha
seperti : ajaran-ajaran, perintah-perintah keharusan-keharusan menurut
gradasinya dan segala akibat-akibatnya.
(2). Alat-alat
tidak langsung, yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal
yang bertentangan dengan maksud usaha seperti : larangan-larangan,
peringatan-peringatan dan sejenisnya dengan segala akibat-akibatnya.[47]
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa
pendidikan tidak terbatas benda-benda yang kongkrit (dapat dilihat) namun dapat
juga berupa nasehat, tuntunan (hukuman, ganjaaran dan ancaman).
e). Alam Sekitar
(Milliu)
Adapun alam sekitar atau lingkungan adalah segala
sesuatu yang ada disekeliling anak.[48]
Lingkungan termasuk dari salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai lahan
pendidikan dan lingkungan pula mempunyai peran sangat penting terhadap berhadil
tidaknya pendidikan agama sebab perkembangan jiwa anak dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang positif ataupun negatif
terhadap pertumbuhan jiwa, sikap akhlak maupun perasaan dalam agamannya.
Pengaruh tersebut terutama datang dari teman-teman sebaya.
Menurut ahli pendidikan terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
1). Lingkungan
keluarga
2). Lingkungan
sekolah
3). Lingkungan
masyarakat.[49]
Dari ketiga lingkungannya, tidak dapat dipisahkan,
karena merupakan rangkaian yang saling mengikat yang tidak mungkin untuk
diputuskan.
Adapun wujud dari pada lingkungan terbagi menjadi
empat macam, yaitu :
1). Yang
berwujud manusia seperti keluarga, teman bermain, teman sekolah dan tetangga.
2). Yang
berwujud kesenian seperti bermacam-macam pertunjukan bioskop, wayang, sadiwara,
ketoprak dan sebagainya.
3). Yang
berwujud kesusastraan seperti buku-buku bacaan, majalah, koran dan sebagainya.
4). Yang
berwujud seperti tempat tinggal daerah, iklim.[50]
4. Materi
Pendidikan Agama Islam
Materi merupakan salah satu komponen dalam
pendidikan.tanpa adanya materi, maka tujuan tidak akan tercapai. Materi pokok
dalam pendidikan agama adalah sama inti pokok ajaran agama Islam, yaitu :
a). Aqidah (keimanan) adalah bersifat i’tikad batin, mengajarkan
keesaan Allah, Esa sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan menjadikan alam ini.
b). Syari’ah (keislaman) adalah berhubungan dengan amal lahir
dalam rangka mentaati semua peraturan dan hukum Tuhan, guna mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhan serta mengatur pergaulan hidup dalam kehidupan
manusia.
c). Akhlak (ihksan) adalah suatu amalan yang bersifat
pelengkap penyempurna bagi kedua amal di atas dan mengajarkan tentang tata cara
pergaulan hidup manusia.
Ketiga inti ajaran
di atas kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun Islam, akhlak dan
dari ketiganya lahirlah beberapa ilmu agama, ilmu tauhid, ilmu fiqh dan ilmu
akhlak. Tiga ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum
Islam yaitu al-Qur’an dan Hadist, serta ditambah dengan sejarah Islam (tarikh).[51]
Dilihat dari sudut ruang lingkup pembahasannya, pengajaran
agama Islam yang umum dilaksanakan diberbagai lembaga pendidikan, baik formal
maupun non formal yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran, antara lain :
a). Pengajaran
Keimanan
Ruang lingkup pengajaran keimanan ini meliputi rukun
iman yang enam yaitu percaya kepada Allah, Kepada Rosul Allah, kepada para
Malaikat, kepada Kitab-Kitab suci yang di turunkan kepada Rosul Allah, kepada
hari Akhir dan Qodla’ atau Qodar. Hal-hal yang berhubungan dengan rukun iman
tersebut, seperti percaya kepada yang ghaib yang disebut dalam wahyu, misalnya
masalah mati, syaitan atau iblis dan jin, adzab kubur, alam barzah dan
sebagainya.[52]
b). Pengajaran Akhlak
Ruang lingkup pengajaran
akhlak ini meliputi berbagai aspek yang menentukan dan menilai bentuk batin
seseorang. Untuk ini di bicarakan
tentang patokan nilai, sifat-sifat bentuk batin seseorang (Sifat Kepribadian),
contoh pelaksanaan ajaran akhlak yang dilakukan oleh para Nabi atau Rosul dan
