Analisis Strategi Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak Melalui Kisah-kisah Dalam Alquran

Analisis Strategi Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak Melalui Kisah-kisah Dalam Alquran
Warta Madrasah - Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengkaji tentang Strategi Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak Melalui Kisah-kisah Dalam Alquran.
Otak manusia belum terbentuk sepenuhnya pada waktu dilahirkan. Otak itu terus membentuk dan berkembang seumur hidup dengan perkembangan yang paling pesat terjadi pada masa kanak-kanak. Dan di antara semua spesies, manusia membutuhkan waktu yang paling lama untuk benar-benar mengembangkan otak menjadi matang. Beberapa wilayah otak yang penting bagi kehidupan emosional termasuk yang paling lambat matangnya, akan tumbuh sampai akhir masa pubertas.
Kebiasaan mengelola emosi pada masa kanak-kanak dan remaja dengan sendirinya akan membantu mencetak jaringan sirkuit otak emosional. Kebiasaan-kebiasaan pada masa kanak menjadi tertera pada jaringan sinaps dasar persarafan, dan akan lebih sulit dirubah di masa kemudian. Mengingat pentingnya lobus prefrontal bagi pengelolaan emosi, kesempatan yang sangat panjang dalam pembentukan sinapsis di wilayah otak ini berarti bahwa pengalaman seorang anak bertahun-tahun dapat mencetak sambungan yang permanen dalam sirkuit pengatur otak emosional tadi. Pengalaman penting ini mencakup bagaimana orang tua dapat diandalkan dan tanggap dengan kebutuhan anak, peluang serta bimbingan yang diperoleh anak dalam belajar menangani kekecewaan sendiri dan mengendalikan dorongan hati.1)
Ada lima langkah pelatihan emosi yang lazim digunakan oleh orang tua untuk membina hubungan emosi dengan anak-anak sambil meningkatkan kecerdasan emosional anak. Langkah-langkah itu adalah :
1. Menyadari emosi-emosi  anak
Studi yang dilakukan oleh John Gottman memperlihatkan bahwa agar orang tua merasakan apa yang dirasakan oleh anak-anak mereka. Mereka harus menyadari emosi yang ada dalam diri sendiri dan kemudian dalam diri anak.
Sadar secara emosional berarti menjadi pelatih emosional tanpa bersikap sangat ekspresif, tanpa mereka kehilangan kendali. Juga berarti bagaimana kita mengenali dan merasakan emosi sehingga dapat mengidentifikasikan perasaan-perasaan dan peka terhadap emosi orang lain.
2. Mengakui emosi sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar
Bagi banyak orang tua megenali emosi negatif anak adalah peluang untuk menjalin ikatan. Kemampuan untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah misalnya dapat membuat kita "merasa paling jelas sebagai orang tua". Dengan mengakui emosi-emosi anak, kita menolong mereka mempelajari keterampilan untuk menghibur diri anak, yang berguna baginya seumur hidup.
Namun banyak pula orang tua yang mengabaikan emosi negatif pada anak dengan harapan emosi itu akan hilang. Emosi tidak akan bekerja dengan cara demikian. Sebaliknya, emosi-emosi negatif itu lenyap apabila anak-anak dapat membicarakan emosi mereka, mengidentifikasikan dan merasa dimengerti. Oleh karena itu dianjurkan pada orang untuk mengakui emosi anak pada tingkat rendah sesegera mungkin sebelum emosi-emosi tersebut meningkat dan tergelar penuh. Dengan ini anak akan merasa bahwa orang tua adalah sekutunya dan dapat diajak bekerja sama, kemudian apabila timbul suatu krisis tentunya akan dihadapi bersama - sama
3. Mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan anak
Dalam konteks ini, mendengarkan jauh lebih banyak daripada mengumpulkan data dari telinga para pendengar empati menggunakan mata untuk mengamati petunjuk fisik emosi-emosi anak. Menggunakan imajinasi untuk melihat situasi dari titik pandang anak. Menggunakan kata-kata untuk merumuskan kembali dengan cara menenangkan, dan tidak mengecam. Tetapi yang paling penting adalah orang tua menggunakan hati mereka untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh anak-anak, yang ditunjukkan oleh bahasa tubuh anak. Ungkapan wajahnya dan gerak-geriknya seperti alis yang mengerenyit, tulang rahang yang terkatup, menghentak-hentakkan kaki. Itulah perasaan anak yang ditunjukkan kepada orang tua.
Tentunya sebagai pelatih emosi, orang tua dengan penuh perhatian menyelami apa yang diekspresikan oleh anak. Sikap yang penuh perhatian akan membuat anak tahu bahwa orang tua menganggap serius keprihatinannya. Sewaktu anak mengungkapkan perasaan orang tua hendaknya memantulkan kembali apa yang di dengar dan diperhatikan. Ini akan menyakinkan anak bahwa orang tua mendengarkan dengan seksama dan orang tua menganggap bahwa semua perasaan-perasaan itu adalah sah.
4. Menolong anak memberi emosi dengan kata-kata
Salah satu langkah yang penting dalam pelatihan emosi adalah menolong anak-anak memberi nama emosi-emosi, sewaktu emosi sedang dialami anak. Seperti "takut, marah, cemas, sakit hati, sedih. Menyediakan kata-kata dengan cara ini dapat menolong anak mengubah suatu perasaannya yang tidak jelas, menakutkan dan tidak nyaman menjadi sesuatu yang dapat dirumuskan, sesuatu yang mempunyai batas-batas dan merupakan bagian yang wajar dalam kehidupan.
Studi-studi memperlihatkan bahwa tindakan memberi nama pada emosi dapat berefek menentramkan sistem syaraf, dan membantu anak-anak segera pulih kembali lebih cepat dari peristiwa-peristiwa yang merisaukan. Anak-anak yang dapat menentramkan diri mereka sendiri sejak usia dini memperlihatkan beberapa kecerdasan emosional. Mereka cenderung berkonsentrasi lebih baik, mempunyai hubungan yang lebih baik dengan teman-teman sebaya, memiliki prestasi akademis lebih tinggi dan tubuh menjadi sehat. Memberi nama emosi bukan berarti memberitahu anak-anak bagaimana seharusnya mereka merasa, tetapi membantu menyusun kosakata yang dapat digunakan untuk mengungkap emosi.
5. Menentukan batas-batas sambil membantu anak menyelasaikan masalah
Setelah meluangkan waktu untuk mendengarkan anak dan menolongnya memberi nama serta memahami emosi, boleh jadi orang tua akan merasakan bahwa secara wajar tertarik ke proses penyelesaian masalah. Proses ini berlansung dengan beberapa tahap. Sepintas proses ini tampak berbelit-belit, tetapi dengan latihan, proses ini akan berjalan secara otomatis dan lazim berjalan dengan cepat. Dengan pengalaman yang terus menerus, orang tua akan terkejut ternyata anak-anak akan mulai memecahkan sendiri masalah. Proses ini adalah:
a). Menentukan batas-batas
