PEMIMPIN YANG RENDAH HATI
Oleh KH A Mustofa
Bisri
Warta madrasah –
sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan mengkaji apa yang ditulis
oleh beliau KH. A. Mustofa Bisri tentang Pemimpin yang Rendah Hati.
Berikut
selengkapnya Suatu ketika seorang laki-laki menghadap Nabi Muhammad SAW dan
gemetaran –oleh wibawa beliau-- saat berbicara. Nabi SAW pun berkata
menenangkan: “Tenang saja! Aku bukan raja. Aku hanyalah anaknya perempuan
Qureisy yang biasa makan ikan asin.” (Dalam hadisnya, menggunakan kata qadiid
yang maknanya dendeng, makanan sederhana di Arab. Saya terjemahkan dengan ikan
asin yang merupakan makanan sederhana di Indonesia).
***
Ketika Rasulullah
SAW datang di Mekkah, setelah sekian lama hijrah, sahabat Abu Bakar Siddiq r.a.
sowan bersama ayahandanya, Utsman yang lebih terkenal dengan julukan Abu
Quhaafah. Melihat sahabat karib sekaligus mertuanya bersama ayahandanya itu,
Rasulullah SAW pun bersabda “Wahai Abu Bakar, mengapa Sampeyan merepotkan orang
tua? Mengapa tidak menunggu aku yang sowan beliau di kediamannya?”
***
Sahabat
Abdurrahman Ibn Shakhr yang lebih dikenal dengan Abu Hurairah r.a. bercerita:
“Suatu ketika aku masuk pasar bersama Rasulullah SAW. Rasulullah berhenti,
membeli celana dalam dan berkata: ‘Pilihkan yang baik lho!’ (Terjemahan dari
aslinya: Rasulullah bersabda kepada si tukang timbang, ‘Timbang dan murahin –
bahasa Jawa: sing anget—‘. Boleh jadi waktu itu, beli celana pun ditimbang).
Mendengar suara Rasulullah SAW, si pedagang celana pun melompat mencium tangan
beliau. Rasulullah menarik tangan beliau sambil bersabda: ‘Itu tindakan
orang-orang asing terhadap raja mereka. Aku bukan raja. Aku hanyalah laki-laki
biasa seperti kamu.’ Kemudian beliau ambil celana yang sudah beliau beli. Aku
berniat akan membawakannya, tapi beliau buru-buru bersabda: ‘Pemilik barang
lebih berhak membawa barangnya.’”
***
Itu beberapa
cuplikan yang saya terjemahkan secara bebas dari kitab Nihayaayat al-Arab-nya
Syeikh Syihabuddin Ahmad Ibn Abdul Wahhab An-Nuweiry (677-733 H) jilid ke 18
hal 262-263. Saya nukilkan cuplikan-cuplikan kecil itu untuk berbagi kesan
dengan Anda. Soalnya saya sendiri, saat membacanya, mendapat gambaran betapa
biasa dan rendah hatinya pemimpin agung kita Nabi Muhammad SAW.
Dalam kitab itu
juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW sering naik atau membonceng kendaraan
paling sederhana saat itu; yaitu keledai. Rasulullah SAW suka menyambangi dan
duduk bercengkerama dengan orang-orang fakir-miskin. Menurut istri terkasih
beliau, sayyidatina ‘Aisyah r.a dan cucu kesayangan beliau Hasan Ibn Ali r.a,
Rasulullah SAW mengerjakan pekerjaan rumah; membersihkan dan menambal sendiri
pakaiannya; memerah susu kambingnya; menjahit terompahnya yang putus; menyapu
dan membuang sampah; memberi makan ternak; ikut membantu sang istri mengaduk
adonan roti; dan makan bersama-sama pelayan.
Sikap dan gaya
hidup sederhana sebagaimana hamba biasa itu agaknya memang merupakan pilihan
Rasulullah SAW sejak awal. Karena itu dan tentu saja juga karena kekuatan
pribadi beliau, bahkan kebesaran beliau sebagai pemimpin agama maupun pemimpin
Negara pun tidak mampu mengubah sikap dan gaya hidup sederhana beliau.
Bandingkan misalnya, dengan kawan kita yang baru menjadi kepala desa saja sudah
merasa lain; atau ikhwan kita yang baru menjadi pimpinan majlis taklim saja
sudah merasa beda dengan orang lain.
Memang tidak mudah
untuk bersikap biasa; terutama bagi mereka yang terlalu ingin menjadi luar
biasa atau mereka yang tidak tahan dengan ‘keluarbiasaan’. Apalagi sering kali
masyarakat juga ikut ‘membantu’ mempersulit orang istimewa untuk bersikap
biasa. Orang yang semula biasa dan sederhana; ketika nasib baik
mengistimewakannya menjadi pemimpin, misalnya, atau tokoh berilmu atau berada
atau berpangkat atau terkenal, biasanya masyarakat di sekelilingnya pun
mengelu-elukannya sedemikian rupa, sehingga yang bersangkutan terlena dan
menjadi tidak istimewa. Keistimewaan orang istimewa terutama terletak pada
kekuatannya untuk tidak terlena dan terpengaruh oleh keistimewaannya itu.
Keistimewaan khalifah Allah terutama terletak pada kekuatannya untuk tidak
terlena dan terpengaruh oleh kekhalifahannya, mampu menjaga tetap menjadi hamba
Allah.
Keistimewaan Nabi
Muhammad SAW sebagai pemimpin antara lain karena beliau tidak terlena dan
terpengaruh oleh keistimewaannya sendiri. Kita pun kemudian menyebutnya sebagai
pemimpin yang rendah hati.
Nabi Muhammad SAW
adalah contoh paling baik dari seorang hamba Allah yang menjadi khalifahNya.
Beliau sangat istimewa justru karena sikap kehambaannya sedikit pun tidak
menjadi luntur oleh keistimewaannya sebagai khalifah Allah.
Selawat dan salam
bagimu, ya Rasulallah, kami rindu!
Demikian pembahasan
tentang Pemimpin yang Rendah Hati. Semoga bermanfaat
Sumber :
http://www.gusmus.net
0 Response to "PEMIMPIN YANG RENDAH HATI"
Post a Comment