sahabat. Dalil dan sumber al -Qur’an memiliki sifat-sifat terpuji dan menjauhi
sifat-sifat tercela, keistimewaan orang yang bersifat terpuji dan kerugian
orang yang bersifat tercela.[53]
c). Pengajaran Ibadah
Materi pengajaran ibadah ini meliputi : thoharah (bersuci),
sholat, puasa, zakat, haji, athiyah (pemberian). Dalam pengajaran ibadah
seperti bentuknya, macamnya, caranya, waktunya, hukumnya, fadhilah dan
hikmahnya.[54]
Pengajaran ibadah ini termasuk salah satu bagian dari
pengajaran fiqh. Dalam ruang lingkup pengajaran ibadah ini disebut tersendiri,
karena ibadah merupakan inti agama dan ada diantaranya yang wajib dikerjakan
setiap hari. Pekerjaan harian ini mencerminkan dari rasa keberagamaan
seseorang dan proses dari kegiatan kerja
tersebut dapat dikatakan ekonomi dimana dari hasil pekerjaan harian itulah yang
dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
d) Pengajaran al-Qur’an
Isi pengajaran al-Qur’an meliputi :
(1). Pengenalan huruf hijaiyah, yaitu huruf arab dari alif sampai ya’
(alif-ba-ta)
(2). Cara
membunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat-saifat huruf itu, dapat
dikaji dalam ilmu makhraj.
(3). Bentuk dan fungsi tanda baca seperti syakal, syahadah, tanda
panjang (maad) , tanwin dan sebagainya.
(4). Bentuk
dan fungsi tanda berhenti baca (waqaf) seperti waqaf mutlak, waqaf jawajz dan
sebagainya.
(5). Cara
membaca, melagukan dengan bermacam-macam irama dan macam-macam qira’at dan ilmu nagham.
(6). Ibadah
tilawah yang berisi tata cara dan etika membaca al-Qur’an sesuai dengan fungsi
bacaan itu sebagai ibadat.[55]
Demikianlah ruang lingkup pengajaran agama Islam yang sangat
luas meliputi seluruh aspek kehidupan, mengingat tujuan pokok pendidikan Islam
adalah mendidik budi pekerti atau akhlak seseorang, maka semua mata pejaran
haruslah mengandung nilai akhlak.
5. Metode Pendidikan Agama Islam
Sebuah penyampaian
materi pendidikan agama Islam diperkirakan suatu metode yang tepat agar proses
belajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Sedangkan metode
adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam memilih metode harus dipertimbangkan kesesuaian antara metode dengan
tujuan, materi sumber dan fasilitas yang tersedia, situasi dan kondisi belajar
mengajar, kondisi siswa dan waktu yang tersedia.[56]
Beberapa metode
mengajar dalam pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut :
a). Metode ceramah
Metode ceramah
adalah peraturan atau penerangan secara lisan oleh guru terhadap kelas. Dalam
hal ini guru bersifat aktif sedangkan murid cenderung pasif. Aktifitas utama
yang dilakukan murid adalah mendengar secara tertib dan mencatat seperlunya
pokok-pokok pelajaran yang dianggap penting.
b). Metode tanya jawab
Metode tanya jawab
adalah menyampaikan pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid
menjawab, atau suatu metode didalam pendidikan dimana guru bertanya sedangkan
murid menjawab tentang bahan atau materi yang ingin diperolehnya.[57]
Pada hakekatnya
metode tanya jawab berusaha menanyakan apakah siswa telah mengetahui
fakta-fakta tertentu yang telah diajarkan. Dalam hal ini guru juga bermaksud
ingin mengetahui tingkat proses pemikiran siswa, juga ingin mencari jawaban
yang tepat dan faktual.[58]
c). Metode diskusi
metode diskusi
adalah suatu metode dalam mempelajari bahan atau menyampaikan bahan dengan
jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta perubahan
tingkah laku murid.
Metode ini
dimaksudkan untuk merangsang murid berfikir mengeluarkan pendapat sendiri,
serta ikut menyumbangkan pikiran dalam satu masalah bersama yang terkandung
banyak kemungkinan-kemungkinan jawaban.
d). Metode dokumentasi dan eksperimen
Metode dokumentasi
adalah suatu metode mengajar dimana seorang guru, orang lain yang sengaja
meminta atau murid sendiri memperlihatkan kepada seluruh kelas tentang suatu
proses atau suatu kalifah melakukan sesuatu.
