BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
TERHADAP FREE SEX
A.
Dasar dan Tujuan
Bimbingan Dan Konseling Islam
1.
Pengertian bimbingan
dan konseling Islam
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari
istilah Inggris guidance dan counseling. Dalam kamus bahasa Inggris
kata guidance berarti: pimpinan,
bimbingan, pedoman, petunjuk. Kata counseling
berarti: pemberian nasihat, perembukan, penyuluhan.[1]
Dahulu istilah counseling
diindonesiakan menjadi penyuluhan.
Akan tetapi, karena istilah penyuluhan
banyak digunakan di bidang lain, semisal dalam penyuluhan pertanian dan
penyuluhan keluarga berencana yang sama sekali berbeda isinya dengan yang
dimaksud counseling, maka agar tidak
menimbulkan salah paham, istilah counseling
tersebut langsung diserap saja menjadi counseling.[2]
Adapun bimbingan itu
sendiri adalah pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang
dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian
diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat psikologi dan tidak
berupa pertolongan finansial, medis dan sebagainya. Dengan adanya bantuan ini
seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya yang kelak
kemudian menjadi tujuan bimbingan. Jadi yang memberikan bantuan menganggap
orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus
digali dan dikembangkan melalui bimbingan.[3]
Sementara Konseling
diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut
konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien)
yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.[4]
Menurut Andi Mappiare
AT, konseling (counseling), kadang
disebut penyuluhan karena keduanya merupakan bentuk bantuan. Ia merupakan suatu
proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi layanan. Ia
sekurang-kurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang
yang sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan
setelah mendapat layanan menjadi dapat melakukan sesuatu.[5]
Mengenai kedudukan dan
hubungan antara bimbingan dan konseling
terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang konseling sebagai teknik bimbingan. Dengan kata lain, konseling berada di dalam bimbingan. Pendapat
lain menyatakan: bimbingan terutama memusatkan diri pada pencegahan munculnya
masalah, sementara konseling
memusatkan diri pada pencegahan masalah yang dihadapi individu. Dalam
pengertian lain, bimbingan sifat atau fungsinya preventif, sementara koseling
kuratif atau korektif. Dengan demikian bimbingan dan konseling berhadapan dengan obyek garapan yang sama, yaitu problem
atau masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan
terhadap masalah tersebut. Bimbingan titik beratnya pada pencegahan, konseling menitik beratkan pemecahan
masalah. Perbedaan selanjutnya, masalah yang dihadapi atau digarap bimbingan
merupakan masalah yang ringan, sementara yang digarap konseling yang relatif berat.[6]
Dalam tulisan ini,
bimbingan dan konseling yang di maksud adalah yang islami, maka ada baiknya
kata Islam diberi arti lebih dahulu. Menurut etimologi, Islam berasal dari bahasa arab, terambil dari asal kata salima yang berarti selamat sentosa.
Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang
artinya memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa, dan berarti juga
menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Kata aslama itulah menjadi pokok kata Islam mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan aslama atau masuk Islam dinamakan
muslim.[7]
Secara terminologi sebagaimana dirumuskan oleh Harun Nasution, Islam adalah
agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.[8]
Bertitik tolak dari
uraian di atas, maka yang di maksud bimbingan islami adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan di
akherat. Sedang konseling islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang
seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[9]
2.
Dasar Pijakan
Bimbingan dan Konseling Islam
Yang menjadi dasar
pijakan utama bimbingan dan konseling
Islam adalah al Qur'an dan Hadits.
Keduanya merupakan sumber hukum Islam atau
dalil-dalil hukum.[10]
Sebagaimana Rasulullah
SAW bersabda :
Artinya
: Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara
atau pusaka, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang
kepada keduanya; kitabullah (Qur’an) dan Sunnah Rasulnya (HR Muslim).[11]
Dalam al Qur'an Allah
berfirman:
Artinya
: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (QS. 59:7)[12]
Al Qur'an dan Hadits
merupakan landasan utama yang dilihat dari sudut asal-usulnya, merupakan
landasan naqliyah, maka landasan lain
yang dipergunakan oleh bimbingan dan konseling islami yang sifatnya aqliyah adalah filsafat dan ilmu, dalam
hal ini filsafat Islam dan ilmu atau landasan ilmiah yang sejalan dengan ajaran
Islam.