Terutama bagi anak-anak kecil, menyelesaikan masalah seringkali dimulai dari orang tua menentukan batas terhadap tingkah laku anak yang tidak pada tempat. Seorang anak menjadi frustrasi, misalnya, kemudian memukul temannya, merusak mainannya. Setelah orang tua mengakui emosi dibalik tingkah nakalnya tadi dan menolong memberi nama perasaan tersebut. Orang tua memastikan bahwa anak tersebut memahami bahwa tingkah laku negatif tadi tidak pada tempatnya dan tidak dibenarkan. Lalu orang tua dapat membimbing anak memikirkan cara-cara yang tepat unuk mengatasi perasaan negatif.
Anak-anak perlu memahami bahwa perasaan- perasaan mereka itu bukan masalahnya, yang menjadi masalah adalah tingkah laku mereka yang keliru. Semua perasaan dan hasrat dapat diterima tetapi tidak semua tingkah laku dapat diterima. Oleh karena itulah tugas orang tua membatasi terhadap tindakan-tindakan bukan perasaan-perasaan. Kelonggaran yang telampau banyak pada tingkah laku anak harus dijauhi karena hal tersebut menimbulkan kecemasan dan meningkatkan tuntutan akan hak-hak istimewa yang tak dapat diterima.
b). Menentukan sasaran
Langkah berikutnya adalah menentukan sasaran sekitar pemecahan. Untuk mengidentifikasikan suatu sasaran di sekitar penyelesaian masalah, menanyakan anak apa yang ingin dicapainya berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Atau barangkali dengan meminta penjelasan bagimana caranya menyelesaikan masalah yang dihadapi.
c). Membantu anak memilih pemecahan
Bekerjasama dengan anak untuk mendapatkan pilihan-pilihan bagi pemecahan masalah yang sedang dihadapi mereka merupakan yang sangat penting. Namun, penting sekali untuk tidak bertindak terlalu jauh dan mendorongnya untuk memunculkan gagasan-gagasannya sendiri. Tapi ini juga tergantung dari usia anak. Anak dibawah sepuluh tahun bukanlah pemikir yang baik, untuk itu lebih baik orang tua muncul dalam satu gagasan penyelesaian masalah. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk menawarkan pendapat-pendapat atau gagasan disamping ingin mendorong anak-anak berpikir sendiri. Menceritakan bagaimana orang tua pada masa lalu dalam menyikapi masalah akan juga menolong anak menyelesaikan masalah daripada konsep-konsep yang abstrak. Apabila anak-anak memilih suatu pemecahan terhadap suatu masalah yang tidak berhasil, tolonglah mereka menganalisis bagaimana hal itu bisa gagal. Kemudian orang tua dapat mulai memecahkan masalah dengan cara baru. Ini mengajarkan bagi anak bahwa membuang salah satu ide tidaklah berarti bahwa ide tersebut gagal total Ini menunjukkan bahwa ini semua merupakan proses suatu belajar dan bahwa setiap penyelesaian mendorong mereka semakin mendekati akhir yang sukses.2)
Berkaitan dengan prinsip- prinsip pelatihan emosi tersebut diatas, terdapat berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pembentukan kecerdasan emosional pada anak. Salah satu cara  yang dapat digunakan orang tua dalam mendidik dan menanamkan kecerdasan emosional pada anak adalah dengan menggunakan cerita atau kisah sebagai medianya. Gottman menegaskan bahwa sejak bayi sampai remaja, buku anak-anak yang bermutu tinggi dapat merupakan cara yang baik sekali bagi orang tua dan anak-anak untuk mempelajari emosi. Kisah-kisah dapat menolong anak-anak membina kosakata untuk berbicara tentang perasaan-perasaan, dan memperjelas berbagai macam cara orang menangani amarah, rasa takut dan kesedihan mereka.3)
Antara emosi dan cerita terdapat hubungan yang sangat erat. Tanpa adanya suatu emosi dalam sebuah cerita, maka cerita itu menjadi hambar dan tidak menarik dan tidak mudah diterima anak-anak. Dunia imaginasi anak-anak mudah dirangsang oleh emosi dari cerita-cerita. Bila anak sudah mempunyai kemampuan berimaginasi yang tinggi, maka apabila cerita yang sudah menyatu dengan emosi itu disampaikan dengan baik, maka sudah pasti penyampaian itu dapat menyentuh pada emosi anak-anak. Bila keadaan ini terjadi, maka emosi mereka akan tertanam dan implikasikasinya yaitu kecerdasan emosional anak akan terbentuk dan berkembang.
Cerita khususnya memiliki kekuatan yang besar untuk mempengaruhi perilaku anak-anak. Hal ini disebabkan secara psikologis anak-anak sangat menyukai cerita baik yang mereka dengar dari seseorang maupun dengan cara menontonnya langsung melalui televisi. Pada umumnya anak-anak lebih menyukai cerita atau kisah yang menyangkut usia sebayanya. Perhatikanlah bagaimana cerita Sinchan dan Teletabbies menjadi salah satu yang favorit. Hal ini karena proses identifikasi mereka lebih mudah daripada harus mengidentifikasi tokoh orang dewasa.
Namun demikian, tidak semua cerita yang ditayangkan lewat televisi bersifat mendidik dan dapat dipergunakan untuk menanamkan nilai-nilai perilaku yang luhur bagi anak. Untuk itulah maka orang tua hendaknya dapat berlaku selektif dalam memilih cerita yang disampaikan atau dianjurkan kepada anak-anaknya. Selain itu orang tua dan guru juga memainkan peranan penting dalam memandu anak-anak untuk memilih cerita atau kisah-kisah yang bermutu. Pemilihan kisah untuk anak dapat dilakukan berdasarkan umur mereka.
Berkaitan dengan pentingnya peranan cerita dalam proses pembentukan dan penanaman kecakapan kecerdasan emosional dikalangan anak-anak, juga telah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi sebagaimana yang telah disebutkan di muka.
Ada banyak kisah dalam Alquran. Semuanya itu pada dasarnya patut dipelajari, termasuk oleh anak-anak. Dengan begitu, mereka akan mempunyai bahan perbandingan tentang perilaku kehidupan yang benar, yang dicontohkan para nabi itu.
Hampir dalam semua surat dalam Alquran muncul satu atau lebih kisah. Di samping itu, hampir tiga puluh surat Alquran namanya diambil dari kisah yang ada di dalamnya. Beberapa contoh adalah Alquran Surat (QS.) Al-Baqarah diambil dari kisah tentang sapi betina yang menjadi syarat untuk memecahkan pembunuhan pada masa Nabi Musa, QS. An-Naml diambil dari sepotong kisah tentang sekumpulan semut yang tengah berkomunikasi di antara sesamanya dan didengar oleh Nabi Sulaiman, QS. Al-Kahfi diambil dari sebuah episode kisah para penghuni gua yang mennghindari diri dari lingkungan yang kafir dan tertidur selama ratusan tahun. Selain itu penamaan surat dalam Alquran diambil dari nama para nabi dan rasul. Sebanyak 6 surat diambil dari nama-nama mereka yaitu Yunus, Huud, Yusuf, Ibrahim, Muhammad, dan Nuh.
Untuk memudahkan para pembaca melihat bagaimana kisah-kisah itu dapat dipergunakan untuk mendidik kecakapan-kecakapan pada setiap komponen kecerdasan emosional, maka di sini, dicantumkan beberapa kisah dalam Alquran sesuai dengan ranah masing-masing komponen utama kecerdasan emosional yang akan ditanamkan. Kisah-kisah ini adalah di antara sekian banyak cerita yang bersumberkan dari Alquran yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan atau mendidik kecerdasan emosional pada anak-anak.

