PERMAINAN SEPAK BOLA
Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri
Cobalah Anda pikir agak tenang tanpa
mengikutsertakan kesenangan Anda sendiri, mungkin Anda pun -- seperti orang
yang tidak senang atau tidak paham sepak bola -- merasa geli melihat 22 orang
dewasa –-sebelas lawan sebelas-- berlari-lari memperebutkan dengan serius
sebuah benda bundar.
Kecuali dua orang yang bertindak menjaga gawang
yang tidak banyak berlari; cukup mempertahankan dan menangkap bola bila bola
mengarah ke gawangnya. (Berbeda dengan yang lainnya, kedua orang ini tidak
mutlak dilarang memegang bola). Anehnya bila bola sudah terebut, langsung
--atau dibawa sebentar kemudian-- disepak lagi untuk diperebutkan kembali.
Sering kali, meski sudah ada wasit lapangan dan wasit-wasit garis yang memimpin
pertandingan, orang-orang dewasa yang memperebutkan bola itu sampai berantem.
Bila karena terlalu sengit berebut bola lalu terjadi tabrakan antar pemain dan
wasit sudah menentukan bola diberikan kepada pihak tertentu, pihak ini pun
malah menendangnya kembali. Bayangkan bila perebutan 11 x 11 orang dewasa ini
tanpa wasit yang memimpin atau wasitnya seperti kebanyakan wasit negeri ini.
Sampai suatu saat, bila ada salah seorang di antara
22 orang itu yang berhasil menendang dan memasukkan bola ke gawang lawan yang
dijaga mati-matian oleh penjaganya, semua --kecuali pihak yang kemasukan dan
pendukung-pendukungnya– pun bersorak-sorai gembira. Kemudian bola pun ditaruh
di tengah lagi untuk diperebutkan kembali. Begitulah permainan yang betul-betul
permainan ini berlangsung cukup lama, resminya 2 x 45 menit, kecuali bila ada
perpanjangan waktu. (Di Pensylvania Amerika Serikat, malah pernah ada
pertandingan –antara dua kesebelasan dari Muhlenberg College-- sampai 48 jam
nonstop, tanpa pemain pengganti). Seperti setiap permainan yang lain, dalam
sepak bola ini pun harus ada yang menang. Yang menang adalah yang paling banyak
memasukkan bola ke gawang lawan.
Sungguh absurd sebenarnya. Namun absurd tidak
absurd, permainan sepak-menyepak bola yang konon cikal-bakalnya berasal dari
permainan Tsu-chu Cina zaman dinasti Han, 3-4 abad sebelum Masehi itu adalah
olah raga yang paling –atau setidaknya termasuk yang paling– digemari di dunia.
Bahkan sejak distandardkan dengan pembentukan Football Association di
Inggris tahun 1863 dan terbentuknya federasi sepak bola dunia (FIFA) tahun
1907, permainan ini bukan saja semakin meluas popularitasnya, perkembangannya
pun terus semakin canggih. Bukan saja dari segi sistem dan teknik permainan,
melainkan juga pengorganisasiannya terus disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Apalagi setelah bisnis dan kemajuannya –sebagaimana dalam banyak permainan yang
lain-- ikut campur dalam menentukan kehadiran dan perkembangannya.
Seperti biasa dan seperti pada banyak hal, negara-negara
maju yang memiliki kelebihan di hampir semua segi kehidupan, peranannya sangat
besar bahkan menentukan dalam membawa permainan itu ke derajat ‘terhormat’ dan
digilai hampir semua lapisan masyarakat dunia seperti sekarang ini. Jangankan
sepak bola, permainan yang berbahaya dan sangat tidak manusiawi pun --paling
tidak menurut sebagian kalangan– seperti tinju, di tangan mereka, bisa menjadi
olah raga yang dicandui; sudah tentu setelah menjadi tambang fulus bagi
mereka.
Memang mereka –orang-orang di negeri maju– itu,
barangkali karena kelebihan mereka di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, ditambah disiplin dan keseriusan mereka, bagi kita di negeri
berkembang ini bagaikan tukang sihir saja laiknya. Kebalikan dari kita yang
menggarap hal-hal penting seperti main-main saja, mereka bahkan permainan bisa
disulap menjadi hal yang sangat serius dan penting. Seperti sepak bola itu
misalnya, dengan kelihaian mereka mengemas dan menawarkannya, dunia pun dibuat
keranjingan terhadapnya sesuai kemauan mereka. Negara-negara penggandrung sepak
bola yang mereka nilai kaya dengan potensi sumberdaya pemain, mereka pacu dan support.
Permainan sederhana, amatiran, dan bisa dimainkan dimana saja -- dengan pemain
berapa saja, dengan pakaian apa saja (bahkan tanpa pakaian sekalipun), dan
dengan bola apa saja (dengan bola gombal sekalipun) – itu mereka profesionalkan
dan bisniskan dengan cara yang amat canggih. Dan dengan dukungan kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi, permainan sepak bola pun akhirnya menjadi
‘agenda dunia’ yang penting dan sangat merampas perhatian.