Landasan filosofis Islam
yang penting artinya bagi bimbingan dan konseling Islam antara lain :
1. Falsafah
tentang dunia manusia (citra manusia)
2. Falsafah
tentang dunia dan kehidupan
3. Falsafah
tentang pernikahan dan keluarga.
4. Falsafah
tentang pendidikan.
5. Falsafah
tentang masyarakat dan hidup kemasyarakatan.
6. Falsafah
tentang upaya mencari nafkah atau falsafah kerja.
Dalam gerak dan
langkahnya, bimbingan dan konseling islami berlandaskan pula pada berbagai
teori yang telah tersusun menjadi ilmu. Sudah barang tentu teori dan ilmu itu,
khususnya ilmu-ilmu atau teori-teori yang dikembangkan bukan oleh kalangan
Islam, yang sejalan dengan ajaran Islam sendiri. Ilmu-ilmu yang membantu dan
dijadikan landasan gerak operasional bimbingan dan konseling Islam itu antara
lain:
1. Ilmu jiwa
(psikologi)
2. Ilmu hukum
Islam (syari’ah)
3. Ilmu
kemasyarakatan (sosiologi, antropologi sosial dan sebagainya).[13]
Dari uraian diatas,
jelaslah bahwa al Qur'an dan Hadits merupakan basis utama yang mewarnai gerak
langkah bimbingan dan konseling Islam.
3.
Metode dan Teknik
Bimbingan dan Konseling Islam
Dalam pengertian
harfiyyah, metode adalah jalan yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari meta yang berarti melalui dan hodos berarti
jalan.[14]
Metode lazim diartikan sebagai jarak untuk mendekati masalah sehingga diperoleh
hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan pernerapan metode tersebut
dalam praktek. Dalam pembicaraan ini kita akan melihat bimbingan dan konseling
sebagai proses komunikasi .Oleh karenanya, berbeda sedikit dari bahasan-bahasan
dalam berbagai buku tentang bimbingan dan konseling, metode bimbingan dan konseling
Islam ini akan diklasifikasikan berdasarkan segi komunikasi tersebut.
Metode bimbingan dan
konseling Islam berbeda halnya dengan metode dakwah. Sebagai kita ketahui
metode dakwah meliputi : metode ceramah, metode tanya jawab, metode debat,
metode percakapan antar pribadi, metode demonstrasi, metode dakwah Rasulullah
SAW, pendidikan agama dan mengunjungi rumah (silaturrahmi).[15]
Demikian pula bimbingan dan konseling Islam bila dikalsifikasikan berdasarkan
segi komunikasi, pengelompokannya menjadi : (1) metode komunikasi langsung atau
disingkat metode langsung, dan (2) metode komunikasi tidak langsung atau metode
tidak langsung.
1. Metode langsung
Metode langsung (metode
komunikasi langsung) adalah metode di mana pembimbing melakukan komunikasi
langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat
dirinci lagi menjadi:
a.
Metode individual
Pembimbing dalam hal ini
melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik:
1.
Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog
langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing;
2.
Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembibing
mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien sekaligus
untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya;
3.
Kunjungan dan observasi
kerja, yakni pembimbing / konseling jabatan melakukan percakapan individual
sekaligus megamati kerja klien dan lingkungannya.
b.
Metode kelompok
Pembimbing melakukan
komunikasi langsung dengan klien dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan
teknik-teknik:
1.
Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan
bimbingan dengan cara mengadakan diskusi dengan / bersama kelompok klien yang
mempunyai masalah yang sama.
2.
Karya wisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan
secara langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai forumnya.
3.
Sosiodrama, yakni bimbingan / konseling yang dilakukan
dengan cara bermain peran untuk memecahkan / mencegah timbulnya masalah
(psikologis).
4.
Psikodrama,
yakni bimbingan / konseling yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk
memecahkan / mencegah timbulnya masalah (psikologis).
5.