1. Kemahiran Mengenali Emosi Diri

 

Kisah Kelahiran Nabi Musa


Pada zaman Nabi Musa, hidup seorang raja yang sangat kejam, sombong, dan perusak namanya Raja Fir’aun. Ia meneror orang-orang bani Israel dengan sangat sadis. Pada suatu hari, raja tersebut bermimpi. Menurut para ahli nujumnya, mimpi itu berarti bahwa akan ada seorang bayi laki-laki dari bani Israel yang akan lahir yang kelak akan menghancurkan kekuasannya. Mendengar akan tafsir mimpi tersebut Raja Fir’aun sangat gusar. Ia merasa takut dan marah. Karena sangat marahnya, Fir’aun menyuruh bala tentaranya untuk membunuh semua bayi laki-laki dari bani Israel dan membiarkan hidup bayi perempuannya. Ia senantiasa mengawasi persalinan kaum wanitanya. Jika seorang wanita melahirkan anak laki-laki, serta merta algojonya merebutnya lalu menyembelihnya. Akan tetapi jika ia melahirkan anak perempuan, mereka membiarkannya hidup.
Menjelang ibunda Musa melahirkan, ia merasa takut terhadap Fir’aun dan bala tentaranya karena jika ia melahirkan bayi laki-laki maka ia tidak akan hidup, bala tentara Fir’aun pasti akan merampasnya untuk mereka bunuh. Manusia manakah yang dapat melindungi bayi laki-laki itu dan mampu menghadapi Fir’aun beserta bala tentaranya.
Setelah dilahirkan, Musa sang bayi berada dalam bahaya yang mencekam sementara rumah bapaknya dan dekapan ibunya tidak dapat memberikan keamanan baginya dan tidak dapat menghilangkan ancaman darinya pada saat itu. Di tempat manapun di Mesir tidak dapat menghilangkan ancaman dari Fir’aun dan tidak dapat memberikan rasa aman baginya, kecuali satu tempat, yaitu istana Fir’aun sendiri. Kemudian atas ilham dari Allah Musa dibuang ke sungai Nil. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Q.S. Al-Qashas ayat 7: “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan jangan lah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”.
Lewat ilham ini Allah telah memberi kabar gembira kepada ibunda Musa bahwa bayi laki-lakinya akan berada dalam perlindungan dan pemeliharaan Allah dan tidak seorangpun dapat menyakitinya karena Allah akan melindunginya. Akan tetapi ibunda Musa tidak menyangka  kalau sungai itu justru akan mengantarkan Musa ke istana Fir’aun.
Kegamangan, rasa was-was dan kecemasan meliputi ibunda nabi Musa, Hati ibunda Musa kosong dari segalanya kecuali teringat Musa, tidak ada di benaknya kecuali perkara Musa, ia sibuk memikirkan dan mengkhawatirkannya.  Sementara syaitan berusaha untuk melancarkan godaan dan hasutan kepadanya sehingga ia hampir saja menyatakan berita itu dan menyingkap misteri Musa, seandainya Allah tidak menghilangkan perasaan was-wasnya, sebagaimana yang Allah firmankan:  “…Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia mangatakan rahasia tentang Musa seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)…”.(Q.S. Al-Qashas: 10)
Setelah Allah meneguhkan hatinya, ia pun menjadi tenteram, jiwanya menjadi tenang, perasaannya menjadi lega, ia pun menjadi termasuk orang-orang yang beriman ( kepada janji Allah ) dan ia mengawasi nasib Musa dengan perasaan yakin, tenang, dan tenteram.
Setelah Musa dihanyutkan ke sungai Nil, bayi tersebut ditemukan oleh permaisuri Raja Fir’aun. Menemukan bayi yang sangat elok, permaisuri merasa sangat gembira. Ia bermaksud untuk merawatnya sebagi anaknya sendiri sebab selama ini dia belum punya anak. Lalu Musa dibawa ke istana. Permaisuri Fir’aun kemudian mencurahkan kasih sayangnya kepada bayi Musa. Allah telah melimpahkan kasih sayang-Nya kedalam hati permaisuri Fir’aun dan memerintahkan hatinya untuk menyayangi dan membela Musa. Permaisuri Fir’aun memohon kepada suaminya untuk tidak membunuh Musa dan memberitahukan bahwa bayi laki-laki ini dapat menjadi penyejuk mata hati mereka berdua. Fir’aun tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak berdaya menghadapi permintaan permaisurinya kecuali menyetujui dan mengabulkannya.
Pada saat Musa berada dalam istana Fir’aun, terjadi suatu keajaiban yaitu Musa yang merasa lapar dan ingin menyusu tidak mau menerima susuan dari orang yang ada dalam istana. Musa menampik semua perempuan susuan yang mengabdi kepada Fir’aun. Barangkali ia menolak setelah mencium aroma puting dan menatap wajah pemiliknya, ternyata ia tidak mendapatkan puting ibunya dan tidak mencium aroma ibunya di antara pemilik puting susu itu.
Orang-orang istana bingung, terkejut, panik, dan heran terhadap apa yang mereka saksikan untuk pertama kalinya, seorang bayi menangis karena kelaparan,tetapi tetap menolak puting dan susu, seakan-akan ia mencari puting khusus milik perempuan khusus untuk menyusu darinya. Mereka mencemaskannya dan mengkhawatirkan ia akan mati jika terus menolak. Mereka menginginkannya tetap hidup dan dengan penuh perhatian mereka mencurahkan perhatiannya.
Pada saat yang tepat, saudara perempuan Musa menawarkan jasanya kepada keluarga Fir’aun yang sangat menginginkan selamatnya bayi yang tengah menyusu itu dengan menawarkan diri untuk menunjukkan orang yang dapat menyusui Musa.
Keluarga Fir’aun sangat gembira karena sang bayi ternyata menerima  puting  susu perempuan itu. Dengan demikian sukseslah penyelamatan hidupnya. Sementara itu, tidak seorangpun yang berfikir bahwa perempuan ini adalah ibunya.
Akhirnya resmilah ibunda Musa sebagai pegawai istana Fir’aun sebagai perempuan susuan, perawat pengasuh dan pelayan segala kebutuhan Musa.
Allah telah berjanji kepada ibunda Musa untuk mengembalikan anaknya kepadanya. Janji Allah adalah benar dan terlaksana. Allah telah mengembalikan anaknya dengan cara yang unik dan penuh mukjizat yang tak pernah terlintas di benak manusia.4)

Melalui kisah ini, disamping untuk menanamkan keyakinan kepada anak akan kekuasaan dan keesaan Allah, orang tua dan guru mengajarkan kepada anak-anak kecakapan-kecakapan yang berhubungan dengan kemahiran mengenali emosi diri:
a. Mengidentifikasikan emosi negatif dan positif.
1). Emosi negatif antara lain; marah, takut, cemas, khawatir,         sedih, was -was,terkejut, bingung, dan sebagainya.
2). Emosi positif antara lain; gembira, senang, tenang, tenteram, lega dan sebagainya.

b. Mengenal dengan pasti rangsangan-rangsangan yang menyebabkan suatu emosi itu timbul.
1). Raja Fir’aun marah dan takut, karena merasa terusik. Dan kekuasaannya akan terancam oleh kelahiran seorang bayi laki-laki yang kelak akan membinasakannya.
2). Ibunda Nabi Musa merasakan takut karena jika ia melahirkan bayi laki-laki maka bayinya akan dibunuh oleh Fir’aun.
3). Ibunda Nabi Musa merasa cemas dan was-was terhadap keselamatan anak-nya yang telah ia buang ke sungai.
4). Ibunda Nabi Musa merasa sedih jika teringat akan anaknya yang masih kecil dan harus berpisah dengannya.
5). Ibunda Nabi Musa merasa tenang, tenteram dan lega setelah mendapat petunujuk dari Allah dan yakin akan janji Allah yang akan menjaga keselamatan anaknya.
6). Permaisuri gembira ketika menemukan seorang bayi mungil dalam sebuah peti yang hanyut di sungai Nil.

