IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADANI

IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADANI
Warta Madrasah - sahabat warta madrasah  Setelah membahas konsep Pendidikan Islam dan konsep masyarakat madani (civil society) pada bab – bab pembahasan sebelumnya, maka kita akan mencoba menganalisis implementasi konsep Pendidikan Islam dalam pembentukan masyarakat madani (civil society).
A.     Hubungan Pendidikan Islam dengan Masyarakat Madani (Civil Society)
Sebagai prolog, pengertian pendidikan seperti yang telah di bahas sebelumnya diartikan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai – nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.[1] Jadi, pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia  dengan makhluk lainnya. Bagi manusia, belajar merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan kearah kehidupan yang lebih berarti.
Merangkai pengertian pendidikan, Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita – cita Islam, karena nilai – nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
Dengan istilah lain, manusia muslim yang telah mendapatkan Pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai diharapkan oleh cita – cita Islam. Pengertian Pendidikan Islam dengan sendirinya bermuara pada pengertian sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam memberi pedoman seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.[2] Selain itu Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[3]
Menurut Hasan Langgulung Pendidikan Islam didasarkan pada, Al – Qur’an, Sunnah Nabi, Qiyas atau membandingkan masalah yang disebutkan oleh Al – Qur’an atau Sunnah dengan masalah yang dihadapi oleh umat Islam pada masa tertentu, di mana nash yang tegas dalam Al – Qur’an tidak ada, kemasalahatan umat, kesepakatan ulama (Ijma’).[4]
Di sisi lain Pendidikan Islam juga mempunya tujuan yaitu untuk membentuk kepribadian muslim, dengan perpaduan iman dan amal saleh, yaitu keyakinan adanya kebenaran mutlak yang menjadi satu – satunya tujuan hidup dan sentral pengabdian diri dan perbuatan yang sejalan dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan meningkatkan nilai kemanusiaan itu sendiri.[5]
Sedangkan pengertian masyarakat madani mengacu pada kata al din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan makna al tamaddun, atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al madinah yang artinya kota. Dengan demikian, maka terjemahan masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan. Di sini agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya.[6]
Mengurai makna tiga kata kunci masyarakat madani yaitu agama, peradaban dan kota, maka asumsi kita akan tergiring pada pemahaman bahwa kata “agama” dianalogikan sebagai sumber nilai atau kaidah yang mendasari sikap hidup manusia dalam aktifitas kehidupan, sehingga kehidupan manusia tersebut diharapkan akan beradab (madani) yang berciri menghargai kemajemukan, memiliki sikap toleran, dibarengi sikap demokratis, sedangkan kata “kota” biasanya identik dengan kemajuan peradaban, teknologi, kualitas pendidikan dan kualitas kehidupan lainnya. Menyibak runtutan pemikiran di atas dengan penafsiran seperti itu memang terasa pincang, ketika “kota” diidentikan dengan kemajuan yang berarti ada pengkualifikasian berbeda dengan lawan kota yakni desa, tetapi bagaimanapun konsep di atas mempunyai alur pemikiran yang cukup sahih dan argumentatif.
Selanjutnya masyarakat madani yang dianalogikan dengan civil society adalah suatu kondisi masyarakat yang dilandasi oleh civileze society (masyarakat beradab), karena civileze society menjadi prasyarat terwujudnya masyarakat madani itu sendiri,[7] yang tentunya harus ditegakkan atas landasan  nilai – nilai etik-moral transendental (adat dan agama) yang bersumber dari doktrin langit.[8]
Dari uraian di atas, ada beberapa persamaan antara pengertian Pendidikan Islam dengan masyarakat madani (civil society), di mana Pendidikan Islam bertujuan untuk menciptakan pribadi – pribadi yang bertaqwa, beretika – moral yang baik, yang dilandaskan pada ajaran – ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits yang muara akhirnya adalah penciptaan manusia paripurna atau insan kamil. Sedangkan masyarakat madani (civil society) adalah kondisi di mana masyarakat mempunyai budi baik (beradab) yang dilandaskan sikap transendental (berdasarkan agama) yang bersumber dari doktrin langit (wahyu / ajaran Tuhan).
Jadi, sangatlah jelas hubungan antara Pendidikan Islam dengan masyarakat madani (civil society), karena di satu sisi jika kita pahami bahwa Pendidikan Islam membentuk pribadi – pribadi yang beradab, maka follow – upnya adalah terbentuknya masyarakat yang beradab pula.
Dapat diambil konklusi awal, menurut penulis setidaknya ada dua keterkaitan antara Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil society) yaitu :
1.    Keterkaitan fungsional
Bahwa ada beberapa faktor atau lebih tepat sebagai    unsur – unsur yang terdapat dalam pendidikan antara lain peserta didik, pendidik, alat dan lingkungan (masyarakat).[9] Empat unsur awal dapat digolongkan sebagai (lembaga pendidikan) dan yang terakhir masyarakat itu sendiri. Jika, Pendidikan Islam sebagai  nilai – nilai yang dapat diwujudkan secara kelembagaan misalnya lewat Pendidikan Agama Islam, maka tentunya Pendidikan Islam dengan sendirinya akan menjadi suplier tenaga ahli, atau lebih penting Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermoral, beretika sosial atau dalam hal ini muslim muttaqin sebagaimana disebut di atas, sehingga nantinya dapat berguna bagi masyarakat yang menjadi “konsumen” pendidikan tersebut. Dan di satu sisi masyarakat bisa menjadi “produsen” bagi dunia pendidikan, yang secara sederhana bisa diwujudkan lewat tenaga pendidikan dan siswa yang merupakan anggota masyarakat itu sendiri. Hal tersebutlah menurut penulis yang dikatakan keterkaitan fungsional, karena antara masyarakat yang menginginkan masyarakat beradab (madani) terkait dengan Pendidikan Islam (lembaga) yang memang salah satu fungsinya mencetak individu – individu yang beradab (madani).

