Warta
Madrasah – Sahabat warta madrasah pada kesempatan ini kita akan sebagai hasil
akhir dalam penentuan penelitian, sehingga dapat kita peroleh pemahaman tentang
kajian pustaka dengan realita data yang diperoleh. Hal ini menjadi penting
sekali bahwa suatu penelitian harus dapat menguraikan apa adanya yang telah
disimpulkan meskipun antara realita data dengan kajian pustaka tidak sesuai.
Ini menjadi catatan bagi kita bahwa terkadang realita data ini menyesuaikan
dengan keadaan yang berlangsung, walaupun kita menginginkan akan idealnya data
tersebut.
Tujuan yang ingin
dicapai ialah memahami dan menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam (PAI)
ditingkatkan RA Matholi’ul Huda Pucakwangi dalam pembelajarannya perlu
memperhatikan materi-materi yang disampaikan, melihat keberadaan anak didik
yang dasar keagamaannya masih terlalu dini. Sebagai tahap akhir, sistem
evaluasi yang dilaksanakan dalam pengajaran materi pendidikan agama Islam (PAI)
dapat membawa hasil ssesuai dengan tujuan pendidikan agama Islam itu sendiri.
A. Sistem
Evaluasi Metode Pembelajaran PAI di RA Matholi’ul Huda Pucakwangi
Pendidikan
adalah usaha yang disengaja untuk seorang pelajar mengalami perkembangan
melalui proses belajar-mengajar. Program pengajaran dirancang dan dilaksanakan
untuk tujuan tertentu. Tujuan itu ialah supaya pelajar mengalami perubahan yang
positif.
Secara
psikologis siswa betapapu masih muda bukanlah sosok individu yang kosong.
Mereka adalah individu-individu yang secara aktif berinterakasi dengan lingkungan, baik lingkungan
sosial budaya maupun lingkungan alam. Semua pengalaman tersebu dibawa oleh
siswa kedalam kelas yang pada akhirnya akan mempengaruhi PBM.
Sebagai
proses belajar mengajar merupakan proses yang berkesinambungan. PBM tidak
terbatas pada kegiatan penyampaian materi pelajaran di kelas, tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana agar materi pelajar yang diterima siswa di kelas dapat
diterapkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. PBM tidak hanya berhenti
pada proses pencerdasan atau pengembangan intelektual yang bertumpu pada aspek
kognisi, tetap lebih merupakan proses penumbuhan dan pengembangan bakat anak
secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan suatu proses evaluasi yang
terencana dan sistematis terhadap PBM-PAI baik yang menyangkut ranah kognitif,
afektif maupun psikomotor.
Tujuan
pendidikan Islam (PAI) yang telah teruraikan pada bab II menjadi satu pokok di
dalam mempelajari PAI sebab keberhasilan pembangunan nasional dimasa yang akan
datang sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan secara khusus, pembentukan manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat ditentukan oleh
kualitas PBM-PAI di sekolah.[1]
Sehubungan
dengan tujuan pendidikan agama Islam tersebut maka di dalam menilai seorang
pelajar haruslah dapat menerapkan sistem evaluasi yang tetap dengan keberadaan
pelajar. Sistem evaluasi ini menentukan dalam penilaian setiap akhir dari
kegiatan atau aktivitas proses belajar mengajar guna mengarah pada tujuan yang
hendak dicapai.
RA
Matholi’ul Huda Pucakwangi dalam proses belajar mengajar PAI dapat terlihat
berhasil tidaknya suatu sistem evaluasi yang diterapkan dengan memperhatikan
pada out put pelajar yang dikehendaki oleh sistem pendidikan Islam, baik
dalam proses maupun produk dari treatment yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan Islam dengan segala perangkatnya. Bertolak pada uraian itu, dapat
ditegaskan bahwa secara umum sistem evaluasi PAI, menurut konsep pendidikan
Islam, terbentuknya manusia yang cerdas, kreatif dan mampu mengantisipasi masa
depan, mampu bekerja secara profesional dan produktif, serta tetap komitmen
terhadap nilai-nilai insani dan Illahi, dalam rangka menjalankan tugasnya
sebagai khalifah fi al ardli.