2.Kemahiran  Pengaturan Diri

Kisah Kabil dan Habil


Setelah Nabi Adam dan Hawa diturunkan ke dunia sebagai khalifah di bumi mulailah mereka dikaruniai keturunan. Sebanyak 21 kali hawa melahirkan anak. Setiap melahirkan anak ia beroleh 2 orang anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kecuali ketika melahirkan yang terakhir,ia hanya beroleh seorang anak, yaitu seorang laki-laki, Syis namanya. Dengan demikian, jumlah anak Adam ada 41 orang, yakni 21 laki-laki dan 20 perempuan.
Kabil adalah anak Adam yang tertua. Ia lahir bersama saudara kembarnya yaitu Iklima. Sesudah itu menyusul habil, yang lahir bersama saudaranya yang bernama Labuda.
Pada suatu hari Kabil datang menemui orang tuanya dan menyatakan keinginannya untuk menikah dan hidup berumah tangga. Adam menyetujui maksud anaknya itu, mengingat ia telah cukup umur dan pencariannya telah ada pula, yaitu dari pertanian yang hasilnya akan dapat membelanjai anak istrinya nanti.
“Baiklah, kalau begitu maksudmu! Ujar Adam. Ayahanda menyetujui rencana ananda itu!”
bukan main gembiranya Kabil setelah mendengar jawaban bapaknya. Wajahnya kelihatan berseri-seri.
“Tetapi,” kata Adam pula, “perkawinan  kalian kita langsungkan sekaligus atau serentak. Engkau dijodohkan dengan Labuda, dan adikmu Habil dengan Iklima”.
Ketika mendengar itu, Kabil sangat terperanjat, wajahnya yang berseri-seri tadi berubah pucat. Keinginan dan rencana Kabil adalah kawin dengan saudara kembarnya Iklima , bukan dengan Labuda.
Iklima memang seorang gadis yang cantik dan Kabil jatuh cinta kepada saudaranya itu dan ingin menikahinya. Sedangkan Labuda, saudara kembar Habil, walaupun ia seorang gadis yang baik, tetapi tidaklah secantik Iklima sehingga tidak ada niat untuk mengawininya.
Kabil menolak putusan bapaknya itu dan menyatakan pilihannya kepada Iklima. “Oh, itu sekali-kali tidak boleh, ananda!” ujar Adam. Ketentuan dan peraturannya telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Pasangan atau jodoh ananda telah ditetapkan pula, yakni dengan Labuda, sedangkan Habil pasangannya ialah Iklima. Jika ananda kawin dengan Iklima, berarti kita melanggar peraturan dan tentulah akan dimurkai oleh Allah.
Kabil pulang kerumahnya dengan hati dongkol. Ia tak mau mundur dan tetap berniat kawin dengan Iklima. Ia tak rela jika saudara kembarnya yang cantik akan jatuh ketangan Habil.
Keesokan harinya ia pergi mendapatkan Habil. Ia membujuk adiknya agar mau melepaskan Iklima dan mau kawin dengan Labuda.
Mereka kemudian datang menghadap Nabi Adam. Kabil menyatakan bahwa Habil sudah setuju kawin dengan Labda dan mau melepaskan Iklima untuk menjadi istrinya.
“Apa? Bentak Adam dengan marah. Apakah kalian hendak merubah peraturan Tuhan menurut keinginan nafsu kalian? Peraturan itu bukanlah bikinan bapak atau siapapun, tetapi ketentuan dari Allah Ta’ala. Kalau tak percaya, boleh kalian uji! Berkurbanlah kalian kepada Allah! siapa yang diterima kurbannya oleh Allah, dialah yang boleh kawin dengan Iklima!”
Akhirnya kedua kakak beradik itu pulang ke rumah. Masing-masing menyisihkan sebagian dari harta mereka untuk diserahkan sebagai kurban. Karena kabil seorang petani, yang dikurbankannya adalah hasil sawah ladang, yaitu berupa gandum, padi dan lain-lain. Sebaliknya Habil adalah seorang peternak, maka yang dikorbankannya adalah berupa hasil peternakan berupa unta, domba dan yang lainnya. Perbedaannya dengan kakaknya adalah bahwa habil menyerahkan harta itu benar-benar ikhlas karena Allah, bukan karena suatu maksud atau tujuan lain. Itulah sebabnya kurbannya diterima. Baru saja ternak-ternak tersebut diserahkannya, tiba-tiba muncullah api dari langit yang menyambarnya. Suatu pertanda bahwa kurbannya diterima.
Kabil merasa belum puas walaupun sudah ada pertanda dari langit. Ia tidak akan menuruti peraturan, tidak mau menerima petunjuk bapaknya, dan tetap hendak kawin dengan Iklima. Untuk mencapai maksudnya ia harus lebih dulu melenyapkan orang yang menjadi penghalangnya, yaitu Habil. Habil harus disingkirkan. Ia harys dibunuh! Demikianlah, hawa nafsu jahat selalu mendorongnya untuk membunuh Habil, yaitu adik kandungnya sendiri.
Pada suatu hari kabil memanggil Habil dan mengajaknya berkelahi. Akan teetapi Habil menolak permintaan Kabil. Sebaliknya, dinasihatinya kakaknya itu, dibernya pandangan untuk tidak tergoda oleh iblis. Tampaknya Kabil tidak mau menerima nasihat itu mata nya sudah buta, telinganya tuli, dan pintu hatinya terkunci. Hatinya tidak dapat dimasuki kebenaran lagi.
Ia masih mendesak Habil untuk berperang tanding dengannya , katanya, “Biar jelas nanti, siapa berhak nikah dengan Iklima!”
Habil tetap sabar dan tidak mau melayani, ujarnya, Demi Allah, walaupun kanda memukul  dengan maksud membunuh Dinda, Dinda tidak akan membalas pukulan itu. Sungguh Dinda takut kepada Allah. Jika Kanda meneruskan niat Kanda itu juga, biarlah dosa Dinda terpikul di atas pundak Kanda bersama dosa Kanda sendiri sehingga Kanda akan menjadi penduduk neraka karena memang itulah balasan orang-orang yang aniaya.”
Rencana Kabil hedak membunuh adiknya dengan jalan terang-terangan tidak berhasil karena Habil tidak mau melayaninya. Akan tetapi, niatnya itu tidak-lah kendor atau berubah, bahkan semakin kuat. Andaikata tadak dapat secara terang-terangan, pembunuhan itu akan dilakukannya secara sembunyi atau diam-diam.
Dibuatnyalah rencana matang dan diaturnya saat yang tepat. Ketika Habil sedang berada di pinggir padang rumput sedang mengawasi hewan-hewan ternaknya, Kabil mendatanginya secara diam-diam. Setelah dekat, lalu disergap dan ditangkapnya adiknya itu kemudian dengan sekuat tenaga dibantingkannya tubuh Habil ke tanah. Habil terhempas, menggelepar-gelepar, kemudian diam dan tenang tak bergerak-gerak lagi. Ternyata adiknya itu telah tidak bernyawa, roh halusnya telah pergi meninggalkan jasad kasarnya.
Demi nafsu amarahnya terpuaskan dan setelah menyaksikan mayat adiknya yang tidak berdosa itu tergeletak, kembalilah kepada Kabil akal sehat dan pikiran warasnya. Apalagi didengarnya pula dari jauh suara orang tertawa terkekeh-kekeh, tiada lain dari suara iblis terkutuk itu. Iblis merasa puas dan gembira melihat usahanya mengadu domba kedua kakak beradik itu berhasil.
Maka ketika itu mengucurlah air matanya dan ia menyesal sejadi-jadinya! Akan tetapi, penyesalan itu tidak berguna lagi karena datangnya terlambat, seperti kata pepatah  nasi telah menjadi bubur.
 Memang, alangkah berat tekanan batinnya, dan alangkah besar dosa yang terpikul di pundaknya! Dirasakannya dirinya paling merugi di atas bumi! Namanya akan tercatat dalam sejarah sebagai pembunuh pertama di antara umat manusia! Ia akan memikul dosa pembunuhan yang akan dilakukannya, begitu juga dosa dari semua pembunuhan-pembunuhan di belakangnya sampai hari kiamat.
Lama sekali Kabil termenung menatap mayat adiknya itu. Makin dipandanginya, makin bertambah kesedihan dan penyesalannya. Dapatkah kiranya Habil memaafkan kesalahan yang telah merenggut nyawanya? Terutama kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui, dapatkah Dia mengampuni dosa yang amat besar itu!5)
Melalui kisah Kabil dan Habil, kecakapan-kecakapan emosional yang berhubungan dengan mengelola emosi sendiri dapat ditanamkan kepada anak-anak antara lain:
a. Mengendalikan diri dan membedakan antara perbuatan yang dilakukan karena mengikuti perasaan/emosi ataupun hawa nafsu  dengan perbuatan yang dilakukan berdasarkan akal fikiran yang sehat:
1). Kabil terlalu larut dalam kekecewaan akibat keinginannya untuk menikahi Iklima tidak dapat terpenuhi sehingga pikiran sehatnya menjadi sulit berkembang.
2). Kabil bertindak menuruti nafsu amarahnya, dia membunuh adik kandungnya sendiri tanpa berfikir terlebih dahulu tentang akibat yang akan ditanggungnya nanti.
b. Mengenal secara pasti akibat yang diperoleh dari tindakan yang mengikuti perasaan atau hawa nafsu:
1). Kabil kehilangan adik kandungnya yang sangat baik terhadapnya bila membunuhnya.
2). Kabil menanggung dosa yang sangat besar karena      perbuatannya membunuh saudara kandungnya sendiri.
3).   Kabil menyesal dan kecewa akibat tindakannya yang terburu.
4).   Bertindak menuruti hawa nafsu atau emosi yang negatif akan merugikan diri sendiri.
c. Mengendalikan emosi negatif yang menguasai diri yaitu dengan melakukan tindakan secara terburu-buru:
1).  Kabil seharusnya mencoba untuk berfikir bahwa tindakan menentang peraturan Allah merupakan dosa besar dan semestinya dia mengikuti ketetapan yang sudah digariskan oleh Allah.
2). Kabil seharusnya memikirkan tentang akibat yang akan ditanggungnya berupa dosa yang amat besar karena membunuh, sebelum bertindak membunuh adik kandungnya sendiri.


