Analisis Konsep Pendidikan Moral Menurut Ki Hajar Dewantoro dan Ibnu Khaldun
Berdasar pemaparan dan pemahaman tersebut dapatlah diutarakan
mengenai konsep ilmu pendidikan yang dijadikan suatu proses pemahaman.
Sebagaimana telah penulis kemukakan diatas pada bab sebelumnya dapat dijelaskan
bahwa pendidikan sangatlah bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan pendidikan
untuk umat manusia dan bangsa. Hal ini dapat ditentukan dengan semakin
banyaknya sistem dan konsep yang dijadikan pedoman dalam pembelajaran. Dalam
upaya kita untuk mengetahui hakikat kebudayaan, pada tempatnya apabila kita
mengkaji pandangan Ki Hajar Dewantara, tentang konsepnya mengenai pendidikan.
Konsep tersebut lebih dikenal sebagai teori Trikon. Menurut Ki
Hajar Dewantara, kebudayaan berarti pendidikan buah budi manusia yang merupakan
hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam dan zaman
(kodrat dan masyarakat). Berikut dapat diuraikan mengenai konsep
pendidikan moral menurul Ki hajar dewantara, rumusan tersebut mengandung
beberapa hal penting yaitu :
1.
Kebudayaan selalu bersifat
kebangsaan (nasional) dan mewujudkan sifat atau watak kepribadian bangsa. Dalam
hal ini diartikan sebagai sifat kemerdekaan kebangsaan dalam arti kultural.
2.
Tiap-tiap kebudayaan
menunjukkan keindahan dan tingginya adapt kemanusiaan pada hidup masing-masing
bangsa yang memilikinya. Dapat diartikan keluhuran dan kehalusan hidup manusia
tersebut selalu dipakainya sebagai ukuran.
3.
Tiap-tiap kebudayaan
sebagai buah kemenangan manusia terhadap kekuatan alam dan zaman. artinya
selalu memudahkan dan melancarkan hidupnya serta memberi alat-alat baru untuk
meneruskan kemajuan hidup dan memudahkan serta memajukan dan mempertinggi taraf
kehidupan.
Dalam penerapanya sebagai pengembangan kebudayaan, Ki Hajar
Dewantara mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1.
Ing Madya Mangun Karso,
mempunyai arti ; seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat
berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya.
2.
Ing Ngarso Sung Tulodo,
yang berarti ; seseorang harus mampu memberikan contoh pada panutan dan
mengikuti seseorang yang memimpin dirinya.
3.
Tut Wuri Handayani, berarti
; seorang pemimpin harus pula mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar
berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.[5]
Analisis
terhadap pendidikan moral Ibnu Khaldun
Suatu hal
yang menarik dari perjalanan hidup dan pengalaman serta pengembaraannya, ia
dapat merumuskan suatu formulasi mengenai pendidikan sebagai hasil pengalaman,
sebagai seorang ahli sejarah dan sosiolog. Pendidikan adalah mentransformasikan
nilai-nilai dari pengalaman untuk berusaha mempertahankan eksistensi manusia
dalam berbagai bentuk kebudayaan serta zaman yang terus berkembang. Untuk dapat
terus mempertahankan eksistensi manusia dalam masyarakat yang berkebudayaan
membutuhkan suatu kemampuan dan keberanian untuk berbuat dan bertindak yang
didasarkan kepada pengetahuan, pengalaman, pergaulan dan sikap mental serta
kemandirian yang biasa disebut sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.
Oleh
karena itu konsepsi yang sekarang berkembang dalam masyarakat Sumber Daya
Manusia (SDM) adalah konsepsi dari Ibnu Khaldun sebagai hasil dari berbagai
pengalaman dan pengembaraannya, untuk dapat hidup dan memperoleh jabatan dalam
situasi yang selalu berganti.[6]
Pendidikan
budi pekerti harus mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan jiwa
kebangsaan menuju kepada kesucian, ketertiban dan kedamaian lahir batin, tidak
saja syarat-syarat jaman baru yang sudah dan sesuai dengan maksud dan tujuan
kita.
Teristimewa
harus kita memperhatikan pangkal kehidupan kita yang hidup dalam kesenian,
peradaban, syarat-syarat agama, atau terdapat dalam kitab-kitab cerita
(dongeng, Mythenen, Legenden, babad dan lain-lain) semua itu adalah “Arsip
nasional” dalam aman tersimpan beberapa kekayaan batin dari bangsa.[7]
Menurut
Ibnu Khaldun
Ibnu
Khaldun sebagaimana dikutip Marasuddin Siregar, mengatakan bahwa pendidikan
adalah :
a. Pandangan
masyarakat modern terhadap agama nampaknya semakin kurang mampu mengatasi
kebutuhan dunia modern, karena setiap kesulitan yang dihadapi oleh manusia,
sudah dapat diatasi sendiri.
b. Berkembangnya
faham materialisme, sekulerisme dan rasionalisme.
c. Adanya
kesenjangan antara ajaran yang sebenarnya dengan pengamalan agama dalam
kehidupan masyarakat. Kesenjangan tersebut kurang mampu menangkap rambu-rambu
dalam kehidupan masyarakat. Artinya lebih mementingkan ibadah pribadi yang
bersifat sunah dibandingkan dengan ibadah yang bersifat sosial. Akibat yang
terjadi adalah umat Islam ketinggalan dalam sektor pengembangan lembaga sosial
kemasyarakatan, padahal jumlahnya masyoritas, tetapi kurang potensial. Ini
berarti masyarakat lebih mementingkan ibadah ritual daripada mementingkan
ibadah yang bersifat sosial.
d. Pelaksanaan
pendidikan menitikberatkan pada penanaman ilmu pengetahuan semata atau lebih
bersifat kognitif, dan kurang terkait dengan nilai-nilai pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.[8]
[6] Marasuddin
Siregar, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun suatu Analisa Fenomenologi,
Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999, hal.
32-33.
0 Response to "Analisis Konsep Pendidikan Moral Menurut Ki Hajar Dewantoro dan Ibnu Khaldun"
Post a Comment