Group teaching, yakni pemberian bimbingan / konseling
dengan memberikan materi bimbingan / konseling tertentu (ceramah) kepada
kelompok yang telah disiapkan.
Di dalam bimbingan pendidikan,
metode kelompok ini dilakukan pula secara klasikal, karena sekolah umumnya
mempunyai kelas-kelas belajar.
2. Metode tidak
langsung
Metode tidak langsung
(metode komunikasi tidak langsung) adalan metode bimbingan / konseling yang
dilakukan melalui media komunikasi massa. Hal ini dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok, bahkan massal.
a.
Metode individual
1. Melalui surat
menyurat.
2. Melalui telepon
dan sebagainya.
b.
Metode kelompok / massal
1.
Melalui papan bimbingan.
2.
Melalui surat kabar / majalah.
3.
Melalui brosur.
4.
Melalui radio (media audio).
5.
Melalui televisi.
Metode dan teknik mana
yang dipergunakan dalam melaksanakan bimbingan atau konseling, tergantung pada
:
1.
Masalah / problem yang sedang dihadapi / digarap.
2.
Tujuan penggarapan masalah.
3.
Keadaan yang dibimbing / klien.
4.
Kemampuan pembibing / konselor mempergunakan metode /
teknik.
5.
Sarana dan prasarana yang tersedia.
6.
Kondisi dan situasi lingkungan sekitar.
7.
Organisasi dan administrasi layanan bimbingan dan
konseling.
8.
Biaya yang tersedia.[16]
Dengan melihat uraian di
atas, metode-metode yang telah diuraikan itu bukanlah satu-satunya metode yang
digunakan oleh para ahli, mengingat masih ada penjabaran lain dengan variasi
yang lain pula meskipun subtansinya
sama.[17]
B.
Pengertian dan Ruang
Lingkup Free Sex
1. Pengertian free
sex
Mengenai rumusan free sex, H. Ali
Akbar memulai dengan pernyataan sebagai berikut:
Pada waktu akhir-akhir ini, istilah free sex banyak dibicarakan orang dan
terbaca dalam surat-surat kabar. Istilah ini adalah istilah Inggris dan tentu
ini berasal dari negeri-negeri yang berbahasa Inggris, terutama Amerika
serikat. Mungkin kata ini berasal dari Free
sexuil intercourse, artinya hubungan seksuil yang bebas. Orang sudah
menganggap bahwa hubungan seksuil tanpa kawin adalah suatu soal biasa,
sedangkan pada mulanya hubungan seksuil antara laki-laki dan perempuan,
haruslah didahului oleh suatu upacara yang disebut kawin (nikah). [18]
Pada halaman lain H. Ali Akbar merumuskan:
“Hubungan seks antara laki-laki dan
perempuan tanpa nikah disebut free sex dan
di dalam Islam disebut zina.”
Melihat rumusan H. Ali Akbar di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa free sex adalah hubungan seksuil yang bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan nikah.
Bertitik tolak dari
pengertian di atas, masalah yang muncul apakah pengertian seks itu sendiri.
Menurut H. Ali Akbar, salah satu dari arti seks ialah nafsu sahwat, yaitu suatu
kekuatan pendorong hidup, yang memakai beberapa nama di antaranya insting, atau
naluri yang dimiliki manusia.[19]
Naluri yang dimiliki
laki-laki dan perempuan, yang
mempertemukan mereka, gunanya adalah untuk meneruskan kelanjutan keturunan
manusia. Nafsu sahwat ini telah ada sejak manusia lahir dan dia mulai
menghayati sewaktu dia menemukan kedua bibirnya dengan putting buah dada
ibunya, untuk menyusui karena lapar. Ia menikmati rasa senang yang bukan rasa kenyang. Inilah rasa seks pertama
yang dialami manusia. Bibir ini merupakan bagian tubuh yang dapat memberikan
kesenangan seks buat dia dan karena itu pulalh bayi senang menyusui jarinya,
kain, dot dan sebagainnya.