3. Kemahiran Empati
Di dalam Alquran, Nabi Muhammad dinyatakan sebagai seorang yang sangat berbudi. Alquran memujinya sebagai seorang yang berbudi pekerti yang agung sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Qalam ayat 4 :


Artinya; “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Al-Qalam: 4)6)
Dalam ayat yang lain disebutkan pula bahwa Nabi muhammad merupakan teladan yang baik bagi manusia. Sebagaimana firman Allah:



Artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah  itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Al-Ahzab: 21)7)
Berkaitan dengan hal tersebut, maka disini perlu dikisahkan sebuah cerita di antara sekian banyak cerita kebaikan sifat Rasulullah.
Cerita di bawah ini adalah yang berkaitan dengan sifat empati Rasulullah kepada salah seorang umatnya.
Menolong Orang Dalam Kesedihan

Pada suatu hari Nabi berjalan dengan Fadhal bin Abbas seorang sahabat beliau, menuju ketempat yang sunyi dan sepi. Yaitu pekuburan, di sana-sini terdapat makam-makam. Sudah banyak orang berkubur di sana.
Fadhal berjalan di samping Nabi. Makin dekat ke kuburan,ia tak mau lagi di samping Nabi. Segera berjalan di belakang untuk menghormati Nabi saw.
Ia melihat bagaimana Nabi sedang berpikir. Pada wajah Nabi tampak tanda-tanda itu. apalagi melihat makam-makam yang banyak, bagaimana nasib oranng mati, yang telah dikuburkan di sana.
Sesampai di pekuburan itu Nabi berhenti. Begitu juga teman beliau. Perasaan orang di kuburan jauh berbeda dengandi rumah, pasar, masjid. Tempatnya sepi dan sunyi, tetapi banyak orang yang disimpan di sana.
Nabi melihat kuburan itu dengan tafakkur dan diam. Begitu pula teman beliau.
Tiba-tiba Nabi melihat seorang perempuan yangn sedang menangis. Ia dalam kesedihan ditinggalkan oleh orang yang ada dalam kuburan itu.
Nabi memberitahu teman beliau dan ia agak terkejut. Sejak tadi ia dalam keadaan terharu, teringat nasib sesudah mati.
Nabi tegak di depan perempuan tadi, tetapi ia tidak mengetahuinya, karena sangat bersedih hati. Nabi melihatnya dengan penuh kasihan.
“Tawakkallah kepada Allah dan sabarlah terhadap takdir Tuhan”, kata Nabi menyejukkan perasaan duka cita perempuan itu.
Teman beliau terharu mendengarkannya. Suara Nabi seakan-akan angin sejuk buat orang-orang yang dalam sedih.
Tetapi perempuan itu masih dalam kesedihan yang sangat. Ia tak tahu siapa yang menyabarkan hatinya, atau darimana suara itu. tak sedikitpun ia bergerak hendak melihat kekiri ataupun kekanan.
Tiba-tiba dia memekik.
“Pergilah dari sini, engkau tak merasakan malapetaka yang aku alami” kata perempuan itu.
sahabat Nabi tadi marah bukan main. Kenapa perempuan itu berlancang kata terhadap Nabi. Perempuan tidak sopan dan tak tahu hormat, demikian pikirnya.
Ia hendak perempuan itu, hatinya tidak tahan lagi. Untunglah segera dia ingat, bukankah dia berjalan bersama Nabi, sedangkan Nabi saja tak berbuat apa-apa, kenapa dia harus berlaku kasar?sewaktu dia memandang kepada Nabi, terlihat rasa kasihan Nabi kepada perempuan itu. nabi pun tak berkata lagi sesudah nasehat tadi. Apalagi dikuburan tak baik berbuat demikian.
Hanya Nabi terus saja memperhatikan perempuan yang lagi sedih. Beliau maklum akan orang yang dalam kesedihan, perasaannya tak tentu lagi.
Tiba-tiba perempuan tadi mulai dapat menguasai dirinya. Makin lama dia tampak sadar kembali. Dan akhirnya  dia teringat kata nasihat tadi.
Ia pun memandang kepada Nabi. Ia terkejut dan segera meminta maaf akan kesalahannya tadi, Nabi pun segera memberi maaf, apalagi beliau maklum akan sebabnya perempuan tadi berkata kasar.
“Sesungguhnya sabar itu berguna tatkala permulaan musibah” kata Nabi kepada perempuan itu.
perempuan itu gembira setelah mendengar nasihat Nabi dan kemudian kembali pulang.8)

Melalui kisah ini, anak-anak dapat dididik untuk memahami dan menghayati persoalan-persoalan yang dapat membentuk kecakapan yang berhubungan dengan memahami emosi orang lain. Diantara kecakapan itu adalah:
a. Empati; memahami dan merasakan perasaan orang lain.
Nabi Muhammad memahami dan merasakan perasaan sedih yang sedang dialami oleh perempuan yang ditinggal mati oleh keluarganya.
b. Menghormati perasaan dan pandangan orang lain.
Nabi Muhammad memaklumi dan memahami perkataan kasar yang diungkapkan oleh perempuan tersebut akibat terlalu larut dalam kesedihannya dan tidak mengetahui kepada siapa dia memaki sebenarnya. Dan Nabi tidak kecewa bahkan memaafkan perlakuan perempuan tersebut.
c. Memberi perhatian yang jujur.
Nabi Muhammad secara jujur memberi perhatian kepada masalah yang dihadapi oleh perempuan tersebut. Nabi Muhammad tidak membedakan perbedaan derajat antara dirinya yang seorang rasul dengan orang yang hanya perempuan biasa.
d. Situasi adalah peluang untuk mendekati seseorang.
Kesedihan yang di alami oleh perempuan itu telah memberi peluang kepada Nabi Untuk mendekatinya dan menyampaikan dakwah kepadanya sehingga perempuan itu bertambah iman kepada Allah.