Bila
sistem evaluasi PAI tersebut diarahkan pada tujuan pendidikan agama Islam yang
lebih khusus, maka dituntut adanya kejelasan wawasan masa lalu,
kebutuhan-kebutuhan masa kini dan harapan subyektif masa depan dari suatu
bangsa. Setiap bangsa karena berbeda-beda dasar pendidikannya, baik segi
filosofis, sosiologis maupun kulturalnya, maka sudah barang tentu akan berbeda
pula sistem evaluasinya, dalam arti sistem evaluasi yang lebih ditekankan
terhadap tujuan PAI itu sendiri, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dan
sesuai dengan jangka hasil evaluasi yang selalu dilakukan oleh dunia
pendidikan.
Sistem
evaluasi PAI sangat urgen di dalam mencapai tujuan pendidikan agama Islam dan
ini tidak dapat dipisahkan karena
dimanapun berada dalam mewujudkan suatu tujuan yang hendak dicapai harus
terkait dengan sistem evaluasi yang terencana dengan baik dalam proses belajar
mengajar (PBM). Maka berhasil tidaknya suatu tujuan yang dihendaki tergantung
pada penerapan sistem evaluasi itu sendiri.
Demikianlah,
urgensi sistem evaluasi pendidikan Islam dengan tujuan pendidikan agama Islam, sesuai dengan uraian
awal bahwa untuk membentuk akhlakul karimah dan kepribadian yang insan kamil,
proses pembelajaran PAI tidak terlepas dari sistem evaluasi yang diterapkan
untuk mengetahui seseorang atau pelajar. Sejauhmana mereka dapat menerima
materi yang disampaikan dan mereka mempraktekkan atau mengamalkan materi yang
didapat pada lingkungan masyarakat.
Penjelasan teoritik tentang sebuah temuan dalam
penelitian memang sangat dibutuhkan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan penilian
yang lebih valid dan akurat terhadap temuan-temuan penelitian di lapangan.
Berangkat dari
teori-teori terhadap hasil sebuah penelitian pada bab III di atas, ada beberapa
persoalan yang mendasar tentunya berkaitan degan temuan-temuan penelitian yang
harus dianalisa oleh peneliti. Sementara dasar-dasar dari analisisnya adalah
mengacu pada beberapa teori-teori ilmiah yang bersumber dari literatur yang
dianggap mempunyai titik relevansi terhadap teori-teori penelitian di atas.
A. Tujuan
Pembelajaran Learning By Doing
Tujuan
Learning By Doing secara umum adalah agar segala sesuatu yang telah diterima
oleh siswa dapat dilakukannya di dalam kehidupannya yang realita dan kesan yang
ditetapkan akan lebih tahan lama tersimpan di dalam benak anak didik. Sehingga
akan tercermin dalam perilaku anak didik sehari-hari dengan tanpa pertimbangan
dan pemikiran. Kemudian hal inilah yang disebut dengan akhlak, sesuai dengan
pendapat Al-Ghazali :
“Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan
mudah dan ringan, tanpa pertimbangan dan pemikiran” (Ibnu Rush, 1998 : 38).
Perbuatan
atau sikap akan tertanam dalam diri anak didik dengan pembiasaan terhadap
pengalaman yang telah diketahui.
MI
banat merupakan salah satu dari beberapa lembaga pendidikan yang menggunakan
dan mengembangkan pembelajaran learning by doing. Hal ini dapat dilihat
dalam penerapan pendidikan dengan integrated curiculum and integrated activity
dengan cara mengembangkan strategi PBM yang meliputi pendekatan ketrampilan
proses yang mengarah pada kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik secara
terpadu, dan pengembangan CBSA berupa perumusan tujuan pengajaran yang jelas
dan terarah, pengatuan waktu belajar yang baik.
Sekolah
MI Banat merupakan salah satu alternatif yang berupaya untuk mengembangkan
potensi anak melalui dunia pendidikan. Untuk mewujudkan generasi yang siap
hidup melalui pendidikan formal dengan warna Islami.
Pengelolaan
sekolah ini dimaksudkan agar anak memperoleh pendidikan yang terintegrasi baik
proses belajar di kelas, kebutuhan ibadah, sosialisasi dengan akhlak islami,
aktualisasi diri dan kemandirian sikap.
Pada
intinya tujuan pengajaran bagi pelajar tingkat pertama yang telah dipraktekkan
oleh LPI MI banat dapat dilaksanakan dengan mudah dan tidak menemui banyak
hambatan, dikarenakan program-program yang telah direncanakan diterapkan secara
kondusif dan mudah diserap oleh para pelajar tingkat pertama.
