Pengertian Manajemen Qalbu

Pengertian Manajemen Qalbu 
Warta Madrasah - sahabat warta madrasah pada kesempatan kali ini kita akan membahasa tentang Pengertian Manajemen Qalbu Istilah manajemen agaknya telah banyak kita temukan dalam pembahasan ilmu ekonomi yang secara sederhana berarti aktivitas pengelolaan. Walaupun begitu, istilah manajemen bukanlah milik ilmu ekonomi semata. Manajemen tetaplah menjadi term umum, yang menurut asal usul katanya berasal dari kosa kata Inggris yaitu management yang artinya ketatalaksanaan atau pengelolaan.

Sedangkan Qalbu atau hati, berasal dari bahasa Arab yaitu قلب (Qalb). Ia merupakan salah satu dari beragam kemampuan batiniah kejiwaan yang dimiliki manusia.
Menurut Iman al-Ghazali, al-Qalb itu merujuk pada dua makna. Pertama, merupakan salah satu organ tubuh berupa segumpal daging yang terletak dibagian kiri dada. Kedua, merupakan latifah rabbaniyah yaitu sesuatu yang halus dan lembut, tidak kasat mata, tidak berupa dan tidak dapat diraba serta bersifat keilahian. Inilah sebetulnya yang merupakan hakekat dan jati diri manusia. Bagian ini berpotensi menyerap atau memiliki daya persepsi yang dapat mengetahui dan mengenal, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan, penilaian, kecaman dan pertanggung jawaban.
Terkait dengan masalah-masalah keberagamaan, maka terminologi al-Qalb yang artinya kalbu atau hati, dipandang lebih tepat jika dikaitkan dengan pembahasaan pemberdayaan sumber daya batiniah kejiwaan manusia.
Sedangkan secara definitif yang dimaksud dengan manajemen Qalbu dalam hal ini adalah aktivitas pengelolaan sumber daya batiniah kejiwaan manusia yakni kalbu atau hati dengan proses dan prosedur tertentu dalam upaya menumbuhkan potensi yang akan melahirkan kekuatan dan kemauan untuk bersikap dan berbuat sesuai dengan normatif Islam, sehingga lahirlah ketakwaan dan akhlakul karimah sebagai produk utamanya.

         Instrumen Yang Dikelola

Hati adalah hakekat (esensi) manusia. Hati adalah raja yang selalu ditaati dan dipatuhi perintah dan intruksinya. Sedangkan akal, nafsu dan anggota badan semuanya sebagai prajurit  yang harus mengikuti dan mentaati hati. Mereka harus bersedia melaksanakan segala apa yang diinstruksikan oleh hati dan harus bersedia meninggalkan segala apa yang dilarangnya.
Mengingat pentingnya peran kalbu atau hati, maka perlu pemberdayaan dan pengelolaan yang tepat atasnya, sehingga produk sikap dan perbuatan yang dihasilkannya itu sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah dan Rasulullah sebagaimana yang telah dituangkan dalam ajaran Islam.
Pemberdayaan dan pengelolaan kalbu atau hati, menurut Muslim A. Kadir harus diarahkan pada pengelolaan isi atau muatan kesadaran sebagai tahap awal penyiapan kondisi kemudian dilanjutkan dengan pengelolaan dinamika arus kesadaran.

