Warta Madrasah - sahabat warta madrasah Setelah
membahas konsep Pendidikan Islam dan konsep masyarakat madani (civil society) pada bab – bab pembahasan
sebelumnya, maka kita akan mencoba menganalisis implementasi konsep
Pendidikan Islam dalam pembentukan masyarakat madani (civil society).
A.
Hubungan
Pendidikan Islam dengan Masyarakat Madani (Civil
Society)
Sebagai
prolog, pengertian pendidikan seperti yang telah di bahas sebelumnya diartikan
bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai – nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian,
bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan.[1]
Jadi, pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus
membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Bagi manusia, belajar merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan
kearah kehidupan yang lebih berarti.
Merangkai
pengertian pendidikan, Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan cita
– cita Islam, karena nilai – nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya.
Dengan
istilah lain, manusia muslim yang telah mendapatkan Pendidikan Islam itu harus
mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagai diharapkan oleh cita –
cita Islam. Pengertian Pendidikan Islam dengan sendirinya bermuara pada
pengertian sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam memberi pedoman seluruh aspek
kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.[2]
Selain itu Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam.[3]
Menurut
Hasan Langgulung Pendidikan Islam didasarkan pada, Al – Qur’an, Sunnah Nabi,
Qiyas atau membandingkan masalah yang disebutkan oleh Al – Qur’an atau Sunnah
dengan masalah yang dihadapi oleh umat Islam pada masa tertentu, di mana nash
yang tegas dalam Al – Qur’an tidak ada, kemasalahatan umat, kesepakatan ulama
(Ijma’).[4]
Di
sisi lain Pendidikan Islam juga mempunya tujuan yaitu untuk membentuk
kepribadian muslim, dengan perpaduan iman dan amal saleh, yaitu keyakinan
adanya kebenaran mutlak yang menjadi satu – satunya tujuan hidup dan sentral
pengabdian diri dan perbuatan yang sejalan dengan harkat dan martabat
kemanusiaan dan meningkatkan nilai kemanusiaan itu sendiri.[5]
Sedangkan
pengertian masyarakat madani mengacu pada kata al din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan
makna al tamaddun, atau peradaban.
Keduanya menyatu ke dalam pengertian al
madinah yang artinya kota. Dengan
demikian, maka terjemahan masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni agama,
peradaban dan perkotaan. Di sini agama merupakan sumber, peradaban adalah
prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya.[6]
Mengurai
makna tiga kata kunci masyarakat madani yaitu agama, peradaban dan kota, maka
asumsi kita akan tergiring pada pemahaman bahwa kata “agama” dianalogikan
sebagai sumber nilai atau kaidah yang mendasari sikap hidup manusia dalam
aktifitas kehidupan, sehingga kehidupan manusia tersebut diharapkan akan
beradab (madani) yang berciri menghargai kemajemukan, memiliki sikap toleran,
dibarengi sikap demokratis, sedangkan kata “kota” biasanya identik dengan
kemajuan peradaban, teknologi, kualitas pendidikan dan kualitas kehidupan
lainnya. Menyibak runtutan pemikiran di atas dengan penafsiran seperti itu
memang terasa pincang, ketika “kota” diidentikan dengan kemajuan yang berarti
ada pengkualifikasian berbeda dengan lawan kota yakni desa, tetapi bagaimanapun
konsep di atas mempunyai alur pemikiran yang cukup sahih dan argumentatif.
Selanjutnya
masyarakat madani yang dianalogikan dengan civil
society adalah suatu kondisi masyarakat yang dilandasi oleh civileze society (masyarakat beradab),
karena civileze society menjadi
prasyarat terwujudnya masyarakat madani itu sendiri,[7]
yang tentunya harus ditegakkan atas landasan
nilai – nilai etik-moral transendental (adat dan agama) yang bersumber
dari doktrin langit.[8]
Dari
uraian di atas, ada beberapa persamaan antara pengertian Pendidikan Islam
dengan masyarakat madani (civil society),
di mana Pendidikan Islam bertujuan untuk menciptakan pribadi – pribadi yang
bertaqwa, beretika – moral yang baik, yang dilandaskan pada ajaran – ajaran
Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits yang muara akhirnya adalah
penciptaan manusia paripurna atau insan kamil. Sedangkan masyarakat madani (civil society) adalah kondisi di mana
masyarakat mempunyai budi baik (beradab) yang dilandaskan sikap transendental
(berdasarkan agama) yang bersumber dari doktrin langit (wahyu / ajaran Tuhan).