Berbicara
tentang bahan-bahan pokok yang diberikan kepada anak-anak dalam tingkat pertama
atau permulaan secara umumnya adalah Al-Qur’an dan sendi-sendi agama, membaca,
menulis, bahasa, sajak-sajak yang mengandung ajaran akhlak, cerita-cerita dan
latihan berenang atau latihan naik kuda, (Athiyah Al-Abrasi, 1990 : 163).
LPI
MI Banat Kudus mempunyai tujuan yakni untuk mempersiapkan generasi muslim yang
berakhlakul karimah dan berpartisipasi akademis tinggi, sehingga anak siap
hidup di zamannya yang semakin kompetitif di era globalisasi ini.
Pada
akhir pendidikan sekolah MI Banat, anak diharapkan dapat berkembang melalui
pikir, oleh rasa dan olah raga untuk mewujudkan sikap disiplin, akhlak mulia,
cerdas dan trampil.
Pengembangan
olah pikir melalui disiplin ilmu sesuai dengan kurikulum yang ada. Pengembangan
oleh rasa melalui pendidikan Islam, PPKn, Bahasa Indonesia, Kesebian dan Karya
Sastra. Pengembangan olah raga melalui pendidikan olah raga kesehatan dan
ekstrakurikuler yang menunjang, mempunyai rasa sosialisasi dan komunikasi yang
lebih luas serta responsif terhadap lingkungan, mempunyai pengertian bahwa
dirinya diciptakan oleh Allah untuk menyembah dan beribadah kepada-Nya serta
diberi amanah sebagai khalifah di bumi.
Selain
itu anak diharapkan mempunyai rasa kebanggaan terhadap Islam dan merasa
memiliki Islam serta rasa pembelaan terhadap Islam. Mampu melaksanakan shalat
dengan benar dan memahami bahwa shalat merupakan kebutuhan dirinya untuk
mencapai aqidah yang matap dan akhlak yang mulia. Mampu membaca Al-Qur’an
dengan tartil dengan tajwid yang benar serta dapat menulis Arab tingkat awal.
Hafal do’a-do’a harian serta mengerti hukum-hukum pokok ajaran Islam.
Materi
yang diajarkan meliputi kurikulum khas atau lokal adalah Al-Qur’an atau Tajwid,
Tafsir, Tauhid, Akhlak, Fiqh, Nahwu Shorof, Mahfudhoh/ Lughot, Ke-NU-an.
Kurikulum umum adalah pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, Pendidikan
Agama Islam (Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam),
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial,
Kerajinan Tangan dan Kesenian, Pendidikan Jasmani, Bahasa Daerah, dan Baca
Tulis Al-Qur’an.
Dengan
mamadukan antara iman, ilmu dan amal merupakan suatu bekkal dasar bagi anak
didik untuk melanjutkan hidupnya di masa-masa yang akan datang. Betapa
pentingnya pemaduan konsep Imtaq dan Iptek sebagai modal untuk hidup di era
globalisasi yang teah dihadapi oleh masyarakat Asia pada umumnya dan Indonesia
pada khususnya. Merumuskan tujuan itulah sebabnya LPI MI Banat Kudus, agar anak
didiknya mengetahui ilmu pengetahuan umum maupun agama dan mengamalkan ilmu
pengetahuan tersebut.
B. Proses
Pembelajaran Learning By Doing
1.
Pembiasaan
Sebagian
ulama salaf menuturkan bahwa ilmu itu dapat bertambah dan semakin kuat jika
diamalkan dan akan berkurang jika tidak diamalkan. Bertambahnya kekuatan ilmu yang merupakan hakikat pendidikan
Islam dan perkembangan psikolagi manusia yang telah dibuktikan melalui berbagai
eksperimen. (Abdurrahman An-Nahlawi, 1995:270).
Pada
dasarnya pendidikan dan pengajaran yang dilakukan melaluai praktek atau
aplikasi langsung akan membiasakan kesan khusus dalam diri anak didik sehingga
kekokohan ilmu pengetahuan dalam jiwa anak didik semakin terjamin.