2.    Keterkaitan filosofik
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada nash Al Qur’an dan Hadits. Jika kita pahami bahwa pendidikan sebagai peradaban manusia, maka dengan sendirinya kita dapat mengatakan bahwa proses pendidikan berarti juga aktifitas manusia itu sendiri dalam membuat sebuah kebudayaan dan peradaban. Maka sudah barang tentu    nilai – nilai yang terkandung dalam Al Qur’an dan Hadits adalah prinsip yang harus selalu dipegang  umat manusia, karena Al Qur’an dan Hadits sebagai kaidah nilai bagi setiap manusia, yang berarti untuk menciptakan masyarakat yang beradab tentunya harus dilandaskan pada ajaran yang baik dan benar.
Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber Pendidikan Islam memberikan sebuah ajaran yang baik dan benar dalam aktifitas kehidupan masyarakat dalam membangun peradabannya. Ajaran – ajarannya tersebut secara faktual tergambar dalam setiap perintah maupun larangan yang terkandung di dalam seperti  (Q.S. 109 : 1 – 6) dan (Q.S. 60 : 8), tentang nilai – nilai toleransi, (Q.S. 49 : 11-13) tentang penghargaan terhadap kemajemukan (pluralisme), (Q.S. 30 : 30) dan Hadits riwayat Muslim tentang kebebasan pengembangan fitrah (potensi) manusia yang berarti adalah kebebasan untuk bersikap dan bertingkah laku untuk mengaktualisasikan potensinya tentunya dalam dimensi yang positif.
Dari sinilah tergambar jelas bahwa Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber ilmu mengandung ajaran yang sangat komprehensif dan integral sehingga melebihi porsi layak untuk dijadikan landasan berpijak bagi setiap aktifitas manusia, bahkan kalau dalam bahasa penulis ajaran tersebut tidak hanya bagi umat Islam yang memang mengakui Al Qur’ an dan Hadits sebagai sumber ajarannya tetapi bisa juga bagi kelompok non muslim, karena memang Islam dengan Al Qur’an dan Haditsnya diturunkan bagi “seru sekalian alam”.
Maka asumsi penulis inilah yang disebut keterkaitan filosofik, karena masyarakat (manusia) dalam peradabannya memerlukan sumber inspirasi, sumber pengakuan dan sandaran vertikal sehingga peradaban manusia pada dasarnya tidak hanya dalam konteks dapat dipertanggungjawabkan oleh akal fikiran manusia tetapi dapat dipertanggungjawabkan dalam dimensi ketuhanan yang memang diyakini mempunyai kebenaran absolut. 