Jadi,
sangatlah jelas hubungan antara Pendidikan Islam dengan masyarakat madani (civil society), karena di satu sisi jika
kita pahami bahwa Pendidikan Islam membentuk pribadi – pribadi yang beradab,
maka follow – upnya adalah terbentuknya masyarakat yang beradab pula.
Dapat
diambil konklusi awal, menurut penulis setidaknya ada dua keterkaitan antara
Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil
society) yaitu :
1. Keterkaitan
fungsional
Bahwa
ada beberapa faktor atau lebih tepat sebagai
unsur – unsur yang terdapat dalam pendidikan antara lain peserta didik,
pendidik, alat dan lingkungan (masyarakat).[9]
Empat unsur awal dapat digolongkan sebagai (lembaga pendidikan) dan yang
terakhir masyarakat itu sendiri. Jika, Pendidikan Islam sebagai nilai – nilai yang dapat diwujudkan secara
kelembagaan misalnya lewat Pendidikan Agama Islam, maka tentunya Pendidikan
Islam dengan sendirinya akan menjadi suplier
tenaga ahli, atau lebih penting Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermoral,
beretika sosial atau dalam hal ini muslim muttaqin sebagaimana disebut di atas,
sehingga nantinya dapat berguna bagi masyarakat yang menjadi “konsumen”
pendidikan tersebut. Dan di satu sisi masyarakat bisa menjadi “produsen” bagi
dunia pendidikan, yang secara sederhana bisa diwujudkan lewat tenaga pendidikan
dan siswa yang merupakan anggota masyarakat itu sendiri. Hal tersebutlah
menurut penulis yang dikatakan keterkaitan fungsional, karena antara masyarakat
yang menginginkan masyarakat beradab (madani) terkait dengan Pendidikan Islam
(lembaga) yang memang salah satu fungsinya mencetak individu – individu yang
beradab (madani).
2. Keterkaitan
filosofik
Pendidikan
Islam adalah pendidikan yang didasarkan pada nash Al Qur’an dan Hadits. Jika kita pahami bahwa pendidikan
sebagai peradaban manusia, maka dengan sendirinya kita dapat mengatakan bahwa
proses pendidikan berarti juga aktifitas manusia itu sendiri dalam membuat
sebuah kebudayaan dan peradaban. Maka sudah barang tentu nilai – nilai yang terkandung dalam Al
Qur’an dan Hadits adalah prinsip yang harus selalu dipegang umat manusia, karena Al Qur’an dan Hadits
sebagai kaidah nilai bagi setiap manusia, yang berarti untuk menciptakan
masyarakat yang beradab tentunya harus dilandaskan pada ajaran yang baik dan
benar.
Al
Qur’an dan Hadits sebagai sumber Pendidikan Islam memberikan sebuah ajaran yang
baik dan benar dalam aktifitas kehidupan masyarakat dalam membangun
peradabannya. Ajaran – ajarannya tersebut secara faktual tergambar dalam setiap
perintah maupun larangan yang terkandung di dalam seperti (Q.S. 109 : 1 – 6) dan (Q.S. 60 : 8), tentang
nilai – nilai toleransi, (Q.S. 49 : 11-13) tentang penghargaan terhadap
kemajemukan (pluralisme), (Q.S. 30 :
30) dan Hadits riwayat Muslim tentang kebebasan pengembangan fitrah (potensi)
manusia yang berarti adalah kebebasan untuk bersikap dan bertingkah laku untuk
mengaktualisasikan potensinya tentunya dalam dimensi yang positif.
Dari
sinilah tergambar jelas bahwa Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber ilmu
mengandung ajaran yang sangat komprehensif dan integral sehingga melebihi porsi
layak untuk dijadikan landasan berpijak bagi setiap aktifitas manusia, bahkan
kalau dalam bahasa penulis ajaran tersebut tidak hanya bagi umat Islam yang
memang mengakui Al Qur’ an dan Hadits sebagai sumber ajarannya tetapi bisa juga
bagi kelompok non muslim, karena memang Islam dengan Al Qur’an dan Haditsnya
diturunkan bagi “seru sekalian alam”.
Maka
asumsi penulis inilah yang disebut keterkaitan filosofik, karena masyarakat
(manusia) dalam peradabannya memerlukan sumber inspirasi, sumber pengakuan dan
sandaran vertikal sehingga peradaban manusia pada dasarnya tidak hanya dalam
konteks dapat dipertanggungjawabkan oleh akal fikiran manusia tetapi dapat
dipertanggungjawabkan dalam dimensi ketuhanan yang memang diyakini mempunyai
kebenaran absolut.
B.