Bagaimanapun, aplikasi ilmu merupakan pendukung kebenaran ilmu itu sendiri
besrta penentu keberterimaan pencarian ilmu itu disisi Allah. Tujuan ini akan menjadi
gambaran bagi anak didik untuk memahami
berbagai masalah yang tengah dipelajarinya sehingga rinciannya lebih luas,
dampaknya lebih dalam, dan manfaatnya lebih banyak bagi hidupnya.
Dari
gambaran tersebut jelaslah bahwa seorang pendidik harus mengarahkan anak
didiknya pada kebulatan tekad untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
dipelajarinya dalam kehidupan individudan sosial. Seorang pendidik dituntut
untuk memantau aplikasi ilmu setiap siswanya, misalnya melalui pengajuan
sejumlah pertanyaan realistis kepada siswa sehingga aplikasi ilmu itu dapat
dipastikan dapat berjalan.
Belajar
secara verbal terkadang kurang membawa hasil baik anak didik. Karena itulah
dikembangkan metode pembelajaran secara realistis, atau belajar sambil berbuat (learning
by doing) .Belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan
hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan
lama tersempan didalam benak anak didik. (Syaiful Bahri djamarah, 200:67).
Agar
nilai-nilai pengetahuan khususnya nilai agama dapat tertanam dalam juwa anak
didik, MI Banat Kudus membiasakan anak didiknya untuk melakukan hal-hal yang
baik seperti salam ketika masuk kelas, sebelum pelajaran dimulai juga berdo’a
bersama-sama dan sebagainya. Uraian tentang pembiasaan selalu menjadi satu
dengan uaraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan yang telah didketahui,
sehingga inti pembiasaan adalah
pengulangan. Metode ini sangat efektif dalam pembinaan siakap.
2. Demonstrasi
dan eksperimen
Demonstrasi
adalah suatu metode mengajar dimana seorang guru menyuryh siswa untuk
memperhatikan suatu khaifiyah melakukan sesuatu, misalnya cara mengambil air
wudlu, proses cara mengajarkan sholat jenayah. Sedangkan eksperimen adalah
metode pengajaran dimana guru dan murud bersama-sama mengerjakan sesuatu
sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui.
Akan
tetapi dalam pendidikan agama dapat didemonstrasikan dan diadakan eksperimen
seperti masalah aqidah yakni keimanan kepada Tuhan, Malaikat, Rosul, Surga,
Neraka, dan sebagainya. Metode demonstarasi banyak di pergunakan dalam bidang
ibadah dan akhlak serta mengadakan eksperimen tentang debu yang dapat
depergunakan untuk tayamum, eksperimen untuk merawat jenayah, adapun kebaikan
metode ini adalah:
a. Anak didk
dapat menghayati sepenuh hati seperti pelajaran yang diberikan.
b. Memberi
pengalaman praktis yang dapat membentuk perasaan dan kemauan anak.
c. Perhatian
anak akan terpusat kepada apa yang didemonstrasikan
d. Maslah
yang timbul dalam hati akan dapat langsung terjawab
e. Mengurangi
kesalahan dalam mengambil keputusan
3. Problem
solving
Problem solving adalah suatu metode dalam mendidik
dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak untuk mengahadapi dari yang
paling sederhana sampai pada masalah yang paling sulit.
Metode ini dipergunakan apabila pelajaran
dimaksudkan untuk melatih anak-anak berfukir kritis dan analitis serta
dimaksidkan untuk melatih keberanian anak dan rasa tanggung jawab dalam
menghadapi masalah-maslah kehidupan kelak dimasyarakat.
Karena MI banat Kudus merupakan sekolah dasar
tidak mungkin mengajari anak didiknya untuk berfikir kritis dan analitis, siswa
sekolah dasar belum saatnya untuk berfikir kritis dan analitis, mereka harus
lebih banyak menerima dari pada menganalisa, sehingga metode problem solving
tidak diterapkan di MI Banat Kudus. Akan tetapi metode ini banyak dipergunakan
disekolah lanjutan tingkat atas dan perguruan tinggi.