B.     Implementasi Konsep Pendidikan Islam dalam Pembentukan Masyarakat Madani (Civil Society)
Sebelum menganalisis implementasi konsep Pendidikan Islam dalam Pembentukan masyarakat madani (civil society), setidaknya kita lihat tujuan dari Pendidikan Islam, karena tujuan pendidikan tidak bisa bisa tidak merupakan parameter dan barometer pendidikan. Dalam artian ukuran dan arah yang akan dicapai pendidikan tercakup dalam tujuan. Sedangkan tujuan Pendidikan Islam menurut M. Chabib Toha, antara lain :
1.      Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT
2.      Membina dan memupuk akhlakul karimah
3.      Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah
4.      Menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu beramar ma’ruf dan nahi munkar
5.      Menumbuhkan kesadaran ilmiah, melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia, alam maupun kehidupan makhluk Allah semesta.[10]
Sedangkan pendapat lain menyatakan ada dua tujuan pokok ilmu pendidikan Islam. Pertama, untuk lebih memahami dan menghayati kebijaksanaan Allah sebagai Rabul ‘alamin dalam membimbing          hamba-Nya ; Kedua, untuk merefleksikan pertautan nilai – nilai transendental – Ilahi dengan realitas pendidikan.[11]
Tujuan Pendidikan Islam di atas dengan sendirinya adalah konsep nilai – nilai Pendidikan Islam implementasinya bagi pembentukan masyarakat madani (civil society) yaitu dengan :
1.    Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Masyarakat madani (civil society) dijalankan atas dasar sandaran transendental yang bersumber dari doktrin langit (ajaran Tuhan). Kata – kata ini, jika kita analisis adalah pengakuan bahwa ketika kita ingin menciptakan masyarakat madani (civil society) harus didasarkan pada ajaran agama, yang berarti kita harus bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan sendirinya masyarakat yang mengakui bahwa ajaran transendental (agama) sebagai emanasi (pancaran) bagi sikap hidup, sikap sosial akan bertaqwa kepada-Nya. Atau dalam bahasa yang sederhana masyarakat madani (civil society) yang dilandaskan aspek transendental (agama) dengan sendirinya adalah orang yang beragama, maka dapat kita katakan bahwa orang beragama pasti bertaqwa kepada-Nya.
2.    Membina dan memupuk akhlaqul karimah
Civeleze (beradab) sebagai ciri masyarakat madani (civil society) tentunya adalah pribadi – pribadi atau masyarakat yang mempunyai sikap dan budi pekerti yang baik. Beradab sangat identik dengan sopan santun dan sopan satun berarti akhlaq yang baik (karimah). Akhlaqul karimah dalam konteks masyarakat madani (civil sovciety) meminjam istilahnya Salvador Gilner adalah masyarakat yang menghargai dan tidak memusuhi komunitas lain, berarti akhlaqul karimah bisa diwujudkan dalam bentuk komunikasi pergaulan dalam masyarakat yang memang membutuhkan sikap yang baik (karimah), sehingga antara satu dengan yang lain akan terbangun hubungan yang harmonis karena dilandasi semangat saling menghargai yang ditunjukkan lewat sikap yang baik tersebut.
3.    Menciptakan pemimpin – pemimpin bangsa yang selalu beramar ma’ruf nahi munkar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat madani (civil society) adalah di mana masyarakat secara riil mampu secara baik mengartikulasikan kebaikan bersama tanpa campur tangan negara. Negara yang berarti adalah kekuasaan dan kekuasaan berarti pemimpin, maka dari sinilah ketika Pendidikan Islam bertujuan menciptakan pemimpin – pemimpin bangsa yang selalu beramar ma’ruf nahi munkar baik secara fungsional maupun filosofik. Masyarakat madani (civil society) adalah konsep di mana pemimpin yang beradab lahir dari lingkungan atau masyarakat yang beradab, sehingga dalam kekuasaannya pemimpin akan menjadikan nilai – nilai demokrasi, toleransi, pluralisme sebagai icon yang akan selalu diperhatikan dan diberdayakan untuk mewujudkan masyarakat, bangsa dan negara yang madani.
4.    Memberikan ruang bebas bagi penampilan ekspresi masyarakat.
Bahwa masyarakat madani (civil society) memberikan ruang kebebasan bagi publik (masyarakat) dalam menyalurkan aspirasi, bisa berbentuk melaksanakan kegiatan dan berpartisipasi dalam segala aspek kehidupan. Maka jika konsep Pendidikan Islam menggariskan seperti di atas, jelas terjadi kesesuaian ketika Pendidikan Islam memberikan ruang dalam aspek normatif sedangkan masyarakat madani (civil society) memberikan ruang pada aspek praktis.