Metode eksperimen
adalah metode pengajaran dimana guru dan murid sama-sama mengajarkan sesuatu
sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui.[59]
Metode dokumentasi
ini banyak dipergunakan dalam bidang ibadah dan akhlak. Mengingat bahwa dalam
pendidikan agama tidak semua masalah dapat didemonstrasikan dan diadakan
eksperimen, seperti aqidah.
e). Metode latihan (drill)
Metode drill
merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang
telah dipelajari siswa sehingga memperoleh ketrampiulan tertentu.[60]
Dalam pendidikan agama, metode ini sering dipakai untuk pelajaran al-Qur’an dan
praktek ibadah karena keduanya mambutuhkan latihan yang terus menerus agar
menjadi suatu kebiasaan.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan
dan latihan-latihan yang cocok sesuai dengan perkembangan jiwanya.[61]
f). Metode kerja kelompok
Kerja merupakan
kegiatan belajar mengajar dimana siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai
suatu kelompok dan dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu
tujuan pelajaran tertentu. Pelaksanaanya tergantung kepada tujuan khusus yang
akan dicapai, umur, kemampuan siswa serta fasilitas pengajaran di dalam kelas.[62]
g). Metode pemberian tugas (resitasi)
Pemberian tugas
sebagai suatu metode mengajar merupakan suatu pemberian pekerjaan oleh guru
kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Dalam pelaksanaannya
siswa diharapkan memperoleh suatu hasil yaitu tingkah laku tertentu sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan.[63]
Disamping
metode-metode diatas, masih banyak metode lain yang dapat digunakan untuk
menyampaikan materi diantaranya : metode karya wisata, metode sosio darama dan
bermain peran, metode problem solving dan sebagainya.
C. Peran
Ekonomi Keluarga dalam Kelancaran dan Kualitas Pendidikan Agama Islam (PAI)
Anak Didik
Keberhasilan belajar siswa tidak terlepas dari
faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor intern berhubungan dengan diri siswa
baik fisik maupun psikis. Di dalam belajar faktor psikislah yang paling
berperan, maka kesehatan harus dijaga agar dapat berfugsi dengan baik,
sedangkan untuk menjaganya dapat dilakukan dengan cara menjaga kondisi fisik
agar tetap sehat kerena di dalam fisik yang sehat terdapat psikis yang sehat
pula.
Untuk menjaga kesehatan fisik faktor olah raga dan
makan mutlak harus diperhatikan. Dan ini semua tergantung pada ekonomi keluarga
dapat mempengaruhi proses kelancaran dan kualitas baik untuk siswa (anak didik)
dan guru (pendidik), sebagaimana pendapat M.J. Langeveld bahwa “situasi ekonomi
keluarga, suasana dan keadaan rumah, makan dan pakaian kesemuanya dapat
mempunyai pengaruh dalam pendidikan”.[64]
Pendapat lain mengatakan kondisi sosial ekonomi keluarga banyak menentukan
perkembangan pendidikan dan karir anak.[65]
Adapun fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah
untuk menjunjung kelancaran proses pendidikan. Karena ekonomi merupakan salah
satu bagian sumber pendidikan yang membuat anak mampu mengembangkan ranah
kognisi, afeksi dan ketrampilan. Termasuk memilih ketrampilan tertentu untuk
bisa menjadi tenaga kerja yang andal atau mampu menciptakan lapangan kerja
sendiri, cinta pada pekerjaan, memiliki etos kerja dan bisa hidup hemat.
Kegunaan (peran) ekonomi dalam pendidikan, antara lain
:
1).
Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama
para siswa, orang tua, masyarakat atau yang tidak bisa dipinjam atau ditemukan
dilapangan seperti : prasarana, sarana, media, alat belajar/ peraga, barang
habis pakai, materi pelajaran.
2).
Membiayai segala perlengkapan gedung seperti air, listrik, telephon, televisi
dan radio.
3). Membayar jasa segala kegiatan pendidikan
seperti pertemuan-pertemuan, pertanyaan-pertanyaan, panitia-panitia,
darmawisata, pertemuan ilmiah dan sebagainya.