Dalam kehidupan
sehari-hari, kata seks yang secara harfiah berarti jenis kelamin, pengertiannya
kerap hanya mengacu pada aktifits biologis yang berhubungan dengan alat kelamin
(genitalia).[20]
Oleh sebab itu arti seks yang dikonotasikan dengan persetubuhan termasuk
sebagai sex acts yang berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi tiga
macam. Pertama, bertujuan untuk memiliki anak; kedua, untuk sekadar mencari
kesenangan; dan ketiga, sebagai bentuk ungkapan penyatuan rasa, seperti cinta
misalnya.[21]
Dalam hubungannya dengan
pengertian seks dan free sex, Elisabeth Lukas, seorang logoterapis
kondang, sebagaimana disitir oleh Hanna Djumhana Bastaman mengatakan: salah
satu prestasi penting dari proses modernisasi di dunia Barat, yakni melepaskan
diri dari berbagai belenggu tradisi yang serba menghambat, sekaligus berhasil
meraih kebebasan (freedom) dalam hampir semua bidang kehidupan.[22]
Di antaranya, yaitu pertama, “kebebasan seks dan peluang untuk melakukannya
ternyata menjadikan fungsi hubungan seks bukan sebagai ungkapan cinta kasih
melainkan sebagai tuntutan dan keharusan untuk berhasil meraih puncak
kenikmatan; kedua makin sering terjadi
gangguan fungsi seksual pada pria dan wanita dewasa”.[23]
Pernyataan di atas
menjadi indikator bahwa selama ini telah terjadi penyimpangan seks. Masalah
penyimpangan seks telah terjadi sejak manusia ada, yakni sejak Nabi Adam,
manusia pertama, diciptakan Allah. Nabi Adam diciptakan Allah untuk menghuni
surga Firdaus, tempat segala kenikmatan. Semua keinginan yang terbersit di
benak Adam, langsung terwujud. Allah memang sudah memuliakannya karena memiliki
kelebihan di antara makhluk Allah yang lain. Namun, lama kelamaan ada rasa
hampa dalam dirinya. Walaupun semua kenikmatan sudah di dapatkannya, ada
sesuatu yang membuat kenikmatan itu terasa belum sempurna.
Allah Maha tahu, Adam membutuhkan seorang teman, bahkan
lebih dari sekadar teman. Oleh karena itu, melalui tulang rusuk Adam,
diciptakanlah seorang manusia dengan jenis kelamin yang berbeda. Dia adalah
Siti Hawa. Dengan hadirnya Hawa, sempurnalah kebahagiaan Adam. Salah satu
kebahagiaan itu adalah kenikmatan hubungan seksual. Kenikmatan inilah yang
kemudian melahirkan manusia-manusia penghuni bumi.
Di antara anak mereka
yang sering disebut adalah Habil dan Qabil. Atas perintah Allah anak-anak Adam
yang sepasang-sepasang dikawinkan secara silang. Namun, ternyata ada yang tidak
bisa menerima keputusan tersebut, yaitu Qabil. Qabil lebih menyukai istri Habil
yang cantik. Setelah kurbannya tidak diterima Allah, timbul iri hati Qabil pada
Habil. Dengan niat ingin memiliki istri Habil, dibunuhlah saudaranya itu. Nafsu
seksual Qabil telah membutakan mata hatinya sehingga tega membunuh adiknya
sendiri.
Sejarah manusia yang
berhubungan dengan kehidupan seksual di abadikan dalam al Qur'an di antaranya
riwayat Nabi Yusuf as. Yusuf adalah seorang pria yang tampan rupawan. Ia
mengabdikan diri pada seorang pejabat tinggi di kerajaan Mesir. Istri pejabat
tinggi yang bernama Zulaikha itu tergila-gila melihat ketampanan Yusuf. Pada
sebuah kesempatan, dirayunya Yusuf untuk melayani nafsu birahinya. Sebagaimana
firman Allah dalam Surat Yusuf ayat 23:
Artinya: Dan wanita (Zulaikha) yang
Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya)
dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata: “marilah kesini.” Yusuf berkata:
aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku (suami Zulaikha) telah
memperlakukan aku dengan
baik. Sesungguhnya orang-orang yang dzalim tidak akan beruntung.(QS. Yusuf :
23)[24]
Yusuf yang lebih takut kepada Allah dari pada
majikannya itu jelas menolak ajakan Zulaikha. Ketika meninggalkan kamar, baju
belakang Yusuf sempat ditarik Zulaikha hingga sobek. Pada saat itu, tepat di
depan pintu muncul tuannya. Zulaikha kemudian memfitnah Yusuf bahwa Yusuflah
yang berusaha memperkosanya. Walaupun sudah berargumen dengan menunjukkan baju
belakangnya yang sobek (suatu tanda bahwa Zulaikha yang menginginkan perbuatan
itu), Yusuf tetap dijebloskan ke dalam penjara. Kisah ini merupakan contoh
pengaruh nafsu seksual yang bisa membuat seseorang lupa diri dan mencelakakan
orang lain.