Dalam pendidikan Islam juga ada prinsip atau nilai – nilai yang memberi nilai lebih bagi Pendidikan Islam. Adapun prinsip – prinsip  pendidikan Islam yaitu : (Q.S. 109 : 1 – 6) dan (Q.S. 60 : 8), tentang nilai – nilai toleransi, (Q.S. 49 : 11-13), tentang penghargaan tentang kemajemukan (pluralisme), (Q.S. 30 : 30) dan Hadits riwayat Muslim tentang kebebasan pengembangan fitrah (potensi) manusia.
Sebagai bahan perbandingan, maka dikonfrontasikan dengan konsep civil society (masyarakat madani) yang identik dengan beberapa hal yaitu:[12]
1.      Pluralisme
2.  Toleransi
3.  Demokrasi
4.  Semangat Madani dan Modern State
Analisis antara dua konsep di atas yang penulis tawarkan adalah sebagai berikut :
1.      Nilai demokrasi dalam masyarakat madani (civil society) .
Pemberdayaan sifat dan potensi insani yang hakekatnya merupakan pengembangan self (diri) adalah pengembangan kreatif. Dalam proses tersebut individu dan masyarakat memainkan peranan aktif, tidak pasif, yaitu selalu melakukan aksi dan reaksi dengan tujuan yang jelas.
Keharusan untuk bersifat kreatif ini, memberikan konsekuensi kepada manusia untuk melihat bahwa nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat bukan merupakan sesuatu yang memiliki kebenaran mutlak, tetapi menuntut apresiasi yang sungguh – sungguh dari anggota masyarakat dan menuntut masyarakat untuk bersifat kritis. Fenomena historik menunjukkan kemunculan seorang rasul Allah dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad selalu didahului dengan sikap kritis dalam memandang nilai budaya yang berkembang pada zamannya.
Selain itu Pendidikan Islam sangat terbuka bagi kebebasan yang merupakan syarat mutlak untuk mengembangkan potensi fitrah manusia serta kemampun untuk berinteraksi dengan lingkungan. Kebebasan bukan sesuatu yang sederhana, kebebasan mengandung resiko yang besar. Dalam Islam, Allah telah memepertaruhkan tentang kebebasan, termasuk kebebasan memilih yang baik, dan tidak baik. Karena hanya manusia, makhluk tuhan yang berani bertaruh untuk memikul amanat dan tanggungjawab ini. Karena itu kebebasan yang diberikan  oleh  Allah  SWT kepada  manusia harus dimanfaatkan secara bijaksana dan konstruktif.
Dalam masyarakat madani (civil society), sikap kreatif dan kebebasan untuk memilih merupakan jaminan yang diberikan. masyarakat madani (civil society) memberikan instrumen bagi  individu – individu untuk menyalurkan fitrah (potensi) nya di mana hal tersebut dilandaskan kepada keterbukaan sikap bahwa kita semua berhak menentukan apa yang kita inginkan dalam hal yang positif.
2.      Pendidikan berwawasan nilai kaidah bagi toleransi dan pluralime.
Pendidikan yang berwawasan nilai adalah pendidikan yang selalu disandarkan pada keadaan sosial lingkungannya.[13] Dalam masyarakat madani (civil society) diakui adanya pluralitas atau kemajemukan masyarakat. Di sinilah entry point yang kita ambil, bahwa Pendidikan Islam menegaskan perlu adanya kepekaan terhadap realitas sosial, di sisi lain masyarakat madani (civil society) memberi jawaban tentang kondisi sosial yang begitu beragam.
Harus diakui bahwa paham kemajemukan masyarakat atau pluralisme tidak cukup hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan kemajemukan itu sebagai nilai positif, sebagai rahmat Tuhan kepada manusia, karena akan memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi yang dinamis lewat pertukaran silang budaya yang beraneka ragam. Untuk itulah Pendidikan Islam yang mempunyai prinsip berwawasan nilai memberikan justifikasi bagi adanya sikap menghargai realitas sosial berupa pluralitas tersebut.
Sikap toleransi juga menjadi sesuatu yang wajib dalam pengembangan pendidikan yang berwawasan nilai, karena dengan kondisi masyarakat yang sangat plural, baik adat istiadat, suku, agama dan ras, tidak bisa tidak sikap toleransi harus selalu dikedepankan. Bahwa Indonesia sekarang ini banyak mengalami konflik – konflik SARA, seperti di Ambon, Poso, Sambas dan lain sebagainya, maka pendidikan yang berwawasan nilai sudah saatnya mampu memberikan pedoman bagi kita semua untuk menghargai kondisi sosial (masyarakat) yang memang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
3.      Kepercayaan diri masyarakat
Dalam masyarakat madani (civil society), di manapun negaranya ketika tercipta masyarakat yang beradab yang di dalamnya memberikan ruang gerak bagi partisipasi masyarakat, melalui instrumen berupa asosiasi – asosiasi atau organisasi - organisasi yang kesemuanya ditopang oleh swadaya masyarkat. Maka memunculkan sebuah negara yang ideal, dalam artian bahwa negara ideal adalah negara yang terjadi keseimbangan proporsi antara peran kekuasaan dengan peran masyarakat, dan itulah ciri – ciri negara modern yang ada sekarang. Dengan sendirinya ketika bangsa atau negara tersebut telah memasuki tataran negara maju, akan memunculkan kepercayaan diri bagi rakyatnya, kesemuanya akibat dari baiknya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada, sebagai hasil dari proses pendidikan, dan di sinilah Pendidikan Islam bisa memainkan peranan penting.

