Warta Madrasah - sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita
akan mengkaji tentang Sunan Kalijaga,
Dakwah Islamiyah dan Wayang Kulit. Bagi seorang muslim, dakwah merupakan
kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kewajiban dakwah merupakan suatu
yang tidak mungkin dihindarkan dari kehidupannya, bersama dengan pengakuan
dirinya sebagai seorang yang mengidentifikasi diri sebagai seorang penganut
Islam. Sehingga orang yang mengaku diri sebagai seorang muslim, maka secara
otomatis pula dia itu menjadi seorang juru dakwah.1
Dakwah merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang
muslim, bahkan tidak berlebihan apabila kita katakan bahwa tidak sempurna
seseorang itu muslim, apabila dia menghindari tanggung jawabnya sebagai seorang
juru dakwah. Dalam berdakwah, seringkali langkah yang ditempuh tidak mulus, akan
tetapi banyak mengalami hambatan dan rintangan selalu menyertai usaha
berdakwah. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan ataupun ganjalan yang akan
muncul, maka diperlukan siasat cermat dan strategi jitu harus segera diambil.
Untuk menunjang dalam mencapai sukses atau keberhasilan dakwah, perlu
diusahakan usaha-usaha yang tepat dan konkrit, baik dalam bentuk metode atau
alat yang akan dipakai untuk berdakwah. Salah satu usaha memenuhi harapan itu,
yang perlu diperhatikan yaitu semakin lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Demikian pula dakwah dalam menyebarluaskan agama Islam, juga perlu
memperhatikan hal tersebut. Di mana untuk mencapai tujuan ini, medialah yang
harus kita pakai dengan tidak melupakan situasi dan kondisi.2
Walisongo atau Wali Sembilan merupakan pelopor masuknya Islam di
Jawa. Mereka dalam berdakwah menggunakan media yang di antaranya yaitu: Kebudayaan
Jawa-Hindu, lengkap dengan seni suara, seni karawitan, seni wayang, seni tari,
seni tulis dan lain-lain. Media tersebut tidak digunakan secara mentah-mentah
begitu saja, melainkan setelah dibesut lebih dahulu, sehingga menjadi lebih
indah dan menarik hati segala sesuatunya. Isi maknawi wejangannya ialah
gagasan-gagasan serba ajaran agama Islam, pengganti yang serba Hindu dan atau animisme,
malahan membangkitkan pengertian dan kecenderungan batin para penganut Hindu
kepada Islam.3 Adalah
Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari Walisongo. Pada waktu muda bernama
Raden Said atau Jaka Said, putera Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban.
Sedangkan tahun kelahiran Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, hanya
diperkirakan sekitar tahun ± 1450 M.4
Sunan Kalijaga adalah salah satu dari Walisongo yang namanya paling
tenar di kalangan masyarakat, karena beliau sangat pandai bergaul di segala lapisan
masyarakat dan toleransinya yang sangat tinggi. Sunan Kalijaga sangat berjasa
bagi perkembangan agama Islam dan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia,
terutama kebudayaan wayang. Sejarah perkembangan wayang tidak lepas dari
peranan Sunan Kalijaga. Wayang di dalam masyarakat Jawa sebelum agama Islam berkembang
telah menjadi sebagian dari hidupnya, dan di dalam dakwah, Sunan Kalijaga
menjadikan wayang ini sebagai alat atau media demi suksesnya dakwah Islam.5
Sunan Kalijaga terhadap kesenian wayang dipandang sebagai tokoh yang
telah menghasilkan kreasi baru yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala
perangkat gamelannya. Wayang kulit merupakan pengembangan baru dari wayang
beber yang memang sudah ada sejak zaman Erlangga. Di antara wayang ciptaan Sunan
Kalijaga bersama Sunan Bonang dan Sunan Giri adalah wayang Punakawan Pandawa
yang terdiri dari : Semar, Petruk, Gareng dan Bagong.6
Wayang mengandung makna lebih jauh dan mendalam, karena mengungkapkan
gambaran hidup semesta. Wayang dapat memberikan gambaran lakon kehidupan umat
manusia dengan segala masalahnya. Dalam dunia pewayangan tersimpan nilai-nilai
pandangan hidup Jawa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan
kesulitan hidup.
Wayang sebagai titik temu nilai budaya Jawa dan Islam adalah
suatu momentum yang sangat berharga bagi perkembangan kahasanah budaya Jawa.7 Wayang sebagai seni budaya klasik tradisional
telah banyak berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya. Dapat
berbentuk pagelaran wayang kulit, wayang golek ataupun wayang orang yang pementasannya
tidak terlepas dari unsur-unsur multidimensional. Dalam pentas yang berbentuk
pagelaran wayang kulit hanya pagelaran wayang kulit Purwa (Jawa) saja yang
masih menonjol, sedang wayang Beber, wayang Menak serta wayang Gedong telah
lama ditinggalkan.8
Wayang bagi masyarakat Jawa tidak hanya sekedar hiburan, tetapi juga
merupakan alat komunikasi yang mampu menghubungkan kehendak dalang lewat alur
cerita, sehingga dapat menginformasikan pendidikan dan penerangan. Termasuk di
dalamnya juga dapat digunakan sebagai media Pengembangan Agama Islam (dakwah Islamiyah).
Demekian kajin kita tentang Sunan
Kalijaga, Dakwah Islamiyah dan Wayang Kulit. Semoga bermanfaat
REFERENSI
1 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah,
Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, hlm. 32
2 Bambang Sugito, Dakwah Islam Melalui Media Wayang Kulit, Aneka, Solo, 1992, hlm. 11
3 K.M.A. Machfoedl, Filsafat Dakwah, Ilmu Dakwah dan Penerapannya, Bulan Bintang,
Jakarta, 1975, hlm. 14
4 Ridin Sofwan, Wasit, Mundiri, Islamisasi di Jawa,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000,
hlm. 83-84
5 Umar Hasyim, Sunan Kalijaga,
Menara Kudus, Kudus, 1974, hlm. 24
6 Ridin Sofwan, Wasit, Mundiri, Op. Cit.,
hlm. 121
0 Response to "Sunan Kalijaga, Dakwah Islamiyah dan Wayang Kulit"
Post a Comment