4. Kemahiran Memotivasi Emosi Diri

Kisah Nabi Nuh

Anak cucu Adam dan Hawa berkembang biak di muka bumi. Anak-anak mereka beranak pula, dan begitu seterusnya hingga menjadi suatu bangsa besar.
Setelah sekian lama berlalu, orang-orang lupa kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka. Sebagai gantinya, mereka membuat patung-patung dan berhala-berhala dari batu. Di saat itu Allah mengutus kepada mereka Nabi Nuh untuk menuntun mereka kembali ke jalan yang benar yaitu menyembah Allah Yang Maha Tunggal.
Nuh pergi mendapatkan bangsanya itu, katanya kepada mereka, “Wahai bangsaku! Bukankah yang membuat berhala-berhala ini tiada lain adalah tuan-tuan sendiri. Tuan-tuan  memahat batu dengan tangan tuan-tuan, sedangkan tuan-tuan tahu bahwa batu adalah benda tak bernyawa. Akan tetapi, tuan-tuan menyembahnya dan bersujud kepadanya, seolah-olah mereka adalah Tuhan yang sebenarnya.
“Wahai kaumku! Allah-lah yang menciptakan kamu, dan Dia pulalah yang memberi kamu rezeki. Karena Dialah yang menadikan kamu sanggup mengusahakan sawah ladang, memelihara ternak, dan menangkap ikan. Dia yang menurunkan hujan dari langit agar kamu bisa beroleh air. Oleh karena itu, hanya kepada Allah semata harus beriman dan Dia saja yang boleh kamu sembah! Tinggalkan  memuja berhala karena tidak dapat berbuat apa-apa, tidak bisa memberikan keuntungan, dan tidak pula dapat mendatangkan kerugian.
Di antara kaumnya ada yang menerima dakwahnya. Dan kebanyakan dari mereka mengingkarinya dan menolaknya. Mereka itu kebanyakan orang-orang yang kaya dan sombong.
Pada hari berikutnya Nuh pergi lagi mendapatkan orang-orang kaya yang sombong itu. Nuh mengajak mereka menyembah Allah  dan menghentikan menyembah berhala. Akan tetapi, beberapa orang di antara mereka ada yang menjawab, “Apakah engkau telah berubah akal, hai Nuh! Selama ini kau seorang yang waras dan baru kemarin  kata-kata kosong itu kami dengar darimu. Apa yang menimpa dirimu dan apa yang telah terjadi?”
Sahut Nabi Nuh, “Hai kaumku! Akal saya masih sehat pikiran saya masih waras. Hanya Tuhanlah yang telah mengutusku kepada kamu sebab kamu sudah tidak menyembah-Nya lagi. Bahkan, kamu telah menyembah batu hasil buatan tangan kamu sendiri.
Salah seorang diantara mereka bertanya , “Mengapa engkau yang dipilih oleh Allah, padahal engkau seorang miskin. Mengapa engkau yang dikirim, padahal tak ada kelebihanmu dari kami?”
Ujar Nabi Nuh, “Walaupun saya miskin, hatiku baik dan tulus ikhlas kepada Allah, sedangkan Allah menyukai orang-orang yang baik dan ikhlas.
Salah seorang dari mereka berkata, “Dengarlah hai Nuh! Jika engkau ingin agar seruanmu itu kami dengar dan kami ikuti? Baiklah, tetapi singkirkan lebih dahulu orang orang miskin pengikutmu itu. kami tidak sudi bercampur gaul dengan mereka. Kami adalah orang-orang kaya yang mulia, sedangkan mereka mereka miskin lagi hina!”
Nuh menolak tawaran itu, ujarnya, “Apa dosa dan salah mereka? Bukankah mereka orang-orang baik dan tulus-ikhlas, yakni orang-orang yang disukai oleh Allah? Tidak, pantang bgi saya untuk mengusir orang-orang yang tidak berdosa.”
Ketika mendengar itu, orang-orang itu pun berseru, “kalau begitu menyingkirlah kamu dari kami, pergilah jauh-jauh! Jangan coba-coba hendak mengajari kami lagi!”
Walaupun diusir, Nuh tidak menghentikan usahanya. Dari hari kehari  ia mengunjungi mereka. Diberinya kaumnya itu nasihat dan pelajaran. Namun mereka tetap tidak mau mnghormati dan mengindahkan Nuh. Bahkan, mereka menutpi muka mereka dengan ujung-ujung kain sehingga mereka tidak melihat Nuh, dan mereka menutupi anak-anak telinga mereka dengan ujung-ujung jari hingga perkataannya tidak terdengar.
Nabi Nuh pun berjalan mengitari mereka dan dengan suara keras ia berseru, “Hai bangsaku! Saya khawatir  kamu akan ditimpa siksa pada hari yang dahsyat! Oleh sebab itu, dengar dan ikutilah nasihatku sebelum merka dan siksa Allah itu menimpamu!
Karena kesalnya orang-orang kafir itu melepaskan tutup muka mereka dan memandang Nabi Nuh dengan benci. Kata mereka, “Hai Nuh, rupanya engkau mau berdebat dengan kami karena telah banyak sekali cakapmu! Sekarang datangkanlah siksa yang kau janjikan itu jika betul-betul ada! Jika kau datang lagi kepada kami, akan kami rajam engkau dengan batu sampai mati!” kemudian mereka pergi meninggalkan Nabi Nuh. Dan kelihatannya mereka sudah tidak dapat diberikan nasihat lagi.
Demikianlah upaya Nabi Nuh dalam mengajak kaumnya. Ia hanya dapat mengajak beberapa orang yang mau kembali ke jalan Allah.
Nabi Nuh pulang dengan hati pedih dan duka. Ia mengangkat mukanya kepada Allah untuk mengadukan bangsanya. Katanya, “Ya, Tuhanku! Telah aku seru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku itu hanya menyebabkan mereka bertambah jauh lagi dari aku. Mereka kuseru agar dosa mereka dapat engkau ampuni, bahkan mereka menutup telinga dengan anak-anak jari mereka. Dan mereka mengambil kain untuk menyelubungi diri mereka. Mereka berkeras kepala dan tetap menyombongkan diri. Ya, Tuhanku! Mereka telah mendurhakaiku. Mereka hanya mau mengikuti orang-orang yang harta bendanya banyak.
Nuh Berkata, “Tuhanku! Jangan biarkan dimuka bumi ini seorang pun penduduk yang kafir! Jika engkau biarkan, mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan hanya akan melahirkan keturunan yang ingkar dan durhaka. Ya, Tuhanku! Berilah kampunan bagiku, bagi ibu bapakku, bagi orang mukmin yang memasuki rumahku, dan umumnya bagi semua orang yang beriman, sedangkan terhadap orang-orang yang aniaya berilah mereka siksaan agar tambah sengsara!”
Setelah mendengar itu, Allah mengabulkan doa Nabi Nuh, firman-Nya, “Hai Nuh, janganlah engkau merasa kecewa atau berduka atas penghinaan yang mereka lemperkan kepada dirimu,. Aku akan menenggelamkan semua orang kafir itu, dan tidak seorangpuan yang akan selamat, kecuali engkau bersama keluargamu, serta orang-orang yang beriman.
Allah memerintahkan Nuh supaya membuat perahu yang amat besar. dijelaskan-Nya pula agar Nuh menunggu berita mengenai apa yang harus dilakukannya nanti.
Kemudian Nabi Nuh membuat sebuah perahu yang sangat besar. sementara ia sedang bekerja, lewatlah kaumnya yang kafir. Mereka menertawakan dan mengejeknya, “Hai Nuh, mengapa engkau tidak mendongeng lagi seperti kemarin dan sekarang beralih membuat perahu. Apakah pekerjaan sebagai tukang kayu lebih menguntungkan daripada menjadi Rasul?
Nabi Nuh tetap bersabar mendengar ejekan itu dan hanya mengatakan, “Tunggulah, nanti kamu akan tahu sendiri!”
Setelah Nabi Nuh selesai membuat kapal, ia disuruh oleh Allah untuk mengumpulkan segala jenis binatang yang ada di muka bumi masing-masing sepasang, seekor jantan dan betina. Hewan-hewan itu dimasukkannya ke dalam perahu. Begitu juga Nuh sendiri bersama keluarganya serta orang-orang yang beriman.
Tak lama setelah semuanya telah siap, bertiuplah angin kencang dan terjadilah topan yang sangat dahsyat. Langit menjadi kelam, kilat memancar-mancar dan guruh srta petir tidak berkeputusan. Tidak saja air hujan bagai dicurahkan dari langit, tetapi juga semua mata air berpancaran dari perut bumi, dan cuaca menjadi amat buruk seperti akan kiamat.
Permukaan bumi digenangi air. Makin lama pasang makin naik hingga mencapai rumah-rumah dan pohon-pohon kayu. Penduduk yang kafir itu berlarian tunggang-langgang hendak menyelamatkan diri dari bahaya tenggelam. Kebanyakan mereka menuju bukit-buit dan tempat-tempat tinggi agar mereka tidak dihanyutkan banjir. Akan tetapi, air bagaikan menngejar mereka, dan telah sampai di bukit dan menggenangi seluruh permukaan bumi. Tidak ada yang kelihatan dipemukaan bumi kecuali air pada waktu itu.
Akhirnya tidak ada satupun orang-orang kafir yang selamat dari siksa Allah tersebut. Demikian juga segala macam binatang dan segala makhluk bernyawa. Yang selamat hanyalah orang-orang dan hewan yang berada dalam kapal bersama Nabi Nuh.9)