Melihat dari beberapa persoalan di atas, maka Pendidikan Islam yang dimaknai sebagai pendidikan yang didasarkan pada Al Qur’an dan Hadits dan perangkat hukum Islam lainnya (Ijma’ dan Qiyas) adalah sumber nilai bagi perikehidupan manusia. Pendidikan Islam bisa dimaknai secara konvensional sebagai ayat – ayat atau dalil – dalil sebagai rujukan hukum bagi aktifitas manusia, sekaligus Pendidikan Islam bisa juga dipahami dan diaktualisasikan dalam bentuk pendidikan secara institusional yang didalamnya mengandung konsep nilai, proses dan hasil pendidikan. Di mana semuanya diarahkan pada pembentukan pribadi yang bertaqwa, beradab dan bermoral, yang secara langsung merupakan idealisme yang diinginkan dalam masyarakat madani (civil society), di sinilah bagaimana peran Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil society) melakukan kreasi aplikatif untuk secara bersama – sama menjadi komponen penting bagi penciptaan masyarakat paripurna (madani).



[1] M. Noor Syam, dkk.,  Pengertian dan Hukum Dasar Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm. 2.

[2] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 10.

[3] Ahmad Daeng Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al Ma’arif, Bandung, Cet. ke – 8, 1989,  hlm. 23.

[4] Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, PT Al Ma’arif, Cet. ke – 1,  Bandung, 1980, hlm. 93.

[5] Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1992,  hlm.  164 – 166.

[6] M. Dawam Raharjo, Masyarakat Madani : Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, Pustaka LP3ES, Cet. ke – 1, Jakarta, 1999, hlm. 146.

[7] Djohar, “Pendidikan yang Membebaskan sebagai Kontruksi Masyarakat Madani”, dalam Membongkar ‘Mitos’ Masyarakat Madani, Pustaka Pelajar, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 2000, hlm. 301.

[8] Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Universalisme Nilai – Nilai Politik Islam Menuju Masyarakat Madani”, dalam Profetika Vol. 1. No. 2. Jakarta, 1999, hlm. 170.

[9] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, FIP-IKIP Yogyakarta, 1984, hlm. 39.
[10] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 1986, hlm. 101

[11] Achmadi, “Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan”  dalam Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 2001, hlm. 25.
[12] Nurcholis Madjid, “Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi : Tantangan dan Kemungkinan” dalam Ahmad Baso, Civil Society Versus Masyarakat Madani, Pustaka Hidayah, Cet. ke – 1, Bandung, 1999, hlm. 23.

[13] M Chabib Thoha, Op.Cit., hlm. 35.

0 Response to "IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADANI"

Post a Comment