Banyak kisah para
penguasa yang terjadi dari zaman kuno, pertengahan, hingga zaman modern yang
selalu menampilkan tokoh wanitanya. Para penguasa zaman dahulu, baik kaisar,
raja, bupati maupun kepala suku tidak ada yang hanya mempunyai satu istri. Jika
tidak berpoligami, para penguasa ini pasti mengambil selir-selir yang
barangkali sering tidak tampak di istananya. Peperangan, permusuhan dan intrik
politik tidak lepas dari masalah seks dengan wanita sebagai pemegang peranan
penting, walaupun kadang-kadang berada di belakang layar. Kehidupan free sex
atau seks bebas atau pergaulan bebas yang memang sudah ada sejak dulu kemudian
melahirkan penyimpangan-penyimpangan, seperti hidup bersama tanpa nikah, hamil
diluar nikah, homoseks / lesbian, pelacuran (prostitusi).
Seperti yang dinyatakan
Dadang Hawari bahwa:
Pada Mei
1995 lalu dalam konferensi tahunan dari The Amirican Psychiatric Association di
Miami, ada sebuah lokakarya dengan judul Family Crisis. Hasil dari sebuah
penelitian / statistik menyebutkan bahwa dalam tiga puluh tahun terakhir ini
60% keluarga di Amerika Serikat berakhir dengan perceraian, dan 70% dari
anak-anaknya berkembang tidak sehat baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Selanjutnya dikemukakan bahwa angka perceraian semakin meningkat, pernikahan
semakin menurun karena banyak orang memilih hidup bersama tanpa nikah dan free
sex. Ketidaksetiaan (penyelewengan) dikalangan keluarga-keluarga di AS juga
cukup tinggi. Disebutkan: 75% para suami dan 40% istri-istri di AS juga
menyeleweng.[25]
Disamping itu Nasruddin
Razak mengatakan bahwa :
Dengan
terlepasnya kontrol agama terhadap perkembangan ilmu dan masyarakat, dunia
Eropa dan Amerika dilanda moral baru. Pergaulan bebas yang mutlak, hubungan
seksuil di luar perkawinan dan kelahiran bayi-bayi yang tidak punya ayah yang
jelas terjadi demikian hebatnya. Hal mana terjadi sejak dari tingkatan rendah
sampai ke cabang atas, dari mereka yang masih gadis sejak umur sepuluh tahun
sampai kepada mereka yang telah berumah tangga, sudah kawin. Jelaslah, bahwa
kemajuan ilmu dan teknologi Barat, bukanlah karena agama mereka, tapi karena
jiwa ilmiah semata.[26]
Sedangkan H. Ali Akbar
mengatakan:
Pada
generasi dahulu orang Amerika menghargai “perawan”, tidak ada seorang wanita
terhormat, berapapun umurnya melakukan hubungan seks dengan orang lain, selain
dengan suaminya. Sekarang keadaan sudah berubah, banyak di sekolah tinggi
pengaturan hidup dengan pilihan bebas mengizinkan “kebebasan seksual” tanpa
pengaturan resmi (hidup bersama / bebas tanpa kawin). Hampir semua pemuda
sekarang menerima seks sebagai bagian hidup alami, mereka mengakui bahwa wanita
menyukai dan membutuhkan aktivitas seksual sama dengan pria. Dan mereka percaya, bahwa cara orang dewasa
mengatakan perasaan mereka timbal balik adalah soal mereka, bukan soal
siapapun. Menurut kalangan ilmiah, cara berfikir seperti ini adalah sehat dan
pendekatan masalah seks terbuka sekarang ini adalah tidak lebih wajar.[27]
Terjadi pergeseran nilai seperti ini, membuat
masyarakat semakin resah terutama di kalangan orang tua dan para pendidik. Di
mana melihat anak-anak bergaul dengan bebas bersama lawan jenisnya. Panti pijat
bertambah banyak, pelacuran-pelacuran gentanyangan. Akhirnya banyak korban
berjatuhan; hamil sebelum nikah, bayi-bayi lahir tanpa ayah atau orang-orang
kena penyakit hubungan seks (PHS).