Dari kisah Nabi Nuh tersebut terdapat beberapa aspek kecerdasan emosional yang perlu ditanamkan kepada anak-anak. Di antara aspek-aspek tersebut adalah meliputi kemampuan untuk memotivasi diri yaitu:
a. Perasaan putus asa yang bisa mengakibatkan suatu kegagalan dapat diatasi dengan keyakinan untuk terus berusaha.
Beberapa kali Nabi Nuh Kecewa karena umatnya tidak mempedulikan dakwahnya. Namun ia tidak terus kecewa. Sebaliknya ia terus berdakwah karena ia masih yakin. Di sini Nabi Nuh bersifat penuh dengan optimistik dan mempunyai ketabahan untuk terus mencoba meskipun pada awalnya ia mencoba beberapa kali tetapi selalu gagal. Namun demikian, akhirnya ia mendapatkan pengikut juga meskipun sedikit.
b. Memotivasi emosi negatif dengan unsur kerohanian.
Nabi Nuh tidak hanya berusaha dengan gigih tetapi juga selalu diiringi dengan berdoa kepada Allah dan selalu mohon petunjuk kepada-Nya. Dengan berdoa, Nabi Nuh mendapatkan suatu tenaga dari dalam yang kuat yang akan mendorongnya untuk lebih giat berusaha.
c. Hikmah yang dapat diambil dari kisah ini adalah perlunya menanamkan  kesadaran anak-anak tentang pentingnya untuk berdoa dan memohon kepada Allah apabila menghadapi suatu cobaan atau keadaan yang tidak menentu. Kisah ini menegaskan bahwa Allah adalah sumber tenaga luar yang paling berkuasa dalam menghadapi cobaan. Tuhan adalah sumber yang terdekat yang dimiliki oleh manusia untuk digunakan dalam menghadapi tekanan emosi negatif. Melalui kisah ini anak-anak dididik bagaimana usaha dan doa perlu untuk ditanamkan dalam menghadapi berbagai masalah.
d. Harapan yang tinggi dan penuh keyakinan.
Nabi Nuh tidak kecewa dan berputus asa oleh ejekan kaumnya, ia tambah bersemangat untuk berdakwah dan menyadarkan menusia supaya tunduk kepada Allah. Ia memiliki keyakinan dan ketabahan untuk menang. Dengan penuh harapan, Nabi Nuh, masih berusaha untuk menyadarkannya. Ia tidak mudah putus asa dan menyerah pada keadaan.
e. Bersabar
Nabi Nuh bersabar atas ejekan kaumnya itu dan menganggapnya sebagai suatu ujian semata.
f.  Ketabahan diri.
Nabi Nuh memiliki ketabahan diri yang tinggi dalam menghadapi sikap dan ejekan dari kaumnya.
g. Memiliki tujuan yang jelas.
Nabi Nuh senantiasa melakukan dakwahnya karena mendapatkan perintah dari Allah untuk menyadarkannya agar kembali kejalan yang benar  yaitu jalan yang diridhoi oleh Allah.

5. Kemahiran Membina Hubungan

 

Kisah Membangun Ka’bah
Ketika Nabi Muhammad  berusia 35 tahun, kaum Quraisy bermaksud merenovasi Ka’bah, karena Ka,bah telah rusak oleh badai  dan banjir yang melanda Mekkah pada saat itu. Ka’bah merupakan kebanggaan bagi suku Quraisy dan semua suku Arab pada umumnya. Semua suku Arab menghormati menghormati suku Quraisy tersebut dan menganggap mereka sebagai penduduk yang menjaga Baitullah. Karena itulah mereka kemudian bergotong-royong merenovasi Ka’bah.
Ketika mereka mulai membangun, mereka mendatangi yempat dimana mereka hendak meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya yang semula. Dari kejadian ini perdebatan dimulai. Semuanya ingin mendapatkan kehormatan untuk menempatkan Hajar Aswad pada tempatnya. Mereka mulai berdebat dan hampir saja menyebabkan perkelahian. Beberapa di antara mereka mengajak berkelahi dan kota Mekkah  terancam peran saudara sesama bangsa Quraisy. Bahkan kabilah Abdud Daar dan Banu Adi bersumpah dengan memasukkan tangan mereka ke dalam mangkuk berisi darah ,sebagai tanda bahwa mereka siap mati. Mereka bersumpah akan mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya tanpa mengizinkan suku lain ikut bersama mereka.
Dalam keadaan setegang itu, tiba-tiba ada seorang penengah yang mengusulkan siapa yang pertama masuk ke dalam Masjidil Haram, maka dialah yang berhak untuk mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya semula. Usulan tersebut disepakati oleh semua suku.
Dengan hikmat Allah, nyatanya Nabi Muhammad yang masuk Masjidil Haram pertama kali. Sehingga mereka semuanya rela dengan keputusan yang akan diambilnya. Pada waktu itu, Nabi belum menyatakan dirinya sebagai seorang utusan Allah, tetapi suku Quraisy sudah sangat mengenalnya sebagai seorang yang jujur dan dapat dipercaya serta mempunyai sifat-sifat yang sangat luhur, dan mereka sangat menghormati beliau. Karena itulah ketika mereka melihat Nabi Muhammad orang yang pertama masuk Masjidil Haram, mereka bersorak kegirangan. Mereka merasa gembira dan damai dalam fikiran mereka  dan mereka merasa yakin bahwa sekarang tidak akan terjadi kekerasan lagi di antara mereka. Dan, apapun keputusan Muhammad akan diterima oleh semuanya.
Dalam kesempatan inilah beliau menggunakan kebijaksanaannya untuk mempersatukan kembali kaumnya yang sedang bersaing untuk mendapatkan kemuliaan dengan mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya yang semula.
Pada mulanya Nabi menghamparkan serbannya, kemudian Hajar Aswad diletakkan di tengan kain serban. Setelah itu, beliau memerintahkan kepada setiap kepala suku Quraisy untuk memegan setiap ujung serban dan mengangkatnya bersama-sama sampai ke dekat tempat Hajar Aswad. Kemudian beliau sendiri yang meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya semula.
Dengan membuat keputusan ini, beliau dapat mencegah pertumpahan darah di antara suku Quraisy, dan menjadikan perselisihan di antara mereka dapat diselesaikan dengan baik. Akhirnya semua suku merasa puas dengan kebijaksanaan beliau karena setiap kepala suku merasa bahwa mereka mendapat kemuliaan mereka masing-masing. Memang itulah cara penyelesaian yang terbaik.10)