Implementasi
Konsep Pendidikan Islam dalam Pembentukan Masyarakat Madani (Civil Society)
Sebelum menganalisis implementasi konsep
Pendidikan Islam dalam Pembentukan masyarakat madani (civil society), setidaknya kita lihat tujuan dari Pendidikan Islam,
karena tujuan pendidikan tidak bisa bisa tidak merupakan parameter dan
barometer pendidikan. Dalam artian ukuran dan arah yang akan dicapai pendidikan
tercakup dalam tujuan. Sedangkan tujuan Pendidikan Islam menurut M. Chabib
Toha, antara lain :
1. Menumbuhkan
dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT
2. Membina
dan memupuk akhlakul karimah
3. Menumbuhkan
sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah
4. Menciptakan
pemimpin-pemimpin bangsa yang selalu beramar ma’ruf dan nahi munkar
5. Menumbuhkan
kesadaran ilmiah, melalui kegiatan penelitian, baik terhadap kehidupan manusia,
alam maupun kehidupan makhluk Allah semesta.[10]
Sedangkan pendapat lain menyatakan ada dua tujuan
pokok ilmu pendidikan Islam. Pertama, untuk
lebih memahami dan menghayati kebijaksanaan Allah sebagai Rabul ‘alamin dalam
membimbing hamba-Nya ; Kedua, untuk merefleksikan pertautan nilai – nilai transendental –
Ilahi dengan realitas pendidikan.[11]
Tujuan
Pendidikan Islam di atas dengan sendirinya adalah konsep nilai – nilai
Pendidikan Islam implementasinya bagi pembentukan masyarakat madani (civil society) yaitu dengan :
1. Menumbuhkan
dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Masyarakat
madani (civil society) dijalankan
atas dasar sandaran transendental yang bersumber dari doktrin langit (ajaran
Tuhan). Kata – kata ini, jika kita analisis adalah pengakuan bahwa ketika kita
ingin menciptakan masyarakat madani (civil
society) harus didasarkan pada ajaran agama, yang berarti kita harus
bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan sendirinya masyarakat yang mengakui bahwa
ajaran transendental (agama) sebagai emanasi (pancaran) bagi sikap hidup, sikap
sosial akan bertaqwa kepada-Nya. Atau dalam bahasa yang sederhana masyarakat
madani (civil society) yang
dilandaskan aspek transendental (agama) dengan sendirinya adalah orang yang
beragama, maka dapat kita katakan bahwa orang beragama pasti bertaqwa
kepada-Nya.
2. Membina
dan memupuk akhlaqul karimah
Civeleze (beradab) sebagai ciri
masyarakat madani (civil society)
tentunya adalah pribadi – pribadi atau masyarakat yang mempunyai sikap dan budi
pekerti yang baik. Beradab sangat identik dengan sopan santun dan sopan satun
berarti akhlaq yang baik (karimah). Akhlaqul karimah dalam konteks masyarakat
madani (civil sovciety) meminjam
istilahnya Salvador Gilner adalah masyarakat yang menghargai dan tidak memusuhi
komunitas lain, berarti akhlaqul karimah bisa diwujudkan dalam bentuk
komunikasi pergaulan dalam masyarakat yang memang membutuhkan sikap yang baik
(karimah), sehingga antara satu dengan yang lain akan terbangun hubungan yang
harmonis karena dilandasi semangat saling menghargai yang ditunjukkan lewat
sikap yang baik tersebut.
3. Menciptakan
pemimpin – pemimpin bangsa yang selalu beramar ma’ruf nahi munkar.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa masyarakat madani (civil
society) adalah di mana masyarakat secara riil mampu secara baik
mengartikulasikan kebaikan bersama tanpa campur tangan negara. Negara yang
berarti adalah kekuasaan dan kekuasaan berarti pemimpin, maka dari sinilah
ketika Pendidikan Islam bertujuan menciptakan pemimpin – pemimpin bangsa yang
selalu beramar ma’ruf nahi munkar baik secara fungsional maupun filosofik.
Masyarakat madani (civil society)
adalah konsep di mana pemimpin yang beradab lahir dari lingkungan atau
masyarakat yang beradab, sehingga dalam kekuasaannya pemimpin akan menjadikan
nilai – nilai demokrasi, toleransi, pluralisme sebagai icon yang akan selalu diperhatikan dan diberdayakan untuk
mewujudkan masyarakat, bangsa dan negara yang madani.
4. Memberikan
ruang bebas bagi penampilan ekspresi masyarakat.