“Di laporkan dalam
majalah bulanan Readers Digest, bahwa
di Amerika setiap tahun lahir 200 ribu anak tanpa ayah resmi. Generasi muda
Amerika sudah tidak memandang, bahwa keperawanan tidak lagi penting atau
menjadi ukuran suatu perkawinan”.[28]
Gejala-gejala tingkah
laku seksual yang bebas, tidak dapat dipungkiri lagi kehadirannya telah merusak
kaum muda bahkan dikalangan orang tuapun dan anak-anak di bawah umur
menunjukkan demikian. Apalagi kalau ditelusuri jaringan-jaringannya melalui media-media massa dan elektronik
lainnya seperti film-film, majalah, foto-foto dan buku-buku porno sudah bukan
rahasia lagi. Kata Sarlito Sarwono, diakui bahwa di ibukota penyimpangan seks
sering timbul pada remaja karena pengetahuan mereka tentang seks lewat media
massa. Menurut analisa yang diperolehnya 50% kaum remaja di kota-kota besar
lebih cepat mengetahui tentang seks lewat buku dan majalah.[29]
Gejala-gejala tingkah
laku seksual yang bebas, tidak dapat dipungkiri lagi. Semula masalah seks ini
merupakan soal pribadi orang-orang tua (suami istri) lalu pudar menjadi masalah
masyarakat. Mereka merasa bingung bagaimana cara menanggulanginya, memberi
informasi tentang seks terhadap anak-anaknya agar ia tidak terjerumus ke lembah
hitam yang penuh dosa dan noda.
Dari uraian di atas
tampaklah letak pokok masalahnya yaitu bagaimana upaya pencegahannya, agar free
sex berikut implikasinya tidak semakin berkembang? Dalam hal ini salah
seorang guru besar pada fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yaitu H.
Dadang Hawari dalam bukunya, dengan mengutip pendapat Prof. Stinnet dan John De
Frain, membuat enam rumusan. Keenam rumusan tersebut adalah :
- Kehidupan
beragama dalam keluarga
- Waktu
bersama antar anggota keluarga
- Komunikasi
yang baik antar anggota keluarga
- Saling
harga menghargai sesama anggota keluarga
- Keluarga
sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat hendaknya erat dan kuat,
tidak longgar dan rapuh
- Bila
menghadapi “krisis” hendaknya masing-masing pasangan dapat menahan diri,
mampu menyelesaikan secara positif dan konstruktif.[30]
2.
Ruang Lingkup Free Sex
Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab dua sub B butir
1 mengenai pengertian free sex bahwa H. Ali Akbar mengartikan free sex adalah
hubungan seks antara laki-laki dan perempuan tanpa nikah, dan di dalam Islam
disebut zina. Maka atas dasar keterangan itu , sebagai ruang lingkup free sex
yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu zina.
Kata zina, oleh H. Ali Akbar
dikelompokkan ke dalam tiga bagian:
1. Free Marital Inter Course, zina pemuda pemudi sebelum kawin.
2. Intra Marital Inter Course, zina yang dilakukan oleh suami atau istri dengan orang
lain atau pelacur.