Termasuk kita disini, dimana sepak bola –seperti
hal-hal yang lain, hanya sibuk dibicarakan dan dipertengkarkan-- pertandingan
sepak bola manca negara merupakan ‘acara wajib’ yang ikut mengatur irama dan
gaya hidup kita. Pers dengan semangat patriotisme, berlomba-lomba memberitakan
dan menayangkan setiap pertandingan. Ulasan dan analisis sepak bola yang ndaqik-ndaqik pun
memenuhi media massa. Jadwal pertandingan dan kompetisi mereka --hingga yang
bersifat lokal-- pun kita catat. Gol-gol terbaik dalam setiap pertandingan,
kita bukukan. Nama-nama pemain klub-klub disana – apalagi yang menjadi bintang
(umumnya pemain yang paling banyak memasukkan bola ke gawang lawan, pemain yang
paling pandai mempertahankan gawang, yang paling lihai membawa atau merebut
bola)– kita hafal melebihi nama-nama para pemain klub-klub di tanah air
sendiri. Siapa yang tak kenal Pele –konon dari rangkaian kata Portugis, Pe
kependekan dari kaki dan le dari malas– alias Edison Arantes do Nascimento dari
Brazil yang dijuluki Si Kaki emas dan sejak 7 September 1956 hingga 2 Oktober
1974 memasukkan bola 1216 gol. Siapa tidak kenal Libero Franz Beckenbauer dari
Jerman Barat; Johan Cruyff dari Belanda; Diego Maradona dari Argentina; atau
bomber Inter Milan asal Brazil, Ronaldo Luis Nazario. Bahkan banyak bayi lahir
yang dinamai dengan nama-nama seperti Eka Maradona, Mohammad Maldini, Supele,
Rosyat Baggio, dll.
Pendek kata, sepak bola sudah menjadi semacam virus
yang membuat demam dunia. Lihatlah, betapa pers, termasuk di kita, sudah geger
mempersiapkan diri menyambut World Cup 1998 yang masih akan
digelar Juni-Juli mendatang. Rubrik-rubrik sudah diplot; pengulas-pengulas (di
negeri ini pengulas sepak bola jauh lebih banyak dan lebih lihai katimbang
pemain sepak bola) sudah mulai diincar atau dikontrak; tv-tv sudah mengiklankan
jadwal-jadwal pertandingan; dsb. dst.
Itu semua tentu tidak lepas dari kelihaian para
pencari materi (duit) yang tahu persis bagaimana memanfaatkan permainan yang
menjadi kegemaran hampir semua orang itu. Mereka yang paling lihai, paling
kreatif, dan paling serius, akan mendapat keuntungan paling banyak. Karena di
zaman ini, sepak bola –sebagaimana banyak permainan yang lain– tidak hanya
merupakan olah raga atau apalagi permainan pengisi waktu senggang. Sepak bola
di zaman ini sudah pula berarti bisnis; gengsi; entertainment; dlsb.
Kecuali mereka yang memang tidak suka dan tidak
paham sepak bola, kiranya tak ada lagi orang yang merasa geli melihat 22 orang
dewasa berlari-lari berebut bola untuk ditendang kembali setelah berhasil
merebutnya. Sedangkan melihat mereka yang membahas, mengkalkulasi,
menyeminarkan, bahkan mendirikan sekolah untuk itu pun, rasanya tak ada yang
merasa aneh dan geli.
Tapi itulah hidup. Hidup tak lebih dari permainan,
seperti permainan sepak bola itu. Orang berlari-lari, berebut sesuatu yang
sepele untuk kemudian dilepas dan dikejar-kejar lagi. Mereka yang mengejar dan
berebut harta misalnya, setelah berhasil mendapatkannya, ada yang dilepas
secara sukarela, ada terpaksa dilepaskannya. Demikian pula mereka yang mengejar
dan berebut kursi atau kekuasaan.
Untuk merebut, kalau perlu menyikut, menendang, dan
menginjak saudara sendiri. Yang gede menggunakan ke-gede-annya;
yang mempunyai kepintaran menggunakan kepintarannya; yang kuat memanfaatkan
kekuatannya; dan sebagainya dan seterusnya. Karena itu, sebagaimana dalam
permainan sepak bola juga, aturan dan ketaatan terhadap aturan permainanlah
yang paling menentukan enak atau tidaknya permainan itu dimainkan dan ditonton.
Sebaliknya ke-tiadaan-aturan atau ketiadaan ketaatan terhadap aturan-lah yang
membuat rusak permainan. Apalagi apabila penyelenggara dan pimpinan permainan
sendiri sudah tidak mempunyai itikad untuk menegakkan aturannya.
Wallahu a’lam.
Sumber http://www.gusmus.net
0 Response to "HIKMAH PERMAINAN SEPAK BOLA"
Post a Comment