Bahwa
masyarakat madani (civil society)
memberikan ruang kebebasan bagi publik (masyarakat) dalam menyalurkan aspirasi,
bisa berbentuk melaksanakan kegiatan dan berpartisipasi dalam segala aspek
kehidupan. Maka jika konsep Pendidikan Islam menggariskan seperti di atas,
jelas terjadi kesesuaian ketika Pendidikan Islam memberikan ruang dalam aspek
normatif sedangkan masyarakat madani (civil
society) memberikan ruang pada aspek praktis.
Dalam
pendidikan Islam juga ada prinsip atau nilai – nilai yang memberi nilai lebih
bagi Pendidikan Islam. Adapun prinsip – prinsip
pendidikan Islam yaitu : (Q.S. 109 : 1 – 6) dan (Q.S. 60 : 8), tentang
nilai – nilai toleransi, (Q.S. 49 : 11-13), tentang penghargaan tentang
kemajemukan (pluralisme), (Q.S. 30 :
30) dan Hadits riwayat Muslim tentang kebebasan pengembangan fitrah (potensi)
manusia.
Sebagai
bahan perbandingan, maka dikonfrontasikan dengan konsep civil society (masyarakat madani) yang identik dengan beberapa hal
yaitu:[12]
1. Pluralisme
2. Toleransi
3. Demokrasi
4. Semangat
Madani dan Modern State
Analisis
antara dua konsep di atas yang penulis tawarkan adalah sebagai berikut :
1. Nilai
demokrasi dalam masyarakat madani (civil
society) .
Pemberdayaan
sifat dan potensi insani yang hakekatnya merupakan pengembangan self (diri) adalah pengembangan kreatif.
Dalam proses tersebut individu dan masyarakat memainkan peranan aktif, tidak
pasif, yaitu selalu melakukan aksi dan reaksi dengan tujuan yang jelas.
Keharusan
untuk bersifat kreatif ini, memberikan konsekuensi kepada manusia untuk melihat
bahwa nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat bukan merupakan sesuatu
yang memiliki kebenaran mutlak, tetapi menuntut apresiasi yang sungguh –
sungguh dari anggota masyarakat dan menuntut masyarakat untuk bersifat kritis.
Fenomena historik menunjukkan kemunculan seorang rasul Allah dari Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad selalu didahului dengan sikap kritis dalam memandang nilai
budaya yang berkembang pada zamannya.
Selain
itu Pendidikan Islam sangat terbuka bagi kebebasan yang merupakan syarat mutlak
untuk mengembangkan potensi fitrah manusia serta kemampun untuk berinteraksi
dengan lingkungan. Kebebasan bukan sesuatu yang sederhana, kebebasan mengandung
resiko yang besar. Dalam Islam, Allah telah memepertaruhkan tentang kebebasan,
termasuk kebebasan memilih yang baik, dan tidak baik. Karena hanya manusia,
makhluk tuhan yang berani bertaruh untuk memikul amanat dan tanggungjawab ini.
Karena itu kebebasan yang diberikan
oleh Allah SWT kepada
manusia harus dimanfaatkan secara bijaksana dan konstruktif.
Dalam
masyarakat madani (civil society),
sikap kreatif dan kebebasan untuk memilih merupakan jaminan yang diberikan.
masyarakat madani (civil society)
memberikan instrumen bagi individu –
individu untuk menyalurkan fitrah (potensi) nya di mana hal tersebut
dilandaskan kepada keterbukaan sikap bahwa kita semua berhak menentukan apa
yang kita inginkan dalam hal yang positif.
2. Pendidikan
berwawasan nilai kaidah bagi toleransi dan pluralime.
Pendidikan
yang berwawasan nilai adalah pendidikan yang selalu disandarkan pada keadaan
sosial lingkungannya.[13]
Dalam masyarakat madani (civil society)
diakui adanya pluralitas atau kemajemukan masyarakat. Di sinilah entry point yang kita ambil, bahwa
Pendidikan Islam menegaskan perlu adanya kepekaan terhadap realitas sosial, di
sisi lain masyarakat madani (civil
society) memberi jawaban tentang kondisi sosial yang begitu beragam.
Harus
diakui bahwa paham kemajemukan masyarakat atau pluralisme tidak cukup hanya
dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tapi
harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan kemajemukan itu
sebagai nilai positif, sebagai rahmat Tuhan kepada manusia, karena akan
memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi yang dinamis lewat pertukaran
silang budaya yang beraneka ragam. Untuk itulah Pendidikan Islam yang mempunyai
prinsip berwawasan nilai memberikan justifikasi bagi adanya sikap menghargai
realitas sosial berupa pluralitas tersebut.