3. Post Marital Inter Course, zina yang dilakukan oleh janda atau duda,
dengan orang lain atau pelacur.[31]
Semua bentuk zina dilarang ileh
Allah SWT tercantum dalam surat al-Isra’ ayat 32:
Artinya:
Janganlah kamu dekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan
jalan yang buruk.[32]
Menurut Ibnu Rusyd:
Zina adalah setiap
persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah,
bukan karena syubhat, dan bukan pula karena pemilikan (budak). Secara
garis besar, pengertian ini telah diasepakati oleh para ulama Islam, meskipun mereka masih berselisih pendapat
tentang mana yang dikatakan syubhat yang menghindarkan hukuman had dan manapula
yang tidak menghindarkan hukuman tersebut.[33]
Orang berzina ada dua macam:
a. Yang dinamakan
“mukhsan”, yaitu orang yang sudah baligh, berakal, merdeka, sudah pernah campur
dengan jalan yang sah. Hukuman terhadap mukhsan adalah rajam (dilontar dengan
batu yang sederhana sampai mati).
b.
Orang yang tidak mukhsan (yang tidak mencukupi
syarat-syarat di atas), seperti gadis dengan bujang. Hukuman terhadap mereka
dipukul 100 kali dan dibuang di luar negeri satu tahun lamanya.
Sabda Rasulullah SAW:[34]
Artinnya:
Telah berkata Umar: Umar (khalifah ke dua, dalam pidatonya di muka umum):
sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab kepada Muhammad SAW, maka adalah di
antara ayat-ayat yang diturunkan itu ayat “rajam”. Kami telah membaca, menjaga,
dan kami telah menghafalkan ayat itu. Rasulullah SAW telah merajam orang
berzina, dan kami juga telah menjalankan hukum rajam. Saya sesungguhnya amat
takut dikemudian hari kalau-kalau orang akan mengatakan: rajam tidak ada dalam
kitab Allah, maka dengan itu mereka sesat, meningalkan kewajiban yang telah
diturunkan Allah. Maka hukum rajam itu
hak (sebenarnya) ada dalam kitab Allah atas orang berzina, laki-laki dan
perempuan, apabila ia mukhsan, apabila ada saksi atas perbuatan itu, atau dia
bunting, atau dia mengaku. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i.)
Adapun dalil terhadap
orang yang tidak mukhsan, ialah firman Allah SWT:
Artinya: Perampuan
dan laki-laki yang berzina hendaklah keduanya didera, masing-masing
seratus dera; janganlah menaruh sayang terhadap keduanya dalam menjalankan
agama Allah jika kamu beriman kepad
Allah dan hari kemudian, dan hendaklah diperlihatkan hukuman keduanya kepada
kaum muslimin. (QS. An-Nur: 2)[35]
Sabda Rasulullah SAW:[36]
Artinya: Perawan dengan bujang yang berzina hendaklah
didera seratus kali, dan dibuang dari negeri itu selama satu tahun. (HR.
Muslim)
Hukuman hamba laki-laki dan
perempuan seperdua dari hukuman orang yang merdeka (lima puluh dera, dan
dibuang dari negeri itu setengah tahun).
Firman Allah SWT:
Artinya: Atas hamba-hamba perempuan yang berzina
hukumnya adalah seperdua hukuman perempuan yang merdeka (didera limapuluh kali,
dan dibuang setengah tahum). (an-Nisa’: 25)[37]
[1]John M. Echols dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An Engglish-Indonesian Dictionary)
Cet. 21, PT Gramedia Jakarta, 1995, hlm. 283 dan 150. CF. S. Wojo Wasito dan
Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Indonesia Inggris Dengan Ejaan Yang Disempurnakan, Hasta
Bandung, 1980, hlm. 71 dan 33.
[2] H.
Thohari Musnamar, (Eds), Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan
Konseling Islami, UII Press,
Yogyakarta, 1992, hlm. 3.
[3] W. S.
Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Cet. 7, PT
Grasindo, Jakarta, 1990, hlm. 17. CF. Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan dan Konseling Keluarga,
Menara Mas Offset, Yogyakarta, 1994, hlm. 83.
[4] H.
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
Grafika Yogyakarta, 1998, hlm. 105.
[5] Andi
Mappiare AT, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, Cet 2, PT Raja Gravindo
Persada, Jakarta, 1996, hlm. 1.
[6] H.