        Langkah dan Tehnik Manajemen

Hidup manusia tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari hubungannya dengan sesama dan lingkungannya. Setiap kali manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya tersebut, maka terjadilah aktivitas inderawi yang menyebabkan manusia mempunyai persepsi tentang sesuatu tersebut. Hasil dari persepsi ini mengakibatkan kesadaran manusia berjalan secara dinamis sebelum akhirnya manusia tersebut menentukan sikap, melakukan perbuatan.
Dalam kerangka penentuan sikap dan pemutusan perbuatan ini, peran kalbu atau hati menjadi sangat penting, karena dia sebagai sentral yang melahirkan perilaku, baik atau buruk berawal dari hati. Untuk itu, jika hati manusia itu baik maka seluruh tubuh manusia akan menjadi baik. Sebaliknya jika hati nurani manusia rusak berantakan maka seluruh tubuhnya akan rusak berantakan pula.
Menurut Muslim A. Kadir, pengelolaan Qalbu itu diarahkan pada pengelolaan muatan kesadaran. Dan yang dilakukan dalam pengelolaan muatan kesadaran adalah menumbuhkan potensi Iman. Yang harus dipahami dan ditanamkan dalam diri manusia adalah bahwa Iman tidak sekedar percaya dalam hati, diucapkan dalam bentuk lisan dan diekspresikan dalam bentuk dalam bentuk perilaku konkrit. Potensi iman sudah dapat dibentuk ketika orang beriman mengucapkan syahadat. Jika proses konvensi yang terjadi di masa lalu belum sepenuhnya sempurna, maka akan ada tehnik mudah, namun efektif yaitu tajdid al-syahadat (pembaharuan syahadat), dan tentunya harus diucapkan dengan penghayatan penuh setiap kali orang beriman akan melaksanakan perbuatan penting.
Penghayatan yang dimaksud tidak sekedar dan tidak berhenti pada penghayatan eksistensial tetapi harus diteruskan bagaimana percaya kepada Allah danutusan-Nya itu diperankan secara fungsional dalam dinamika arus kesadaran orang beriman.
Tehnik yang ditawarkan adalah penghayatan fungsional tentang sifat dan nama-nama Tuhan khususnya dan unsur-unsur dalam rukun iman pada umumnya. Hal ini juga bisa menjadi pengisian muatan kesadaran.
Kemudian langkah yang ditempuh selanjutnya adalah pengelolaan dinamika arus kesadaran. Sesungguhnya, arus kesadaran merupakan gejala kejiwaan yang berlangsung dalam diri semua manusia disetiap kali dia berhadapan dengan sesama dan lingkungannya. Pengelolaan dinamika arus kesadaran bertujuan agar arus kesadaran manusia berjalan stabil.
Sebagai stabilisator atas jalannya arus kesadaran manusia, maka yang sering dilakukan atau tehnik manajemen yang ditawarkan adalah dzikir atau wirid. Cara yang lazim digunakan adalah cara mengulang-ulang lafadh. Secara psikologis pengulangan ini akan membawa dampak memunculkan ketenangan dan akan membiasakan hati kita senantiasa dekat dengan-Nya.
Mewiridkan dzikir atau tindak pengulangan pada dasarnya juga sebagai upaya untuk menumbuhkan konsentrasi dalam kehidupan batiniah kejiwaan manusia. Konsentrasi tidak lain adalah upaya untuk memusatkan dinamika arus kesadaran pada fokus yang dikehendaki, dengan sebisa mungkin mengendalikan muatan kesadaran lain yang tidak sesuai. Psikolog dalam konteks ini telah menemukan tehnik meditasi sebagai salah satu cara untuk memperoleh kosentrasi dengan mengulang-ulang suatu kalimat atau kata.
Mewiridkan dzikir akan menjadi lebih produktif apabila secara efektif dilaksanakan dengan tehnik yang oleh al-Ghazali disebut dengan dzikir bi kudhur al-qalbi atau menghadirkan hati.
Selain dengan dzikir, yang efektif untuk dilakukan pula adalah tehnik muhasabah atau intropeksi diri. Mengingat dan mengkalkulasi semua sikap dan perilaku yang telah dilakukan. Selanjutnya ada beberapa alternatif lain yang coba ditawarkan dalam kaitannya dengan manajemen Qalbu diantaranya adalah :
1.    Salat fardhu lima waktu berjamaah.
2.    Menegakkan salat dhuha, tahajjud dan witir.
3.    Melakukan sunat-sunat rawatib.
4.    Mengatur dan menentukan saat pengkhataman al-Qur’an secara khusus bagi dirinya.
5.    Menyibukkan diri dengan wiridan.
6.    Berpuasa pada hari-hari yang memungkinkan.
Kalau dirasa latihan-latihan itu sangat memberatkan, mungkin bagi para pemula cukup dengan berdzikir sudah dianggap cukup.


0 Response to "Pengertian Manajemen Qalbu"

Post a Comment