Sikap
toleransi juga menjadi sesuatu yang wajib dalam pengembangan pendidikan yang
berwawasan nilai, karena dengan kondisi masyarakat yang sangat plural, baik
adat istiadat, suku, agama dan ras, tidak bisa tidak sikap toleransi harus
selalu dikedepankan. Bahwa Indonesia sekarang ini banyak mengalami konflik –
konflik SARA, seperti di Ambon, Poso, Sambas dan lain sebagainya, maka
pendidikan yang berwawasan nilai sudah saatnya mampu memberikan pedoman bagi
kita semua untuk menghargai kondisi sosial (masyarakat) yang memang berbeda
antara satu dengan yang lainnya.
3. Kepercayaan
diri masyarakat
Dalam
masyarakat madani (civil society), di
manapun negaranya ketika tercipta masyarakat yang beradab yang di dalamnya
memberikan ruang gerak bagi partisipasi masyarakat, melalui instrumen berupa
asosiasi – asosiasi atau organisasi - organisasi yang kesemuanya ditopang oleh
swadaya masyarkat. Maka memunculkan sebuah negara yang ideal, dalam artian
bahwa negara ideal adalah negara yang terjadi keseimbangan proporsi antara
peran kekuasaan dengan peran masyarakat, dan itulah ciri – ciri negara modern
yang ada sekarang. Dengan sendirinya ketika bangsa atau negara tersebut telah
memasuki tataran negara maju, akan memunculkan kepercayaan diri bagi rakyatnya,
kesemuanya akibat dari baiknya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada, sebagai
hasil dari proses pendidikan, dan di sinilah Pendidikan Islam bisa memainkan
peranan penting.
Melihat
dari beberapa persoalan di atas, maka Pendidikan Islam yang dimaknai sebagai
pendidikan yang didasarkan pada Al Qur’an dan Hadits dan perangkat hukum Islam
lainnya (Ijma’ dan Qiyas) adalah sumber nilai bagi perikehidupan manusia.
Pendidikan Islam bisa dimaknai secara konvensional sebagai ayat – ayat atau
dalil – dalil sebagai rujukan hukum bagi aktifitas manusia, sekaligus
Pendidikan Islam bisa juga dipahami dan diaktualisasikan dalam bentuk pendidikan
secara institusional yang didalamnya mengandung konsep nilai, proses dan hasil
pendidikan. Di mana semuanya diarahkan pada pembentukan pribadi yang bertaqwa,
beradab dan bermoral, yang secara langsung merupakan idealisme yang diinginkan
dalam masyarakat madani (civil society),
di sinilah bagaimana peran Pendidikan Islam dan masyarakat madani (civil society) melakukan kreasi
aplikatif untuk secara bersama – sama menjadi komponen penting bagi penciptaan
masyarakat paripurna (madani).
[1] M. Noor Syam, dkk., Pengertian
dan Hukum Dasar Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm. 2.
[2] M.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Bumi
Aksara, Jakarta, 1994, hlm. 10.
[3]
Ahmad Daeng Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, Al Ma’arif, Bandung, Cet. ke – 8, 1989, hlm. 23.
[4]
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran
Tentang Pendidikan Islam, PT Al Ma’arif, Cet. ke – 1, Bandung, 1980, hlm. 93.
[5]
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan
Islam, Bumi Aksara, Jakarta,
1992, hlm.
164 – 166.
[6] M.
Dawam Raharjo, Masyarakat Madani : Agama,
Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, Pustaka LP3ES, Cet. ke – 1, Jakarta,
1999, hlm. 146.
[7]
Djohar, “Pendidikan yang Membebaskan sebagai Kontruksi Masyarakat Madani”, dalam
Membongkar ‘Mitos’ Masyarakat Madani, Pustaka
Pelajar, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 2000, hlm. 301.
[8]
Ahmad Syafi’i Ma’arif, “Universalisme Nilai – Nilai Politik Islam Menuju
Masyarakat Madani”, dalam Profetika Vol. 1. No. 2. Jakarta, 1999,
hlm. 170.
[9] Sutari
Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan
Sistematis, FIP-IKIP Yogyakarta, 1984, hlm. 39.
[10]
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan
Islam, Pustaka Pelajar, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 1986, hlm. 101
[11]
Achmadi, “Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan” dalam Paradigma
Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, Cet. ke – 1, Yogyakarta, 2001, hlm. 25.
[12]
Nurcholis Madjid, “Masyarakat Madani dan Investasi Demokrasi : Tantangan dan
Kemungkinan” dalam Ahmad Baso, Civil Society
Versus Masyarakat Madani, Pustaka Hidayah, Cet. ke – 1, Bandung, 1999, hlm. 23.
[13] M
Chabib Thoha, Op.Cit., hlm. 35.
0 Response to "IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADANI"
Post a Comment