Thohari Musnamar, Op. Cit, hlm. 3-4.
[7]
Nasruddin Razak, Dienul Islam, PT. Alma’arif, Bandung, 1986, hlm. 56. CF. Abdul
Madjid, et.al, Al Islam, jilid I, Pusat Dokumentasi dan Poblikasi UMM, 1989,
hlm. 71. lihat juga, H. Endang Saefuddin Anshari, Kuliah al Islam, Edisi 2,
Cet. 3, CV Rajawali, Jakarta,1992, hlm. 72-73.
[8] Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, UI Press,
Jakarta, 1985, hlm. 24.
[9] Thohari
Musnamar, Op.Cit, hlm. 5.
[10]
Mengenai Sumber-sumber Hukum Islam, lebih lengkapnya dapat dibaca dalam Abdul
Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Dar al-Kalam, Kuwait, 1978, hlm. 10. CF.
Mukhtar Yahya, Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam,
Cet. 3, PT Al-Ma’arif, Bandung, 1993, hlm. 28 dan 100.
[11] Al Imam
As Suyuthy, Al Jami’ush Shaghier, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakr, As Suyuthi,
Darul Qalam, Mesir, 1966, hlm. 130.
[12] DEPAG
RI, Al Qur'an dan Terjemahnya, Surya
Cipta Aksara, Surabaya, 1993, hlm. 916.
[13] Thohari
Musnamar, Op.Cit, hlm. 6.
[14] HM.
Ariffin, Pedoman Pelaksaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Cet. 5, PT
Golden Terayon Press, Jakarta, 1994, hlm. 43.
[15] Asmuni
Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, al Ikhlas, Surabaya, 1983,
hlm. 104 - 160.
[16] Thohari
Musnamar, Op.Cit, hlm. 49 -51.
[17] Lihat
HM. Ariffin, Op,Cit, hlm. 43 - 50.
[18] H. Ali
Akbar, Merawat Cinta Kasih, Cet. 5, Pustaka Antara, Jakarta,
1978, hlm. 92.
[19] H. Ali
Akbar, Seksualitas Di Tinjau Dari
Hukum Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1990, hlm. 9.
[20] Gunawan, Fx. Rudy, Filsafat
Sex, Bintang Intervisi Utama, Yogyalarta, 1993, hlm. 8.
[21] Ibid.
[22] Hanna
Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi
Dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, Pustaka
pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm. 192.
[23] Ibid.
[24] DEPAG
RI, al Qur'an dan Terjemahannya, Surya
Cipta Aksara, Surabaya 1993, hlm. 351.
[25] H.
Dadang Hawari, al Qur'an, Ilmu
Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Cet. VII, PT. Dana Bhakti
Primayasa, Yogyakarta, 1998, hlm. 109 -110
[26]
Nasruddin Razak, Dienul Islam,
Cet. IX, Al Ma’arif, Bandung, 1986, hlm. 30.
[27] H. Ali
Akbar, Merawat Cinta Kasih,
Pustaka Antara, Jakarta, 1971, hlm. 79 – 80.
[28] Ibid.
11 BKKBN, Opini, No. 2. Th. 1, 1984, BKKBN,
Jakarta, hlm. 19.
[30] H.
Dadang Hawari, Op.Cit, hlm.
111.
[31] H. Ali
Akbar, Seksualitas Di Tinjau Dari
Hukum Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1990, hlm. 85.
[32] DEPAG RI, al-Qur’an
dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara Surabaya, 1993, hlm. 429.
[33]
Al-Faqih abul Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayat
al-Mujtahid Wa nihayat al-Muqtasid,
terj Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, hlm. 600.
[34] Al-Imam
Abu Daud Sulaiman Ibn Asy’as al- Azdi as-Sijistani, Sunan Abi Daud,
Tijariah Kubra, Kairo, tt, hlm. 570.
[35] DEPAG RI, OP.Cit, hlm. 143.
[36] al-Imam
Abul Husain Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim,
Dar al-Fiqr, Beirut, 1408H/1988M, hlm. 431.
[37] DEPAG RI, OP.Cit, hlm. 121.
0 Response to "BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP FREE SEX"
Post a Comment