4). Untuk materi pelajaran pendidikan ekonomi
sederhana, agar bisa mengembangkan individu yang berprilaku ekonomi seperti :
hidup hemat, bersikap efisien, memiliki ketrampilan produktif, memiliki etos
kerja, mengerti prinsip-prinsip ekonomi.
5)
Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
keamanan para personalia pendidikan
6).
Meningkatkan motivasi belajar
7).
Membuat para personalia pendidikan lebih
bergairah bekerja.
Dalam hal ini
ekonomi sebagai pemegang peran yang cukup menentukan, sebab tanpa ekonomi yang
memadai dunia pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik dan lancar serta sulit
untuk membangun minat belajar siswa sehingga potensi yang dihasilkan rendah
begitu pula dengan pendidiknya (guru). Dengan demikian ekonomi yang mencakup
akan lebih mempermudah jalannya proses pendidikan baik sebagai kelancaran
maupun penunjang minat belajar yang mana dapat menumbuhkan suatu lemabaga
pendidikan dibandingkan ekonomi yaitu dedikasi, keahlian dan ketrampilan
pengelolaa dan guru-gurunya.
Adapun
keberhasilan pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan yang lebih
spesifik yaitu pendidikan agama Islam dimana agama adalah pondasi bagi
kehidupan seseorang (dapat sebagai pengendali baik sisi tingkah laku atau
perbuatan yang menyimpang norma baik norma agama ataupun masyarakat). Kerana
pada dasarnya orang yang fakir (miskin) itu mendekati kekufuran. Jadi sebisa
mungkin manusia berikhtiyar dalam bekerja untuk mencukupi kebutuhan sampaibatas
kemampuannya (batas maksimal). Dan Tuhan yang akan menentukan hasil akhir,
namun jika pendidikan (pendidikan agama Islam) tanpa dukungan ekonomi yang kuat
akan lebih memperparah baik kualitas atau proses kelancaran pendidikan
tersebut, sehingga ketika agama lemah maka akhlak (perbuatan moral manusia)
semakin tak terkendali bahkan merajalela menghancurkan tatanan kehidupan (tidak
dapat membedakan mana yang halal dan haq).
[1]M. Rusli Karim, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, PT. Tiara
Wacana Yogya Bekerjasama Dengan P3EL UII Yogyakarta, 1993, hal. 3.
[2]Tagyudin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif (Perspektif Islam), Risalah
Gusti, 1996, hal. 16.
[3]Napirin, Pengantar
Ilmu Ekonomi, (Mikro dan Makra), Edisi 1, Penerbit BPFE, Yogyakarta ,
Juni 2000, hal. 1.
[4]Michail P. Todaro,
Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga,
Erlangga, Jakarta ,
1994, hal. 12.
[5]Ahmad Muhammad al-Sissal, et.al, Sistem,
Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, CV. Pustaka Setia, 1999, Bandung, An Nizamul
Iqtisadi Fil Islam Mabadiuhu Wahdafuhu,
Kairo, hal. 9.
[6]Ibid, hal. 10-11.
[7]Darmansyah M., Ilmu
Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya
Indonesia ,
1986, hal. 79.
[8] M. Munandar Solaeman MS. Ilmu Sosial Dasar, (Teori dan Konsep Ilmu Sosial), Edisi Revisi,
Bandung Eresco, 1995. hal. 55.
[9] Khairudin H.SS. Sosiologi
Keluarga, Liberti, Yogyakarta , 1997. hal.
47.
[10]Teery Page et.al, International
Of Education, (New York Kogen Page), 1997, hal. 316.
[11]Ali Yafie, Menggagas
Fiqh Sosial, dari Sosial Lingkungan Asuransi Sehingga Ukhuwah, Bandung,
Mizan, Juni 1994, hal. 148.
[12]Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung , 2001, hal. 37.
[13]Sutari Imam Barnadip, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Fakultas Ilmu Pendidikan
(FIP) IKIP, Yogyakarta , 1995, hal.126.
[14]Ibid, hal. 127.
[15]R. Hadi Sadikin, Tata
Laksana Rumah Tangga, Jakarta FIP,
IKIP, 1975, hal. 20.
[16]Mustofa Fahmi, Kesehatan
Jiwa dalam Keluarga Sekolah dan Masyarakat, Jilid I, Terj. Zakiyah
Daradjat, Bulan Bintang, Jakarta ,
1997, hal. 73-74.
[17]Drs. Rosjdi Rasjidin, et.al.,
Ekonomi SMU Kelas I Kurikulum 1994, Yudistira,
1994, hal. 26-27.