Proses learning by dong di MI Banat Kudus, guru terlebih dulu
memberikan teori-teori atau pengetahuan tentang materi pendidikan Islam kepada
siswa kemudian mereka mengerjakannya.hal ini lembaga pendidikan tidak hanya
memberikan secra teoritik saja akan tetapi langsung pada tataran praktis
misalnya dalam ibadah praktis, mereka dituntut untuk mengamalkan pelajaran yang
telah diterimanya,baik itu do’a-do’a sehari-hari yang diajarkan oleh Rosulullah
Saw.surat-surat pendek dalam jus Amm, ayat-ayat pilihan dalam al-Qur’an maupun
abad-abad amaliyah ibadah. Guru bertidak sebagai pembimbing dan fasilitator.
4. Metode
Pembelajaran Learning By Doing
Sebenarnya
metode pembelajaran yangditerapkan di LPI MI Banat Kudus menggunakan berbagai
macam metode sebagaimana yang telah peneliti jelaskan dalam bab III, dan metode
pendekatan proses, CBSA, learning by doing dan lain sebaginya.
Dalam
hal ini peneliti hanya membahas tebtang metode pembelajaran “learning by
doing” yang telah diterapkan di LPI MI Banat Kudus, karena metode
pembelajaran tersebut masih jarang diterapkan dilembaga pendidikan formal.
Dilihat
dari bentuk sistem pendidikan LPI MI Banat Kudus, memang sangat cocok
diterapkan metode “learning by doing” dalam setiap aktivitaspendidikan. Siswa
dituntut untuk melakukan kegiatan yang mengarah pada nilai-nilai keislaman
dalam segala aspek. Belajar sambil berbuat (learning by doing) sangat
mendorong siswa dalam belajar. Mereka tidak hanya diberi berbagai teori saja,
melainkan mereka harus bisa mempraktekkan atau mengamalkan ilmu yang telah
diterimanya. Misalnya dalam pelajaran Al-qur’an : guru menerangkan, memberi
contoh yang baik untuk membaca Al qur’an dengan benar dan anak disuruh membaca
Al qur’an satu persatu. Misalnya lagi dalam pelajaran mahfudhot/Lughot :Guru
memberi teori, si anak disuruh membaca bersama-sama dan disuruh untuk
menghafalkan lalu maju ke depan, dan tidak ketinggalan pula pelajaran yang
lainnya, bahasa Arab, Fiqih, IPS, IPA dan lainsebagainya.
Pada
dasarnya tujuan pendidikan MI Banat itu ada dua yaitu pembentukan sikap dasar
yang islami dan pengusaan pengetahuan serta ketrampilan dasar meliputi tiga
ketrampilan dasar yaitu: membaca, menulis, dan menghitung. Ketrampilan dasar
ini, merupakan bekal bagi setiap siswa untuk mengembangkan pengetahuannya,
sehingga harus dikuasai dengan baik dan mantap.
Salah
satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap tingkat penguasaan siswa adalah”
Bagaimana siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan itu”. Dalam hal ini
siswadiharuskan dapat mengkonstruksi pengetahuan baru dengan sendirinya. Ini
berarti dalam penyampaian materi dikelas harus melibatkan siswa secara aktif,
baik secara fisik terlebih secara mental. Pendekatan inilah yang menjadi ciri
pembelajaran di MI Banat Kudus.
Selain
itu pula MI Banat Kudus selalu menanamkan nilai-nilai keislaman dengan
mempraktekkan langsung. Hal ini dilihat dalam proses pembelajaran sejak siswa
duduk di bangku kelas satu. Misalnya dalam pelajaran ketrampilan khusus, mereka
dilatih untuk mempraktekkan atau mengamalkan tentang bagaimana cara tharoh baik
itu wudlu maupun caranya ke belakang secara islami, melepas baju, melihat baju,
memakai pakaian,memotong kuku, memakai dan melepas sepatu beserta kaos kakinya,
cara makan secara islami dan amalan-amalan liannya sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam
pelajaran Al-Islam terutama dalam materi wudlu seorang ustadz (guru bidang
studi) tidak terlalu banyak memberi teori, tetapi beliau langsung mndemonstrasikan
secara langsung di tempat wudlu bagaimana cara wudlu yang benar sesuai tuntutan
Rosulullah Saw dan siswa memperhatikan kemudian kemudian mempraktekkannya,
begitu pula dalam materi sholat mereka dilatih untuk senantiasa melakukan
sholat secara berjamaah dan yang menjadi imam adalah temannya sendiri secara
bergiliran.
0 Response to " EVALUASI TERHADAP METODE PEMBELAJARAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM"
Post a Comment