Dari kisah tersebut diatas, terdapat beberapa kecakapan emosional yang berhubungan dengan kecakapan membina hubungan dengan orang lain, yang dapat ditanamkam oleh orang tua dan guru kepada anak-anak antara lain;
a.  Sebagai mahluk sosial, manusia tidak mungkin hidup sendirian tanpa adanya seorang kawan. Oleh karena itu, manusia harus menjalin hubungan dengan orang lain dan bekerja sama dengan orang lain.
b.  Agar suatu perhubungan berjalan dengan positif, seseorang tidak boleh saling memaksakan kehendak dan kepentingannya diatas kepentingan orang lain.
c.  Senantiasa mendahulukan jalan musyawarah dalam memecahkan permasalahan yang terjadi dalam suatu perhubungan.
d.  Orang yang jujur, dapat dipercaya, dan mempunyai sifat-sifat yang baik lainnya, akan lebih mudah diterima keberadaannya dalam masyarakat dan mudah untuk mengadakan perhubungan yang positif dengan orang lain.
e.  Orang yang baik adalah orang yang tidak mementingkan dirinya sendiri.
f.   Menjadikan sifat-sifat yang baik sebagai alat untuk membina persahabatan yang positif.

B.  Kaidah Penggunaan Kisah Alquran Untuk Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak
Dalam pelaksanaan pengajaran kisah, metode berkisah kerap dilakukan. Penggunaan kisah sebagai media untuk menanamkan kecerdasan emosional, tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Seseorang yang mau berkisah harus memikirkan terlebih dahulu bagaimana anak-anak itu akan memberikan respons atau timbal balik yang positif terhadap kisah yang diceritakan. Untuk itu, penggunaan metode berkisah yang tepat kepada anak akan sangat membantu terhadap keberhasilan tujuan pengisahan tersebut. Di samping itu, juga akan menjadikan kisah itu lebih berkesan pada diri anak-anak.
Mengajarkan kisah umumnya dilakukan dengan cara anak mendengarkan, sedangkan pencerita mengisahkannya. Mendengarkan cerita memang menjadi kegemaran anak-anak. Namun untuk menjadi pencerita yang baik, dan agar kisah tersebut berkesan dalam diri anak-anak, seseorang itu hendaklah menggunakan suara, gerak dan mimik yang tepat. Selanjutnya, pencerita yang baik harus mempunyai kualitas-kualitas tertentu seperti mampu berimaginasi dengan baik dan menyesuaikan ceritanya dengan kondisi pendengar. Dengan kata lain, pencerita harus mampu membawa unsur-unsur dramatik untuk memberi kesan dalam penyampaian kisahnya. Kegiatan pengisahan seperti ini sangat disenangi anak dan biasanya akan menimbulkan jalinan yang akrab antara si pengisah dan anak dalam suasana yang menyenangkan. Hubungan demikian, berharga dalam pendidikan.11)
Selain mendengarkan kisah yang diceritakan, anak dapat pula menyimak bacaan nyaring orang tua (sebagai pengisah). Hendaknya orang tua membacakan cerita bagi anak-anak secara teratur. Apabila orang tua setiap hari –setiap lima menit menjelang tidur- membacakan kisah, anak akan sangat menantikan saat itu. Bahkan, anak akan menagih janji dan menanyakan kapan akan berkisah lagi.
Di samping itu, untuk menumbuhkan minat baca anak, dapat dilakukan dengan menyediakan buku-buku tentang kisah untuk mereka baca. Hal ini sebenarnya tidaklah sukar karena terbukti anak-anak senang membaca.
Menyaksikan film tentang kisah-kisah para nabi atau film dokumentasi tentang peri kehidupan para nabi seperti pada paket Jejak Rasul yang pernah ditayangkan oleh TV swasta, merupakan kesempatan yang amat baik untuk dimanfaatkan sebagai cara efektif dalam pengajaran kisah.
Disamping mendengarkan kisah, pada diri anak pun ada kesenangan bercerita atau berkisah. Dengan menghubungkan pengalaman pribadinya dengan pengalaman tokoh dalam kisah, anak akan lebih akrab dengan kisah tersebut. Akhirnya anak didorong pula untuk menulis hasil menyimak suatu kisah.12)
Untuk kemudahan dalam pengajaran kisah, terdapat beberapa model teks kisah sebagaimana diungkapkan oleh Nunu Achdiyat. Model mana yang paling tepat, pengisahlah yang dapat  memastikannya secara tepat.
Model 1
Model yang ditulis untuk keperluan berkisah dengan anak-anak, yang penekanannya pada dialog langsung dengan anak pada bagian-bagian tertentu dari kisah tersebut.
Model 2
Model yang ditulis untuk keperluan membaca anak secara langsung dengan bimbingan orang tua. Yang ditekankan pada model ini adalah ilustrasi kisah lewat gambar-gambar yang lebih dominan daripada kata-kata. Setiap halaman hanya memuat 1-3 baris kalimat pendek-pendek saja.
Model 3
Model yang ditulis dengan menggunakan prinsip penulisan sajak atau puisi. Efek yang hendak dicapai adalah rasa senang dan ketertarikan anak membacakannya karena terdengar merdu.
Model 4
Model ini mengambil juru kisah berupa hewan. Anak-anak biasanya  menyenangi cerita dunia binatang yang disebut fabel. Dalam model ini dikisahkan ada sepasang hewan, misalnya  burung nuri jantan dan betina yang tengah melakukan perjalanan. Mereka melintasi banyak daerah dan singgah di tempat-tempat yang mempunyai kaitan sejarah dengan kisah nabi tertentu.
Model 5
Model yang mengambil posisi keterlibatan sang pembaca dalam kisah tersebut.
Model 6
Model yang berupa naskah drama tentang kisah. Yang menonjol adalah adanya dialog para tokoh dan ilustrasi yang menyangkut latar dialog  itu berlangsung. Kekuatan model ini ada pada dialog tersebut.
Model 7
Model yang disusun berdasarkan kaidah puitisasi terjemahan Alquran tentang ayat-ayat kisah. Naskah ini lazimnya digunakan dalam kegiatan membaca bersama (koor), dengan dengan menekankan efek puitis yang dibantu  dengan iringan latar suara.13)



 1) http://hokuriku-mol.twoglobe.com/kecerdasanemosional.html, Loc.Cit.

 2) Ibid.
 3) John Gottman, Ph.D., dan Joan DeClaire, Kiat-kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional, (alih bahasa: T. Hermaya), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm. 132.

 4) Disadur dari Dr. Shalah Al-Khalidy, Op.Cit. hlm. 69-86
 5) Disadur dari Sayid Qutub, Kisah-kisah Utama Para Nabi (Dalam Al-Qur’an), Seri-1, (alih bahasa: Muhyiddin Syaf),  CV. Sulita, Bandung, 1999, hlm. 17-29.

 6) Depag. RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya, CV. Alwaah, Semarang, 1993, hlm. 960.
 7) Ibid, hlm. 670.

 8) Nawawi Duski, Anekdote Kehidupan Rasulullah saw., Bulan Bintang, Jakarta, tt., hlm. 152.

 9) Sayid Qutub, Op.Cit, hlm. 30-43.

10) Yunus Ali Al-Muhdhar, Kehidupan Nabi Muhammad SAW dan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib R.A, CV. Asy-Syifa’, Semarang, 1992, hlm. 88.
 11) Nunu Achdiyat, Op.Cit, hlm. 114.
 12) ibid.
 13) Ibid, hlm. 131.

0 Response to "Analisis Strategi Menanamkan Kecerdasan Emosional pada Anak Melalui Kisah-kisah Dalam Alquran"

Post a Comment