[18]Biro Pengembangan Pendidikan Ekonomi IKIP Sunathadarma,
Dunia Ekonomi, Kta (Yogyakarta :
Kanisius, 1973).
[19]Hadi Sadikin, Op.Cit,
hal. 40.
[20]Departemen RI , Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Pentafsir Al Qur’an, hal. 327.
[21]Zakiyah Darajat, Ilmu
Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta ,
1996, hal. 25.
[22]Undang-Undang RI No. 2 Trahun 1989, Sistem Pendidikan Nasional, Depdikbud,
1997, hal. 3.
[23]Sutari Imam Barnadib, Op. Cit, hal. 25
[24]Fuad Hasan, Dasar-Dasar
Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta , 1997, hal. 2.
[25]Ahmad D. Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’arif , Bandung , hal. 19.
[26]Chalifah Hasan, Dimensi-Dimensi
Psikologi Pendidikan, Al-Ikhlas, Surabaya ,
hal. 46.
[27]Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung , 2001, hal. 28.
[28]Peter Connolly (ed), Pengantar Ninian Smart “Aneka Pendekatan Studi Agama, LKIS, Yogyakarta , 1999, hal. 6-7.
[29]Kartini Kartono, Tujuan
Pendidikan Nasional, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta , 1997, hal. 6-7.
[30]Abudin Nata, Metodologi
Studi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta ,
t.t, hal. 72.
[31]Ali Ashraf, Horison
Baru Pelaksanan Pendidikan Islam, Pustaka Firdaus, 1996, hal. 23.
[32]Zakiyah Darajat, Op.
Cit, hal. 86.
[33]Zuhairini, et.al,
Metodik Khusus Pendidikan Agama, Usaha Nasional, Surabaya , 1983, hal. 27.
[34]Muhaimin, et.al, Paradigma
Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Remaja
Rosda Karya, Bandung ,
2001, hal. 30.
[35]Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan
Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta ,
1979, hal. 399.
[36]Depag RI , Pedoman
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pada SD, Binbaga, Jakarta , hal. 9-10.
[37]Ahmad D. Marimba, Op.Cit.
hal.41.
[38]Sutari Imam Barnadib, Op. Cit, hal. 35.
[39]Depag RI , Op.Cit, hal.
206-207.
[40]Depag. RI., Metode Khusus Pengajkaran Agama Islam, Proyek
Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Agama/ IAIN, Jakarta , 1984, hal. 133.
[41]Zuhairini, et.al, Op. Cit, hal. 45.
[42]Ahmad Tafsir, Op.Cit,
hal. 74.
[43]Zuhairini,
et.al, Op.Cit, hal. 35.
[44] Depag RI ,
Op.Cit, hal.206-207.
[45]Sutari Imam Barnadib, Op.Cit, hal. 39.
[46]Ahmad D. Marimba, Op.Cit,
hal. 32.
[47]Ahmad D. Marimba, Op.Cit,
hal. 50-53.
[48]Sutari Imam Barnadib, Op. Cit, hal. 39.
[49]Sutari Imam Barnadib, Op. Cit, hal. 118.
[50]Ibid, hal.41.
[51]Zuhairini, et.al, Op.Cit,
hal. 60.
[52]Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam, Op. Cit, hal. 52.
[53]Ibid, hal. 56.
[54]Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama
Islam, Op. Cit, hal. 57-58.
[55]Ibid, hal. 71-72.
[56]Chalijah Hasan, Op. Cit, hal. 112-113.
[57]Zuhairini et.al,
Op. Cit, hal. 86.
[58]Chalijah Hasan,
Op. Cit, hal. 116.
[59]Zuhairini, Op. Cit, hal. 89.
[60] Chalijah
Hasan, Op. Cit, hal. 120.
[61] Zakiyah
Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan
Bintang, Jakarta , 1991, hal. 61.
[62] Zakiyah Darajat, Op.
Cit, hal. 11.
[63] Ibid, hal.
119.
[64]Imam Barnadib, Pendidikan
Perbandingan I, Andi Offset, Yogyakarta ,
1988, hal. 95
[65]Sunarto et. al, Perkembangan
Peserta Didik, PT. Rineka Cipta, Jakarta , 1999, hal. 96
0 Response to "HUBUNGAN EKONOMI KELUARGA DENGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM"
Post a Comment